Bom Atom

0 0 0
                                    

Jihan keluar dari kamar hotel setelah melayani client Jungkook. Untung saja rekan bisnis yang satu ini mudah diajak negosiasi. Jihan tidak perlu bersusah payah melayaninya. Karena rupanya ia lebih tertarik dengan anak-anaknya yang masih muda.

Beberapa client Jungkook memang secara khusus meminta Jihan menemani mereka. Karena parasnya yang cantik dan pengalamannya bisa dianggap termasuk papan atas. Ia hanya melayani orang tertentu, yang diminta Jungkook tentunya. Terutama client baru, untuk melancarkan bisnisnya. Biasanya client baru tidak akan terlalu ngotot bersama Jihan, karena belum terlalu kenal, mereka akan mudah di bujuk untuk di temani daun-daun muda. Justru yang selalu mengganggu Jihan adalah teman-teman Jungkook yang sudah tahu bahwa Jihan special bagi Jungkook. Dengan mendapatkan Jihan, mereka seakan mampu melukai ego Jungkook.

Jihan melangkah kan kakinya hendak memasuki lift yang terbuka. Namun tubuhnya seakan membatu ketika melihat sosok yang kini berdiri tak jauh di depannya. Laki-laki itu juga mematung. Tatapan mata mereka bertemu untuk sepersekian detik.

Pintu lift sudah akan tertutup lagi, namun dengan sigap laki-laki itu menekan tombol lift untuk menahan pintu.

Seketika Jihan tersadar, akan lebih canggung lagi kalau ia tiba-tiba kabur menghindar. Jadi ia putuskan memasuki lift itu. Hanya berdua. Hanya mereka penghuni lift itu.

"Lama tidak ketemu" Sapa Taehyung. Ia mencoba menghapus kecanggungan ini dengan senyum khasnya. Senyum yang sangat Jihan rindukan.

Jihan membalas dengan senyuman ramah "Kapan Oppa kembali?"

"Aku baru di pindah tugaskan dua bulan yang lalu." Jawab Taehyung. "Bagaimana kabarmu?" Taehyung menatap lekat wanita di sampingnya itu. 13 tahun tidak bertemu. Gadis kecilnya kini menjelma bak dewi yang mampu membius laki-laki yang melihatnya. Wajahnya yang lugu kini terlihat lebih dewasa, apalagi dengan make up tegas yang melapisi wajahnya. Ingin sekali Taehyung memeluknya, tapi waktu yang telah berlalu memberi jarak diantara mereka.

"Aku baik-baik saja." Jihan mengerutkan mantelnya, menutupi gaun minim yang kini ia pakai. Ia tidak menyangka harus bertemu laki-laki itu dengan kondisi seperti ini.

"Syukurlah." Jawab Taehyung.

Hening kembali.

"Mau mampir minum kopi sebentar?" Tawar Taehyung kemudian.

Jihan mengangguk, menyanggupi. Mereka pun mampir di coffee shop dekat hotel. Dalam perjalanan kesana dengan jalan kaki, mereka menuntaskan obrolan basa-basi seperti, kerja apa, masih suka makan ini atau tidak, dll.

Barulah di obrolan serius terbahas ketika mereka sudah duduk manis di meja bagian pojok ruangan.

"Kau masih bertemu dengan Jungkook?" Tanya Taehyung akhirnya.

Jihan sudah menahan diri tidak membahas Jungkook karena takut akan membuat suasana jadi aneh. Tapi Taehyung sendiri yang memancingnya. Mendengar pertanyaannya barusan, bisa disimpulkan kakak beradik ini benar-benar putus kontak dan saling tidak peduli satu sama lain.

Ada perasaan kecewa ketika ia tau Taehyung tidak mengetahui apa yang ia dan Jungkook lewati selama ini. Tapi kemudian Jihan sadar, bukankah itu niat Jihan, membiarkan Taehyung bahagia dengan pilihannya dan ia sendiri memilih bertahan penuh luka bersama Jungkook.

Jihan mengangguk.

"Bagaimana kabarnya? "

"Dia baik." Jawab Jihan singkat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Tidak ada hal baik yang bisa ia ceritakan tentang ia dan Jungkook. Memuji laki-laki itu juga akan membuat dirinya seperti seorang munafik.

Taehyung tersenyum tipis. "Dia sama seperti ayah, aku tahu dia akan sukses karena ambisinya sangat besar."

"Oppa mau betemu dia?" Tawar Jihan. Sekarang mereka sudah tinggal dalam satu kota. Cepat atau lambat pasti akan bertemu juga. Meski Jihan juga tidak tau, pertemuan mereka akan seperti apa nantinya.

ALL AT SEA | SHORTWhere stories live. Discover now