Prolog

225 34 1
                                    

Perempuan itu menunduk, menatap ujung flat shoes hitamnya yang kontras dengan warna lantai marmer sebuah Cafe di pusat kota Manhattan, NYC.

Setelah menghitung sampai lima puluh, ia mengulangi kegiatan mengetukkan kakinya di lantai. Satu kali. Dua kali. Dan mulai kembali berhitung.

Lalu ia mendongak saat suara angin dari jendela kaca yang terbuka terdengar berisik. Fokusnya kini terbagi antara daun-daun yang mulai gugur juga susunan ukiran kayu di jendela yang menambah kesan vintage di sana.
.
Krettt
.
Ia tidak perlu langsung menoleh untuk menyadari suara itu berasal dari kursi besi yang di tarik tepat di seberang mejanya. Mula-mula ia memejamkan mata, mengatur napas, dan menyisir ujung rambutnya dengan jari.

"Nona Clark."

Seseorang menyebut nama belakangnya. Ia menoleh, memasang senyum terbaik demi menjaga kesopanan di pertemuan pertama. Namun saat matanya menangkap sosok itu, senyumnya seketika pudar.

"Shea?" Panggil pria yang kini sudah mengambil tempat duduk di seberangnya. "Ternyata benar."

Pria itu menunduk, menyembunyikan senyum seperti yang dulu selalu di lakukannya.

Lalu suara angin di gantikan dengan barisan hujan yang terdengar nyaring memukul-mukul jendela kaca. Ia melihat titik-titik air yang mengaburkan jarak pandang, refleks dengan tangan yang menyilang untuk memeluk diri sendiri.

"Masih benci hujan?"

Ia mengalihkan tatapnya mendengar pertanyaan itu, membuat tatapan mereka bertemu. Satu demi satu memori akan masa lalu menghambur di kepala. Memori bersama pria itu, Remy Damian, yang mendadak membuat perutnya mulas.

***

The Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang