31. Dia Sangat Baik

18.3K 1.1K 27
                                    

Ima bingung dengan pertanyaan suaminya itu. "Maksudnya gimana ya, Mas? Di pondok ini cuma ada kantin ini aja. Khusus guru," ucap Ima.

"Atau begini aja. Setiap jam makan siang, aku jemput kamu biar kita makan sama-sama. Gimana?" tanya Nick.

"Boleh aja, sih. Tapi emangnya Mas gak sibuk? Kan Mas pasti banyak kerjaan. Lagi pula jarak dari kantor ke sini lumayan, lho. Nanti capek di jalan pula," tanya Ima lagi.

"Buat kamu, apa sih yang enggak. Capek gak masalah asal bisa makan sama-sama," jawab Nick. 'Asal gak ada yang bisa natap kamu kayak gitu lagi,' batinnya.

Nick sangat geram melihat tatapan Adam. 'Ustadz macam apa seperti itu? Katanya ustdadz harus menundukkan pandangannya. Tapi kenapa dia malah curi pandang ke istriku? Kurang ajar!' batin Nick, kesal.

"Ya udah kalau Mas maunya begitu. Aku sih nurut aja," jawab Ima.

Nick melamun. 'Tapi kalau memang mereka mengajar di tempat yang sama, artinya Ima sering ketemu sama lelaki itu, dong?' gumam Nick dalam hati.

"Mas!" panggil Ima.

"Eh, iya! Ya udah, nanti aku pulang cepat. Kamu jam 4 udah sampe rumah, kan?" tanya Nick. Ia tidak ingin istrinya berlama-lama di pondok.

"InsyaaAllah udah, Mas. Aku jam 3 juga udah selesai," jawab Ima.

"Syukurlah. Sampai ketemu di rumah ya, Sayang," ucap Nick.

"Iya, Mas juga hati-hati di sana! Selamat bekerja, Suamiku," sahut Ima.

"Terima kasih, Sayang. See you."

"Assalamu alaikum."

Nick yang melupakan hal itu pun langsung menjawabnya. "Waalaikum salam."

Panggilan terputus.

"Cie ... yang udah nikah. Mesra banget," ledek salah seorang ustadzah yang bernama Aini itu.

"Eh, Dik Aini, saya jadi malu," ucap Ima. Ia terlalu asik berbincang dengan suaminya. Sampai lupa bahwa di sebelahnya ada orang lain.

"Iya gak apa-apa, Mbak. Saya maklum, kok. Mungkin nanti kalau saya sudah menikah juga akan seperti itu," jawab Aini.

"Aamiin ... saya doakan semoga bisa segera bertemu dengan jodohnya, hehe," jawab Ima.

Aini hanya tersenyum. Kemudian ia melirik sekilas ke arah Adam dan ternyata Adam malah sibuk mencuri pandang ke arah Ima.

'Sayangnya jodoh yang aku harapkan malah mengharapkan orang lain,' batin ustadzah itu.

Ternyata selama ini Ustadzah Aini pun diam-diam menyukai Ustadz Adam. Namun sebagai wanita ia tidak mungkin menyatakan cintanya lebih dulu terhadap Adam. Apalagi Aini tahu bahwa Adam menyukai Ima.

"Kalau begitu saya duluan ya, Dek," ucap Ima. Ia pun bangkit dari tempat duduknya.

"Oh iya, silakan, Mbak!" jawab Aini. Ia masih melanjutkan makannya sambil berharap Adam tidak beranjak dari sana.

Meski hanya seperti itu, Aini sudah cukup senang bisa berada di tempat yang sama dengan pria yang ia sukai. Walaupun mereka tidak hanya berdua.

'Ya Allah, jika memang dia jodohku, dekatkanlah! Jika bukan, mohon jauhkan dan hilangkan perasaan ini dari hatiku,' batin Aini sambil menunduk.

Saat sedang berjalan, Ima bertemu dengan Umar. "Assalamu alaikum, Pak De," sapa Ima. Kemudian ia bersalaman.

"Waalaikum salam. Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Umar. Melihat raut wajah Ima, Umar cukup senang karena keponakannya itu terlihat bahagia.

"Alhamdulillah baik. Maaf ya, Pak De. Aku belum sempat datang ke rumah lagi. Soalnya aku juga masih adaptasi dengan Mas Nick," jawab Ima.

"Tidak apa-apa. Sekarang kan kamu sudah jadi istri orang. Prioritas utama adalah suamimu. Tapi bagaimana, apakah Nick memperlakukanmu dengan baik?" tanya Umar.

"Alhamdulillah baik. Justru lebih baik dari yang aku kira. Mudah-mudahan selamanya seperti itu. Jujur, awalnya aku sempat meragukan suamiku. Ya, namanya juga belum kenal, kan. Agak aneh aja dia tiba-tiba datang melamar," jelas Ima.

"Tapi, setelah menikah. Ternyata dia sangat baik. Dia memperlakukanku layaknya istri. Dia berusaha mencukupi kebutuhan aku dan menanggung semua biaya hidupku. Dan, entah kenapa dia itu bisa bikin aku nyaman kalau ada di dekatnya," jelas Ima.

Umar tersenyum. "Alhamdulillah, artinya kalian sudah mendapat mawadah dalam pernikahan kalian. Sehingga kamu bisa nyaman berada di dekat suamimu. Jujur saja, Pak De sendiri sempat khawatir."

"Pak De takut dia tidak memperlakukanmu dengan baik. Apalagi dia kan lama di luar negeri. Bisa saja kan dia lupa akan budaya negara dan agama kita?"

Ima tersenyum. "Pak De tenang aja! Alhamdulillah meski begitu suamiku selalu shalat di masjid. Ya, meski mungkin ilmu agamanya belum begitu dalam, tapi insyaaAllah perlahan dia pasti akan jadi lebih baik."

Ima yang tidak pernah nethink itu selalu percaya pada suaminya. Sehingga ia mudah dibohongi oleh Nick. Apalagi selama ini Nick tak pernah menunjukkan gelagat aneh di hadapan Ima.

"Aamiin yaa robbal alamin. Kalau begitu Pak De bisa tenang sekarang. Tugas kamu tinggal satu lagi," ucap Umar.

"Apa itu?" tanya Ima.

"Memberikan cucu untuk keluarga Pak Haris. Apalagi Nick anak lelaki satu-satunya, pasti Pak Haris mengharapkan cucu dari kalian," ujar Umar.

"Mohon doanya saja, Pak De. Yang penting kan kami sudah usaha. Mudah-mudahan Allah segera memberikan momongan untuk kami," jawab Ima.

"Aamiin ... ya itu maksud Pak De. Kalian harus berusaha, ya! Masalah hasilnya, kita serahkan pada Yang Maha Kuasa," ucap Umar.

"Aamiin, qabul ya Robb," ucap Ima sambil mengangkat kedua tangannya, lalu mengusapkan ke wajahnya.

Ima belum menyadari siapa suaminya sebenarnya, sehingga ia mengharapkan momongan. Jika Ima tahu apa yang Nick lakukan di belakangnya. Entah ia masih mau menerima atau tidak.

Di tempat lain, Nick sedang serius bekerja. Tiba-tiba ia teringat akan istrinya.

"Sepertinya tidak akan aman jika aku seperti ini terus," gumam Nick, sambil melamun.

Ia khawatir suatu saat Ima akan mengujinya. Sementara ia belum memiliki bekal ilmu agama. Bahkan bacaan shalat saja ia lupa.

"Apa aku harus belajar lagi? Bahaya kalau suatu saat dia minta aku imami. Tapi aku harus cari guru di mana?" gumam Nick lagi.

Kemudian ia menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya. Menghadapi istri yang memiliki ilmu agama cukup tinggi seperti Ima tidaklah mudah. Ia merasa jadi sangat kecil. Sehingga Nick selalu was-was jika Ima membahas apa pun yang berhubungan dengan agama.

"Huuh! Kenapa jadi rumit seperti ini? Dulu aku sangat membenci wanita berhijab, tapi kenapa malah mendapat istri seorang ustadzah? Apa ini yang dinamakan takdir?" ucap Nick sambil melamun.

Sore hari, Ima meninggalkan pondok. Ia pulang tepat waktu karena tidak ingin terlambat sampai di rumah.

Saat mobil Ima keluar dari pondok, ia tidak sadar ada orang lain yang sedang mengintainya. Orang yang ada di dalam mobil itu pun membuntuti Ima.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanWhere stories live. Discover now