Permulaan

5 0 0
                                    

Siang hari yang cerah, sebuah Mobil sedan berwarna hitam baru saja memasuki area pekarangan rumah bergaya klasik nan megah. Dari dalam mobil keluar seorang pria paruh baya yang dibaluti setelan jas hitam mewah, wajahnya yang berperawakan tegas membuatnya jelas terlihat elegan.

Pria itu kemudian berjalan masuk ke dalam rumah, sampai selang beberapa saat kemudian dua anak laki laki dan perempuan yang kira - kira berumur lima belas tahun keluar dari mobil yang sama. Mereka berdiri berdekatan dengan tatapan yang kesana - kemari melihat sekeliling rumah, anak perempuan kemudian menoleh ke arah anak laki - laki sambil tersenyum sebelum akhirnya lari menuju ke taman yang ada disamping rumah.
Anak laki - laki tadi hanya tersenyum sambil melihat kepergian si anak perempuan, lalu berjalan santai mengikutinya. Sesampainya di taman itu, anak laki - laki itu melihat anak perempuan tadi sedang berjongkok di depan sebuah bunga mawar merah indah yang ditanam didalam sebuah pot.

"Yangyang! Lihat! Rose sudah besar!" Ucap anak perempuan itu girang pada anak laki - laki yang ternyata bernama Yangyang itu.

"Bibi Merry pasti merawatnya dengan baik," Jawab Yangyang sambil mengelus rambut pendek hitam lurus milik anak perempuan itu.

"Oh ya, Yuan gimana kalo kita ke jembatan?" Tanya Yangyang kemudian.

"Emangnya papa gak marah?" Wajah Yuan tampak sedikit takut.

"Tenang aja... Kalo sama aku pasti aman," Jawab Yangyang sambil tersenyum, mendengar hal itu Yuan pun ikut tersenyum.

"Ayo!" Seru Yuan bersemangat.

Mereka berdua kamudian pergi dengan sebuah sepeda ungu yang tampak sudah lama tak terpakai, mereka keluar dari gerbang dan menyusuri jalanan yang sekelilingnya dipenuhi oleh padang rumput luas. Angin berhembus kencang meniup rambut mereka berdua, Yuan yang duduk di belakang memejamkan matanya sambil melentangkan tangan kanannya menikmati angin sedangkan tangan kirinya berpegangan pada tubuh Yangyang.

    Yangyang terus mengayuh sepedanya hingga tak terasa mereka mulai masuk ke area hutan yang lebat.
"Hampir sampai...." Ucap Yangyang senang. Tak lama kemudian mereka pun akhirnya sampai di sebuah jembatan kayu yang melengkung menyebrangi sungai kecil dengan air jernih yang mengalir tenang, begitu Yangyang berhenti Yuan langsung turun dari sepedanya dan berlari ke sungai itu.

"Wahhh ikannya banyak!" Seru Yuan sambil menunjuk ikan yang berenang di dalam air sungai itu, Yangyang yang sudah selesai memarkirkan sepedanya kemudian berjalan mendekati Yuan dan ikut melihat sungai itu.

"Ada katak juga!" Seru Yangyang sambil menunjuk beberapa katak yang melompat di atas batu di pinggir sungai itu.

"Jadi gak mau pulang," Ucap Yuan sambil meletakkan dagunya di atas kedua tangannya yang dilipat di atas kayu jembatan itu, dan tanpa sadar Yangyang pun mengikuti. Mata keduanya perlahan terpejam, angin sejuk terus berhembus lembut.

"Andai sekarang mama masih ada," ucapan itu tiba - tiba keluar dari mulut Yangyang.

"Setidaknya sekarang mama udah gak sakit lagi," Jawab Yuan sambil membuka matanya, menatap air yang mengalir didepannya.
Yangyang mengangguk kemudian menoleh ke arah Yuan.
"Dan untungnya aku masih punya kamu," Ucap Yangyang sambil tersenyum yang membuat Yuan menoleh sambil mengangkat kedua alisnya, dan entah mengapa senyum Yangyang menular pada Yuan.

        Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat hingga tak terasa warna langit mulai berubah jingga yang menandakan bahwa matahari sebentar lagi tenggelam.

"Ayo pulang," Ucap Yangyang sambil naik ke sepadanya, Yuan mengangguk lalu ikut naik ke atas sepeda sampai dan akhirnya pulang.

                          °.     °.     °.

         Malamnya mereka bertiga duduk di kursi meja makan menikmati sup ikan buatan bibi Merry. Sunyi tak ada yang berbicara sepatah katapun, semua sibuk dengan makanan masing - masing sampai akhirnya Ayah pun memulai pembicaraan.

"Tidak terasa kalian berdua udah gede ya," Ucap Papa pelan yang membuat Yangyang dan Yuan mengangkat kepala dan menoleh kearah Ayahnya.

"Papa sama sekali tidak pandai berbasa - basi. Papa seperti om Jay yang udah berbulan - bulan gak ketemu kita," Ucap Yangyang dengan tatapan malasnya. Mendengar hal itu Papa hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan.

"Oh ya, Yuan. Nanti kalau udah masuk sekolah menengah atas kamu harus tetap ikut olimpiade matematika ya, jaga terus gelar kamu!" Papa mengalih pembicaraan.

Mendengar hal itu Yuan hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Buat apa papa suruh - suruh Yuan? Kalo di hari kemenangan Yuan aja Papa gak datang, bahkan ngucapin selamat pada Yuan pun seminggu - dua minggu setelahnya," Sahut Yangyang dengan tatapan sinisnya pada Ayahnya.

"Jangan gitu kak..." Sahut Yuan pelan sambil menoleh ke arah Yangyang.

"Gak papa, kenyataannya kan memang kayak gitu," Ucap Yangyang masih dengan tatapan sinis pada Ayahnya.

BRAKK!!!

Ayah tiba - tiba memukul meja dengan dua kepalan tangannya yang membuat Yuan kaget bukan main.

"Yangyang, Papa udah putuskan untuk mengirim kamu sekolah ke Jerman!" Ucap Papa yang sontak membuat Yangyang membelalakan matanya tak percaya.

     "A - apa? Aku sendiri?" Yangyang menunjuk dirinya sendiri.

"Iya," Papa mengangguk pasti.

"Gak! Aku gak mau! Pokoknya aku gak mau beda sekolah sama Yuan" Bantah Yangyang.

"Makanya perbaiki sikapmu! Bagaimana bisa kamu bolos sekolah selama satu bulan hah?!"

Mendengar hal itu Yangyang hanya tersenyum miring. "Papa mau tau apa alasan aku bolos waktu itu?" Suara Yangyang terdengar pelan namun tajam.

"Aku bolos karena menemani mama dirumah sakit! Yuan tau kok, dia juga sebenarnya mau ikut cuman dia waktu itu harus siapin diri buat Ujian dan menjaga rangkingnya biar bisa banggain papa! Tapi apa yang papa lakukan? Papa sama sekali gak ngehargai hasil kerja keras dia! Papa gak ada di saat mama sakit, bahkan dihari terakhir mama hidup pun papa gak ada! Apa seperti itu yang disebut dengan seorang Ayah?!" Yangyang sudah benar - benar muak, kemarahan pada Ayahnya yang selama ini ia pendam akhirnya  berani ia tumpahkan. Semua seketika diam, tatapan Ayah yang semula tajam kini perlahan sendu sedangkan Yuan hanya menunduk dalam - dalam.

Brak!
Yangyang berdiri dengan kasar lalu pergi meninggalkan meja itu, Yuan masih menunduk dalam - dalam sampai beberapa saat kemudian ia pun perlahan bangkit dari duduknya dan pergi juga dari meja itu. Melihat hal itu Ayah hanya bisa memijit pangkal hidungnya sambil menggeleng pelan.

        Yuan berjalan hendak menuju kelantai Dua tempat kamarnya berada, namun saat ia mengangkat kepalanya ia melihat Yangyang yang duduk di anak tangga paling atas dengan dagu dan kedua tangan yang dilipat diatas lututnya.
Yuan menaiki anak tangga dan menghampiri Yangyang, tatapan kedunya saling bertemu.
"Yuan juga gak mau kak Yangyang pergi," cicit Yuan dengan suara yang amat pelan hampir tak terdengar. Mendengar hal itu Yangyang lantas tersenyum kemudian menarik lengan Yuan untuk duduk disamping nya, Yuan menurut.

"Apapun yang terjadi gak akan ada yang bisa misahin kita, janji!" Tangan kanan Yangyang merangkul Yuan sedangkan tangan kirinya mengulurkan jari kelingkingnya. Yuan tersenyum lebar lalu mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Yangyang.

"Ayo ke kamar," Ucap Yangyang setelah mereka melepas tautan jari mereka sebelum akhirnya bangkit dari duduknya, Yuan mengangguk lalu ikut bangkit dari duduknya. Mereka berdua kemudian berjalan menuju ke kamar masing - masing  yang kebetulan bersebalahan.






Uhuuu aku bikin cerita lagi!!!!

Semoga saja bisa menghibur para masyarakat sekalian ya!
Ini bakal update seminggu sekali setiap minggu!
Tunggu kelanjutan nya yah!😘😆😆

We Forever || Liu Yangyang✓Where stories live. Discover now