2 | in my life

343 64 8
                                    

"Jihoon, mau ikut jalan-jalan enggak? Ini si kak Hyunsuk bakalan ngajakin kita. Tidak di pungut biaya seperak pun, kayaknya bagus kalo kau juga ikut. Jangan jadi kutu buku sesekali aja sih ngeluangin waktu buat healing," ucap Junkyu saat anak itu berada di kamar Jihoon.

Sebenarnya sudah berkali-kali Junkyu mengatakan hal yang sama. Tapi, tidak ada satupun yang Jihoon tanggapin. Bahkan hanya sekedar menjawabnya sebagai penolakan, Jihoon benar-benar fokus pada tumpukan buku-buku nya saja. Wajar jika Junkyu mengatakannya seperti itu, memang kutu buku sekali.

Niatnya dia datang ke sini juga untuk membahas beberapa hal tentang liburannya, meskipun akan sama dengan pernyataan sebelumnya. Junkyu itu mana peduli,  tetap saja dia tak bosen untuk datang dan menanyakan apakah Jihoon akan ikut bersamanya? Dia kasihan pada si kutu buku yang apa-apa mesti nilai di utamakan.

Padahal nilai bukan penentu utama untuk merasakan kebahagiaan. Hal seperti itu, tidak sepenuhnya penting. Jihoon tidak pernah terlihat santai sama sekali.

"Gimana Hoon?" Junkyu bertanya lagi, dia juga kesal di buatnya. Karena Jihoon tidak menanggapi perkataanya sama sekali.

Karena tidak mendapatkan jawaban Junkyu sudah semestinya bertanya lagi, memang benar dia terlalu banyak tanya. Mulutnya juga tidak bisa berhenti mengoceh. Apalagi jika Jihoon belum memberikan jawaban, Junkyu mana bosan untuk terus bertanya. Sampai dia mendapatkan jawabannya.

"Gak bisa Kyu, peringkat aku turun dratis banget jadi aku harus belajar. Kalo kau mau jalan-jalan ya gak papa, aku sibuk beneren untuk sekarang," balas Jihoon, sebenarnya bukan itu yang ingin dikatakannya. Dia terpaksa saja, karena Jihoon tidak bisa mengatakan apapun yang di inginkanya.

Sebenarnya dia juga malas terus-terusan menjadi kutu buku, otaknya lelah jika terus menyimpan beberapa pengetahuan. Dia butuh istirahat, dan tempat terbaik untuk healing, tapi hal semacam itu tidak diperkenankan untuknya.

Jihoon seakan-akan sedang dijadikan robot, tidak diperbolehkan beristirahat walaupun hanya untuk sebenar. Dia benar-benar menikmati semuanya dengan terpaksa, bukan bersungguh-sungguh menerimanya.

Meminta pada orangtuanya sama saja mencari masalah. Jihoon tidak berkeinginan untuk berdebat dengan orangtuanya. Lagian, dia memang tidak menguntungkan. Itu sebabnya, kenapa Jihoon berusaha untuk menjadi berguna.

"Tapi kau gak pernah jalan-jalan, Hoon. Hidupmu cuma buat belajar jadi kayak gak punya kenangan masa remaja."

Junkyu benar, namun berkali-kali Jihoon akui dia berbeda. Mau bagaimana lagi, jika dia menentangnya maka dia sama saja mencari masalah. Jihoon tidak bisa bebas, dia hanya terpaksa untuk waktu yang lama.

"Hoon ayolah sesekali gak ada salahnya lho," bujuk Junkyu, dia benar-benar pantang menyerah sekali. Padahal di berkali-kali di tolak oleh Jihoon.

"Katamu gak ada masalah? Bagiku masalah besar. Udah sana pulang nikmati liburannya," sahut Jihoon menunjuk pintu kamarnya guna mempersilahkan Junkyu keluar.

Merasa di usir Junkyu tidak langsung menyimpulkan kehadirannya mengganggu Jihoon, niatnya juga baik. Tidak semestinya hidup Park Jihoon penuh akan nolepnya terhadap dunia luar, dia harus punya beberapa ketenangan. Apalagi untuk bersenang-senang, dunia luar juga tidak sepenuhnya tentang hal-hal buruk. Tergantung akan pergaulannya saja, Junkyu juga tidak mungkin membawa Jihoon ke tempat yang akan membuatnya kehilangan kendali.

"Sekali ini aja."

Karena terus dibujuk dan kebetulan sekali orangtuanya tidak ada di rumah, mereka pergi untuk melihat olimpiade matematika Junghwan. Memang kesempatan terbaik, dan kesempatan tidak datang dua kali.

Mungkin dia akan mendapatkan masalah besar, tapi untuk saat ini keadaannya sudah berbeda. Orangtuanya tidak ada di rumah, jadi dia bisa bebas sekali saja. Setidaknya dia bisa merasakan setenang apa, berada di luar sana.

ʜᴀᴛᴇ ʜᴏᴘᴇ ᴀɴᴅ sᴀᴅ ᴇɴᴅɪɴɢ[✓] 𝙍𝙚𝙫𝙞𝙨𝙞Where stories live. Discover now