12.

9 3 9
                                    

Malam itu, seperti yang kukatakan sebelumnya, aku mengantar Janu, Rio, dan Meeta ke rumah Rio. Selanjutnya aku mengantar Nara ke aula kampus untuk ia berlatih teater.

Kalian masih bertanya tanya kenapa aku mau melakukan hal ini? Sama, aku juga. Entah apa yang merasuki diriku kala itu menawarkan untuk mengantar pulang pergi Nara latihan.

Tapi sungguh, ia sangat mirip dengan Venna. Entah ke berapa kalinya aku mengatakan hal ini tapi ini terlalu detail untuk disebut sebagai kebetulan belaka. Mulai dari wajahnya, tingkah lakunya, makanan favoritnya, semuanya sama. Semesta, skenariomu kali ini terlalu rumit untuk ku cerna.

"Nanti latihan sampai jam berapa?" tanya saat di mobil menuju kampus.

"Biasanya, sih, jam 10 an. Kakak beneran gak apa apa nungguin sampai jam segitu?"

"Tidak apa-apa. Toh saya sedang menjadi pengangguran sekarang"

Kami melanjutkan perjalan sampai akhirnya kami sudah di depan aula yang dituju. Aku ikut turun bersama dengan Nara, sekalian mencari angin sekitar gedung tersebut.

Hampir satu jam aku duduk di undakan tangga aula dan merasa sangat sangat bosan. Bagaimana tidak, aku hanya mengobrol dengan kucing kucing liar yang lewat di depanku.

Akhirnya aku memutuskan masuk ke dalam aula dan duduk di bangku paling atas. Ternyata sangat nyaman duduk di bangku ini, mengapa tidak daritadi aku kemari dan mengistirahatkan punggungku.

Kulihat tim teater Nara sedang berlatih dengan keras. Dengar dengar, pertunjukkannya kurang dari seminggu lagi, maka dari itu mereka terkadang berlatih hingga larut seperti saat ini.

Aku terus menonton adegan yang meeka ulang ulang selama beberapa saat untuk menyempurnakan serangkaian pementasan. Dan sampailah dimana adegan Nara dan pemeran utama lelakinya melakukan adegan berdua. Dan apa itu?? Mereka berciuman??!!

"Berani beraninya, masih juga cakepan gue" gumamku tanpa sadar yang lalu aku melotot mendengar perkataanku sendiri.

"Gak, gak. Lo gak cemburu kan, Dim" aku menampari pelan pipiku agar kembali tersadar.

Aku rasanya seperti kegerahan tiba tiba. Untungnya adegan tersebut tidak diulang ulang seperti adegan lainnya. Dan adegan tersebut menjadi penutup latihan mereka malam ini. Aku menghampiri Nara yang berkemas dengan barang barangnya.

"Loh? Kakak nungguin disini daritadi?"

"Iya, kenapa?" jawabku dengan datar. "Seru ya adegan terakhir tadi" lanjutku dengan wajah sedikit masam.

"Udah sering kali, kak" aku melotot dengan jawaban santai Nara.

"Wush, buset, biasa aja dong, kak. Kalem, kalem" ia berusaha menenangkanku dengan perkataannya, namun bagaimana bisa aku terbujuk begitu cepat. "Tenang itu ketutup jempol gue, kok. Jadi gak nempel langsung"

Aku tetap memasang wajah masamku sambil membawakan barang barang Nara dengan spontan. Aku berjalan diikuti langkah gadis yang lebih kecil itu dari belakangku.

Aku langsung mengantar gadis di sebelahku ini ke kostnya yang ternyata jaraknya sangat dekat dengan kampus, mungkin hanya perlu waktu 10 menit dengan motor. Aku tidak menanyakan mengapa ia memilih hidup sendirian di kost padahal rumahnya yang sekarang sudah melebihi kata 'megah'.

"Makasih, ya, kak. Hari ini udah nemenin sampai seharian penuh" ucapnya sambil bersiap turun dari mobil.

"Ah, hampir lupa. Ini tiket nonton pertunjukan gue tadi, gue dapet banyak tiket tapi bingung mau kasih ke siapa" sambungnya sambil memberikan satu lembar bertuliskan 'freepass' di atasnya.

HELIOPHILIA | Doyoung x Sejeong Where stories live. Discover now