4

3.5K 20 1
                                    

Tubuh Talia terasa lengket oleh keringat karena perjalanan dari kantor ke kost. Tapi ia terlalu kehilangan motivasi untuk mandi dan berganti pakaian. Sehingga yang Talia lakukan adalah melepaskan rok midinya sembarangan, menyalakan AC dan mengaturnya ke 19° lalu berbaring diatas kasur.
Biasanya jika memang ingin bermain, Talia dan Bara akan bersepakat. Jam berapapun atau hari apapun. Atau boleh saja jika salah satu diantara mereka memang ingin menempati kost itu untuk sementara waktu. Makanya, Talia berharap hanya ada dia disana hari ini.
Kalau bisa sih, ia ingin resign hari ini juga. Tapi Talia belum memiliki safety net apapun. Mau tidak mau, suka tidak suka, maka pilihan yang Talia miliki hanya bertahan di perusahaannya sekarang.
Jiwa Talia yang sudah mulai melayang mendadak waspada ketika ia mendengar kunci pintu kostnya bersuara. Tanpa repot membuka mata, Talia menajamkan pendengarannya dan semakin yakin bahwa siapa lagi kalau bukan Bara yang datang kemari.
"Talia? You here?" Tanya Bara agak berteriak.
"I am." Timpal Talia dengan teriakan yang sama.
Langkah kaki Bara mulai semakin terdengar oleh Talia. Ketika akhirnya Bara sampai di daun pintu kamar mereka, Bara menyandarkan tubuhnya. "What you doing here?"
"I don't know. Maybe trying to sleep."
"Sudah makan? Gua mau mesen Polarya kayaknya." Bara menyebut resto yang sering ia pesan.
"Nope. Thanks. I just wanna sleep."
"Ok. Good night." Bara duduk di ruang tengah dan memeriksa emailnya.
Bara tidak pernah mau menggunakan term hidup untuk kerja. Ia lebih suka bahwa kerja untuk hidup. Makanya, Bara tidak mau menjadi orang yang overwork. Tapi sayangnya hampir semua orang memandang Bara adalah pekerja yang terlalu giat. Dalam hati Bara hanya tersenyum. Bukan maksud agar terlihat ambisius, Bara hanya tidak tahu mau ngapain lagi sehingga cara dia mengisi waktu adalah mencicil pekerjaannya.
"Bara?" Talia mendatangi Bara di ruang tengah. Perempuan itu sadar betul bahwa ia hanya memakai kemeja dan celana dalam. Tapi biar saja. Toh ia tidak punya alasan untuk gerogi dan merasa malu pada Bara.
"Kenapa? Gak jadi ngantuknya?"
Talia merasa tidak tertarik untuk menjawab dan ia lantas mencium Bara dengan manis di bibirnya. Pagutan demi pagutan mereka lakukan. Talia lebih suka menghisap bibir atau lidah Bara ketimbang lidahnya yang dihisap. Meski jika ia yang dihisappun tidak keberatan juga.
"Nothing to worry. Gua pesenin lu pad thai just in case lu kebangun dan laper." Bara berkata ketika pagutan mereka terlepas.
Kening Talia mengernyit atas ketidakpercayaan dengan apa yang baru saja terjadi. Bara melepaskan cumbuan mereka hanya untuk menginformasikan pad thai? Oh Talia sungguh tidak peduli.
Agak kesal, Talia tidak ingin cumbuannya berlanjut. Tanpa tedeng aling-aling, Talia melepaskan kancing kemeja Bara dengan kecepatan yang ia bisa lakukan secepat mungkin. Meneliti untuk beberapa detik akan keindahan tubuh Bara yang memiliki pundak lebar juga gerlihat kuat, Talia lantas mengecup leher Bara, turun ke dada dengan kecupan dan sedikit hisapan lalu ke turun ke perut.

 Meneliti untuk beberapa detik akan keindahan tubuh Bara yang memiliki pundak lebar juga gerlihat kuat, Talia lantas mengecup leher Bara, turun ke dada dengan kecupan dan sedikit hisapan lalu ke turun ke perut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sesekali di sela kecupannya, Talia menghembuskan nafas untuk membuat semua syaraf Bara terpusat pada aksi yang Talia lakukan.
Bara terkekeh. "Oh my god, Taliaaa!!" Katanya sedikit terengah. "Sini kamu sayang, berdiri kamu."
"No." Talia menjawab dengan spontan.
Mulut Talia terus turun hingga ia mengecup penis Bara yang masih dibungkus dengan celana katunnya. Sayangnya memang dari awal Talia tidak ada niat untuk memblow Bara sehingga ia hanya mengecup penis itu dari balik celana.
"Undo my pants, sayang."
"I don't speak order, Bara." Talia menjawab dengan pongah.
Gigi Talia menggigit kecil penis Bara. Turun naik-turun naik hingga Bara gemas sendiri.
"What do you speak, then?" Bara penasaran.
Talia berdiri. Mencoba mensejajarkan pandangannya dengan Bara meski hal itu mustahil karena Bara jauh lebih tinggi darinya.
Bibir Talia mendekat ke kuping kanan Bara. Meniup pelan leher Bara dan kupingnya. Setelah itu, Talia berbisik, "I speak anything i want."
Lalu Talia membalikkan badannya serta menunggingkan pantatnya ke belakang. Menggesekkan pantatnya tepat di depan gundukan penis Bara yang rasanya sudah mengencang maksimal. Dengan gerakan memutar yang konstan, Talia terus-terusan menggoda Bara. Ia belum pernah mempetting Bara. Kebetulan hari ini merupakan waktu yang tepat untuk menggoda Bara, maka Talia benar-benar memakan ide itu tanpa meninggalkan remah sedikitpun.
"Talia--" suara Bara tercekat. Darahnya terasa dipompa lebih cepat saat Talia melakukan apapun yang ia pikirkan sebagai ide bagus sekarang.
"Shhh.. Bara. I know."
"Ohhhhh..." Bara meloloskan desahan panjang pertamanya hari ini. "Talia, just put it into you."
"I told you, i don't speak order." Talia bersuara centil dan pongah.
"Are you?"
"I am."
Rahang Bara mengencang. Giginya terkatup rapat serta keningnya mengkerut saat ia berusaha sedikit menekan nafsunya. "I neither speak order, Talia. I speak obedience." Kedua tangan Bara meraih lengan Talia lalu membawanya untuk berdiri di hadapan tembok dan mendorongnya kesana. Memakai lengan kiri, Bara menahan Talia agar tetap menghadap tembok. Tangan kanannya buru-buru melepaskan sabuk serta boxernya. ketika celananya sendiri berhasil lolos turun ke mata kaki, Bara melepaskan celana dalam Talia dengan bringas. Menampar pantat kanan Talia dua kali sebelum meraih vagina Talia dan memainkan jarinya dengan pelan di dalam sana.
"You are this wet. Tapi kamu masih mau godain aku kayak tadi, ya?"
"Aku gak godain kamu. Aku emang cuma mau petting kamu dari awal. Blame it to your expectation."
Bara menyeringai. Jari kanannya mencolek dalam vagina Talia lalu membawanya ke depan mulut Talia. "If you don't speak obedience, i'm gonna make you learn it. So open your mouth."
Talia meneliti jemari Bara yang dipenuhi cairan dirinya sendiri itu. Bibir Talia masih bungkam. Ia enggan dimasuki cairannya sendiri.
"Talia, should i teach you first how to speak obedience?" Bara bertanya.
Baik verbal maupun nonverbal tidak Talia lakukan sebagai jawaban.
"Talia?" Bara memanggil lagi.
Sungguh Talia tidak ingin menjilati cairannya sendiri. Tapi ia sadar betul bahwa daritadi memang ia yang memancing Bara. Dan inilah konsekuensinya.
Seketika mulut Talia terbuka. Membuat Bara ditempatnya tersenyum. Jari telunjuk dan jari tengah Bara masuk ke dalam mulut Talia. Menggerakannya baju mundur sebelum keluar dari sana.
"Setelah rasain itu, kamu masih mau petting doang?"
"Enggak."
"Jadi apa yang kamu mau, Talia? Tell me."
"I don't know. I speak obedience."
Lagi, Bara terkekeh puas. "That's it. Akhirnya kita punya bahasa yang sama sekarang." Bara menempelkan penisnya ke atas pantat Talia. "Can you feel it?" Bisik Bara.
"Iya." Jawab Talia pasrah.
"Buka kaki kamu, sayang. Busungin pantat kamu ke belakang." Perintah Bara.
Talia lantas melakukan intruksi Bara.
Menarik sedikit tubuh Talia, tangan kanan Bara melepas semua kancing kemeja perempuan itu. Meremas payudara Talia dengan pelan sambil memelintir puting Talia dan sesekali mengelusnya.
Tubuh Talia reflek menggelinjang.
"Kenapa, sayang?"
Talia enggan menjawab.
Bara melepaskan aktivitasnya pada payudara Talia. Memegang penisnya dan mengarahkannya pada lubang vagina Talia. Setelah tahu betapa basahnya lubang Talia tadi, Bara dengan sekali dorongan memasukkan penisnya kesana. Membuat Talia terkejut dan agak sakit yang menyenangkan.
"See.. how easy it is. Memek kamu sebasah itu, Talia. Apa kamu sebasah ini kalau sama orang lain? Hm?" Bara bicara kotor untuk memancing Talia lebih tinggi lagi. Kedua tangan Bara meraih kedua tangan Talia untuk berada di belakang. Tanpa mau melakukan hal lain lagi, Bara memaju mundurkan tubuhnya masuk ke dalam vagina Talia.
"Oh sayang.. kamu anget banget. Jepit aku, Talia. Jepit aku, Baby." Bara meminta.
Tubuh Bara terus memompa Talia. Ketika pada akhirnya Bara bisa mendengar lolosan desahan dari mulut Talia, Bara merasa sangat puas. "Kenapa sayang? Enak? Hm?"
"Enak."
"Kalo sudah pernah rasain dimasukin aku, kenapa tadi cuma mau petting? Kamu cobain kontol lain diluar sana? Ada yang lebih kamu suka selain kontolku?"
"Gak ada.. Bara. Kontol kamu paling enak." Talia menjawab di sela desahannya.
Kedua tangan Bara melepas tautannya. Mengalihkan tangan kirinya ke leher Talia dan tangan kanannya untuk menjambak rambut perempuan itu.
"Kontol siapa yang paling enak, sayang?"
"Kontol kamu... Bara."
Jambakan Bara agak menguat hingga kepala Talia cukup tertarik ke belakang.
"Terima ini, Baby. Rasain aku mentokin kamu." Bara menghentak-hentakkan penisnya ke dalam vagina Talia. "We only speak obedience now. I need to make you fluent in it."
"Iya, Bara." Talia mendesah dan terengah beriringan dengan tempo hentakkan tubuh Bara.
"Suka aku jambak gini? Hm?"
"Suka.." Talia menjawab nyaris frustasi saat tubuhnya digerayangi nafsu yang tinggi karena Bara.
"Suka aku choke kamu gini?"
"Suka, Bara."
Dengan jelas kuping Bara bisa menangkap nada bicara Talia sudah mulai tidak karuan. Seakan suara Talia adalah bahan bakar, aksi Bara benar-benar melesat lebih cepat mendengar bagaimana Talia bicara.
Kedua tangan Bara menjambak rambut Talia dan menghentakkan tubuhnya lebih keras kedalam Talia sehingga tubuh Talia terbusung kedepan saat merasakan bagaimana Bara mencari kepuasan pada Talia.


Talia benar-benar terangsang mengetahui hal itu. Kemaluannya benar-benar diluluh lantakkan oleh milik Bara.
Tanpa permisi, Talia berhasil melakukan pelepasannya. Menyisakan kenikmatan yang tidak bisa ia tangani sampai-sampai tubuhnya menggelinjang untuk beberapa detik. Dan ketika kakinya terasa lemas, Bara kemudian mendorong Talia hingga kembali menempel tembok. Menghentakkan beberapa kali dengan dorongan yang berat guna mengeluarkan pelepasan Bara dalam kepemilikan Talia.
Keduanya terengah. Sebelum kakinya kebas, Bara menarik tubuh Talia dan mendudukkannya di pangkuan Bara saat mereka sudah di sofa.
"Jangan dulu dilepasin, sayang. Biarkan dulu aja." Pinta Bara. Ya, bagian intim mereka masih menyatu.
Ruangan itu mendadak terasa seperti taman gersang saking panasnya. Kalau bisa, tadi sekalian saja Talia menurunkan suhu hingga 18°.
Keringat bercucuran dari kening mereka berdua. Tubuh mereka benar-benar basah dibalut keringat.
"Let's like this for a while, baby." Bara memejamkan matanya lalu menyandarkan kepalanya ke belakang.

Bara dan TaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang