(12) Juli 2022

23 11 2
                                    

Kalian harus percaya satu hal dengan apa yang aku katakan ini. Aku menyukainya dan jatuh cinta kepada Taru, bahkan ia juga memberikan sebuah cincin polos berwarna silver yang ia kenakan pada jari tengahku pada tangan kiriku.

"Ini artinya kamu sama aku sekarang, Roe." Ucap Taru sambil memasangkannya.

Tetapi, aku juga tidak bisa melupakan Ilpram.

Perasaanku masih sama ragunya dengan semua ini. Aku benar-benar tidak terfokus untuk menjalani hubungan asmara yang menurutku hanya akan menggangguku dalam menyelesaikan semua perkuliahanku, juga kegiatan organisasiku.

"Tar, Can I call you Ar now?"

Taru mengangguk ke arahku dan memelukku. "Ar, tetep rahasia-in hubungan kita. Karena aku engga mau banyak orang yang tau." Itu pesanku setelah dia menyatakan perasaannya kepadaku.

"Okay, Roe. Tenang aja ya, aku tau kamu mikirin Ram kan?" Taru benar-benar memahami itu. Aku hanya terdiam lalu tersenyum kemudian kembali memeluknya. 

Aku benci keraguan. Meskipun begitu, hidupku tetap harus berjalan dengan normal tanpa ada banyak orang yang tau apa yang aku rasakan. Ya, mereka akan ikut-ikutan merasa memperdulikan apa yang aku rasakan.

Beberapa hari setelah semua kejadian dan selesainya shooting promosi kami, aku tetap sibuk seperti biasa. Ilpram masih sesekali menggangguku dan mengajakku makan, tidak selalu aku terima dan juga tidak selalu aku tolak jika ada hal-hal yang penting.

Lalu acara seleksi pentas seni mahasiswa kami pun dimulai, aku benar-benar mempersiapkan semuanya dengan baik. Ilpram lagi-lagi membantuku banyak hal, dan Taru juga membantuku untuk menemani juri-juri yang ada dalam berbagai cabang.

Kami semua sibuk. Sehingga tidak ada bedanya seperti sebelum Taru menyatakan perasaannya kepadaku. Namun, masalahku bertambah setelah selesai acara seleksi pentas seni, yaitu proposal skripsi yang harus selesai dalam waktu 2 minggu karena aku harus sidang di akhir bulan Juni.

Aku berusaha menyelesaikan dan mengurus acara pentas seni secara bersamaan. Perkiraanku ini akan menjadi acara besar yang akan dihadiri oleh banyak orang, bahkan dosen-dosen pun juga ikut hadir. Untuk itu, aku lebih banyak menghabiskan waktuku di studio.

Studio kampus memang terbilang cukup sepi. Ini menjadi salah satu ruangan yang diberikan kampus kepadaku agar aku bisa mengerjakan segala sesuatunya dengan begitu tenang, entah untuk event kampus bahkan untuk mengerjakan pekerjaan pribadiku. Hal itu tidak menjadi masalah bagi mereka.

Maka dari itu, hari ini mendekati hari-hari deadline untuk aku mengumpulkan proposal skripsiku. Aku pun mendekam di studio. 

Ilpram sempat mengunjungi studio, lalu menanyakan beberapa pekerjaan yang kira-kira bisa dikerjakan untuk acara pentas seni mahasiswa.

"Pra, aman kok persiapannya. Setelah sidang proposal kita juga aman." Itu ucapku sambil membaca banyak buku yang berhubungan dengan proposalku di tab kebanggaanku.

"Bener ya, Roe? Lu ngapain sih daritadi sibuk banget?"

"Ehe... Proposal guaaa." Aku menunjukkan kepada dirinya kalau aku sedang sibuk untuk mengerjakan proposalku dengan mengangkat tabku menunjukkan kepada dirinya.

"Roe, ini harusnya lu kerjain sebelum..."

"Iya, sebelum acara pentas seni mahasiswa yang shooting promosinya kan? I wish for that too, Pra. Tapi, otak gua engga jalan ngerjain proposal, lebih jalan ngerjain shooting." Aku pun memotong kalimat yang aku sudah tau dari bentuk protesnya.

Ya, Ilpram telah menyelesaikan proposalnya jauh-jauh hari sebelum acara pentas seni mahasiswa. Entah kenapa ia begitu banyak persiapan untuk semester kali ini.

Bukan Untuk SinggahWhere stories live. Discover now