21. Sakit tak berdarah

58 3 0
                                    

Kenapa semesta seolah mempermainkan perasaan ini? Padahal sudah jelas, aku mencintainya tanpa batas, tanpa paksaan dan tanpa alasan.

________________🌻🌻🌻____________

Malam ini, Rey kedatangan tamu yang tak diundang, apalagi sampai masuk ke dalam rumah. Namun tamu itu memang tak tau diri, mereka malah mengambil makanan yang ada didapur lalu menyantapnya dengan tanpa dosa.

"Ngapain?" tanya Rey dingin.

Tiga orang sahabat Rey mendengus, masa main bentar gak boleh?

"Numpang doang, Rey." kata Iqbal sembari membuka kulkas besar di depannya.

"Numpang makan." ralat Rey membuat ketiganya tertawa.

"Betul sekali anda. Lumayan kan dari pada isi kulkas lo basi. Mubazir ngerti." kata Dino santai seraya memakan cemilannya.

"Rumah lo gede tapi tetep aja kayak kuburan. Saran gue sih, mending dibikin tempat penampungan." ucap Doni tanpa dosa.

Rey memutar bola matanya malas, "Besok sekolah, pulang sana." usir Rey
ketus.

Dino berdecak, "Ngusirnya pake kode bisa gak sih? Kalo gini sakit hati dedek, Bang!" ucapnya dengan alay.

"Justru itu Rey, sebagai sahabat lo yang paling pengertian, kita tuh mau nemenin lo dari kesepian." ucap Iqbal santai, tangannya mengambil teko lalu menuangkan isinya ke dalam gelas.

"Pengertian tapi ngabisin makanan." decak Rey malas.

"Kan udah dibilang, dari pada dimakan setan gara-gara mubazir, mending dimakan kita. Dapet pahala." Doni mengambil apel dimeja makan lalu memakannya dengan gemas.

"Pulang sana." usir Rey terang-terangan.

Iqbal mengelus dadanya sabar, "Belum sejam loh ini, masa langsung didepak? Apa kata Bapak?"

"Iya nih, lagian kita tuh mau main. Boring dirumah mulu, nongkrong kuy sekali-kali. Masa lo gak bosen sih dirumah kayak kuburan ini." sahut Doni turut prihatin dengan nasib sahabatnya.

Rey memutar bola matanya malas, "Seenggaknya disini buat gue nyaman,"

Ketiga cowok disana saling menatap, lalu menyengir lebar.

"Kalo si geulis gimana?" ucap Doni tersenyum menggoda.

Rey menaikkan sebelah aslinya tak mengerti, membuat Doni menghela nafasnya sabar.

"Si cantik Key ah. Masa gak ngerti. Gimana? Dia juga buat nyaman kan?"

Rey mendengus, "Bawel iya."

Ketiganya kompak tertawa, membuat Rey berdecak lalu melangkahkan kakinya menuju tangga ke atas.

"Eh balok es, mau kemana?" seru Doni saat cowok itu perlahan menjauh.

"Kuburan."

Ketiganya saling menatap lalu tertawa bersama. Setelah berhenti tertawa, Dino membuka kulkas, diikuti Doni dan Iqbal yang mengambil makanan apa saja, sekiranya bisa membuat perut mereka kenyang.

"Asik, enak ya punya temen tapi punya segudang asupan."

"Definisi rumah milik sendiri. Betah gue disini."

"Jadi pengen numpang hidup disini aja, biar hidup kayak raja, haha..."

Ketiganya tertawa kembali, lalu ikut menyusul Rey seraya membawa berbagai makanan. Kemana lagi kalo gak ke kuburan eh kamar maksudnya.

Rey yang berada dikamarnya sedikit terlonjak, ketika pintu kamarnya tiba-tiba terbuka lebar dengan suara yang sedikit memekik telinganya.

"Rusak, ginjal kalian jaminannya." ketus Rey menatap mereka tajam.

Open LoveWhere stories live. Discover now