Janendra Dwiki Dharmawan

4.3K 706 35
                                    

Kata bunda Janendra adalah kebahagiaan terbesar yang Tuhan beri bagi bunda dan ayah. Anugerah paling indah yang bisa dibayangkan.

Penantian mereka selama bertahun-tahun rasanya terbayar lunas saat tangis Jani menggema pertama kali. Bunda masih begitu ingat saat ayah menangis keras bersahutan dengan tangis bayi Jani.

Rasanya begitu membahagiakan. Semua hal menyakitkan yang sudah dilalui untuk mendapat Jani rasanya tak ada apa-apanya.

Dengan kebahagiaan membuncah lantas ayah menamakan bayi mungil itu Janendra. Sebuah nama yang melambangkan laki-laki tangguh, pantang menyerah, dan bertanggung jawab. Harap-harap kelak putranya akan dapat mengamalkan nama yang dia sematkan.

Lalu bunda yang murah hati membubuhkan Dharmawan dalam namanya. Dengan harapan sama baiknya. Semoga kelak putranya akan mempunyai hati yang lapang untuk berbagi, ringan tangan untuk membantu orang lain.

Jani, harapan ayah dan bunda.

🦄🦄🦄

"Kakak suka ini?? Jani juga!!"

Sedari dulu Jani hanya tau bahwa dia harus melakukan sesuatu sama dengan yang kakaknya lakukan.

Jika Mahen menyukai robot maka dia juga. Jika Mahen suka pesawat terbang mana Jani juga sama.

"Kakak mau main ini?? Jani juga mau main ini!!"

Seperti itu yang Jani mengerti.

Langkahnya selalu di belakang kakaknya. Mengikuti setiap hal yang dilakukan Mahen tanpa bertanya.

Setidaknya sampai usia Jani enam tahun.

Karena setelah Jani mulai bersekolah dan mengenal lebih banyak orang. Jani mengerti, tak selamanya langkahnya harus seiringan dengan langkah kakaknya.

Setiap langkah yang dia ambil kini tak lagi harus sama dengan sang kakak. Jani juga punya pilihan sendiri.

Jani, tujuh tahun sudah berjalan dengan kakinya sendiri.

🦄🦄🦄

Jika Mahen adalah anak kebanggaan ayah maka Jani adalah kesayangan bunda. Tak pernah sekali pun Jani mendapat penolakan dari bunda atas pintanya. Seolah dia adalah penguasa yang sesungguhnya.

Jani kira itu wajar adanya karena dia adalah seorang bungsu. Pikirnya pasti bungsu akan lebih dekat dengan ibunya dari pada ayahnya.

"Bunda boleh??"

Bunda tersenyum mengangguk dan membiarkan Jani berlari bergabung dengan anak-anak lainnya.

Mulai melangkah menjauh dan mengeksplorasi dunia tanpa harus menggenggam tangan sosok yang lebih tua.

Jani memutuskan untuk mulai terbang menjauh dari sangkar indahnya.

🦄🦄🦄

Jani tidak terlalu ingat kapan mulanya ayah dan bunda mulai berdebat tengah malam.

Apakah sejak dia terbangun karena haus atau memang sudah dari dulu??

Jani tidak tau. Yang dia lakukan adalah duduk di atas ranjangnya dengan tangan memeluk lututnya. Mendengarkan dengan seksama suara bunda yang melengking tinggi.

Plak!

Suara tamparan membuatnya tersentak. Tapi tak membuatnya mampu beranjak mendekat.

Takut. Jani ketakutan saat suara isakan mulai terdengar.

"Ayo berpisah!"

Jani tidak tau artinya. Tapi dia tau itu bukan sesuatu yang bagus.

🦄🦄🦄

Bad Mad ✓Where stories live. Discover now