HER SECRET ADMIRER

34 5 0
                                    


Pernahkah kalian diam-diam mengagumi seseorang yang tidak seharusnya kalian kagumi? Gue pernah. Dan bahkan saat ini, gue tengah memerhatikan orang yang tidak seharusnya itu.

Ya, orang yang tidak seharusnya. Seorang gadis yang sudah jelas menjadi milik orang lain. Milik Artha, sang ketua OSIS, yang begitu luwes bergaul dan merupakan pribadi yang sangat menyenangkan di mata seluruh penghuni sekolah.

Gadis itu bukanlah seorang jenius di angkatan kami. Bukan pula seorang gadis populer yang pandai bergaul dengan banyak orang. Dia hanyalah seorang gadis biasa yang gemar menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk bercengkrama dengan setumpuk buku. Gadis yang mempunyai kemampuan verbal yang sangat payah. Sama halnya dengan gue.

Namanya Svaravati. Namun anak-anak biasa menyapanya Ara. Entah sejak kapan gue mulai memerhatikannya diam-diam. Rasanya sudah lama sekali. Mungkin sudah sejak kami masih sama-sama menjalani masa orientasi, saat di mana dia belum menjadi milik siapapun.

Gue selalu menikmati saat di mana gue dapat mengagumi sosoknya diam-diam. Seperti saat ini. Gadis itu tengah sibuk menenggelamkan diri dalam sebuah buku yang terbuka di hadapannya. Sementara gue sibuk menikmati sosoknya dari sebuah bangku yang terletak di sudut perpustakaan. Sebuah buku bertema sci-fi terbuka di hadapan gue. Buku yang selama seminggu ini belum habis gue baca lantaran gue lebih sering mengalihkan perhatian gue pada gadis bertubuh mungil itu tiap kali kami sama-sama berada di perpustakaan sekolah.

Gue melirik jam yang melilit pergelangan tangan gue sekilas. Pukul 11:35.

Hah, waktu gue untuk mengaguminya dalam diam seperti ini akan segera habis. Sebentar lagi Artha pasti akan menghampirinya untuk mengajak Ara makan siang di kantin sekolah. Ya, sebentar lagi. Sebentar lagi Ara akan beranjak dari bangkunya. Dan Artha, si Karismatik yang Beruntung itu akan tersenyum dan mengacak rambut Ara sekilas, sebelum mereka berlalu dari perpustakaan.

Ara. Artha. Lihat kan? Bahkan nama panggilan mereka saja hampir serupa. Apa artinya mereka memang ditakdirkan untuk satu sama lain?

Ah, andai saja gue yang berada dalam posisi Artha.

“Masih betah jadi pemuja rahasia aja lo?”

Pertanyaan Elang seketika membuat perhatian gue pada gadis bertubuh mungil itu teralih.

Saat ini gue tengah berada di kantin. Ya, tidak lama setelah Ara meninggalkan perpustakaan bersama pacarnya, gue memutuskan untuk menuju tempat yang sama. Dengan begitu, gue tetap bisa melihat sosok gadis mungil itu, meski dalam diam seperti yang sudah-sudah.

Am I torturing myself? Or am I trying to console myself? Entahlah.

Perhatian gue terus tertuju pada Ara yang juga tengah berada di kantin dengan Artha beserta anak-anak OSIS lainnya, sebelum Elang datang dan membuyarkan segalanya.

“Melek, Ge! Udah jadi punya orang lain tuh dia!”

“Siapa maksud lo?” tanya gue.

“Ara. Lo pikir gue buta? Mata lo itu selalu mengarah ke dia, nggak peduli lagi ada Herder-nya atau nggak,” tukas Elang.

Gue hanya terdiam. Walaupun terkadang kelewat sok tahu, namun kalimat yang baru saja Elang lontarkan benar adanya. Gue memang tidak pernah bisa mengalihkan pandangan gue dari Ara tiap kali dia berada di sekitar gue, tanpa peduli apakah ada Artha di dekatnya atau tidak.

“Harusnya kalo suka itu bilang. Jangan diem aja kayak orang gagu,” ujar Elang seraya memasukkan sesendok sambal ke mangkuk baksonya yang masih mengepul.

“Mengagumi dia dari jauh aja rasanya udah cukup buat gue, Lang,” sahut gue.

Elang mencibir. “Basi!”

HER SECRET ADMIRERWhere stories live. Discover now