PART 13 - Arya.

19.1K 2.1K 21
                                    

Flashback

Satu cup teh hangat Arya genggam kuat. Dia tersenyum tipis saat melihat siluet tubuh Puspa yang duduk seperti terakhir kali ia lihat melalui kamera CCTV di ruangannya. Dengan langkah tegap Arya berjalan mendekat lalu meletakan cup teh hangatnya di ruang kosong diantara mereka berdua. Senyumnya tak bisa terbendung saat melihat kedua cup milik mereka berdua saling bersisihan.

Dengan berani Arya mendudukan tubuhnya di sisi kanan kursi kayu usang yang sama dengan wanita itu. Ia menjeda, mengikuti arah mata Puspa melihat kota Jakarta yang ramai. Jakarta masih sama, masih basah di mana-mana dengan hujan yang mengguyur sejak pagi. Arya memilih untuk mengunci bibirnya, menahan untuk tak bersuara. Ada begitu banyak yang bisa ia ceritakan mesti tanpa suara. Ada begitu banyak moment yang ia tangkap meskipun mereka berdua saling membisu. "Bagaimana kabar Bapak dan Ibu?" tanya Arya setelah mencoba sekuat tenaga untuk tetap diam.

Puspa enggan menjawab, matanya tak sedikitpun melihat ke arah Arya yang menatapnya intens.

"Bapak sama Ibu sehat kan?" tanyanya lagi. "Aku ke Peninggaran (rumah Puspa dulu), tapi kata tetangga kalian sudah menjual rumah dan pindah."

Arya kembali mengingat kenangan saat pertama kali mengetahui rumah Puspa tak lagi berpenghuni. Seperti sebuah rasa yang sebelumnya penuh lalu tiba-tiba kosong. Arya benar-benar kehilangan Puspa-nya. "Masih suka hujan? Masih suka es kopi di saat hujan. Kamu tidak berubah, Bii."

Masih teringat jelas rekaman kebiasaan Puspa dulu di otak Arya. Es kopi dingin yang masih Arya ingat dengan detail setiap takarannya. Kata Puspa, tidak ada yang bisa membuat es kopi seenak Arya.

Ia memanfaatkan kebisuan Puspa untuk mengamati garis wajah wanita itu yang tak pernah berubah. Sudah lebih dari lima tahun tapi Puspa masih sama, masih sangat cantik untuk seorang Arya.

Arya membuka kotak makan milik Puspa dan tersenyum sumringah saat melihat ada roti isi strawberry yang masih tersisa di sana. Dulu, Puspa sering menyiapkan bekal untuk mereka berdua. Arya suka roti selai coklat sedangkan Puspa menyukai selai strawberry. Tanpa dipersilahkan Arya mengambil roti itu dan memakannya. "Enak," puji Arya sia-sia karena Puspa masih tetap mempertahankan hening.

Wanita itu berdiri, terlihat berniat pergi padahal Arya masih menginginkan moment ini berhenti sesaat.

"Bii." Arya memberanikan diri menahan tangan Puspa. Sebuah sentuhan kulit pertama kali setelah lima tahun perpisahan keduanya. Arya tahu ia kalah! Sentuhan itu mampu menyulut kenangan yang tak pernah mampu ia ikhlaskan. "Aku mohon untuk tetap seperti ini."

Arya tahu permohonannya saat ini terdengar egois. Dulu, dia yang meninggalkan wanita itu tanpa penjelasan. Dulu, dia yang mengabaikan permohonan Puspa untuk tetap tinggal.

"Bapak sangat paham semua ini adalah kesalahan."

Arya tak mendengar! Dengan hati-hati, laki-laki itu tetap melanjutkan niatnya meletakan kepalanya di tangan Puspa yang menggantung. Mencoba membagi gundah yang selama ini ia rasakan seorang diri. Meskipun Arya tahu, Puspa tidak akan memahami perasaannya.

"Tidak ada yang salah jika itu tentangmu, Bii. Tentang kita."

"Bapak sudah—menikah."

Sebuah fakta yang selalu membungkam sisi Arya yang tak pernah tersentuh siapapun. Fakta yang memaksa Arya melepaskan dengan mudah tautan jari Puspa saat wanita itu pergi.

***

Mobil Land Cruiser keluaran terbaru berhenti di sebuah rumah mewah kawasan Jakarta Barat. Seorang laki-laki berjas hitam elegan keluar dari dalamnya. Sesekali laki-laki itu melihat ke arah ponsel miliknya yang masih saja berdering selepas jam kerja, lalu kembali memasukannya ke dalam kantong ketika merasa panggilan itu tidak terlalu penting.

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Where stories live. Discover now