BAB IX

117 6 16
                                    

"JANGAN MEMBUAT JANJI JIKA TAK PASTI AKAN MENEPATI. CUKUP LAKUKAN YANG TERBAIK."

***

Lana duduk di kursi penumpang pesawat sambil memandang ke luar jendela yang menampilkan langit. Pesawatnya baru saja take off, itu berarti beberapa saat lagi Ia akan bertemu dengan Barra.

Satu Minggu tak melihat senyum Barra ternyata sungguh menyiksa bagi seorang Alana Azalea. Meskipun, lelaki itu rutin mengirimkan pesan berisi ucapan semangat untuk Lana.

Semangat, Lan! Bentar lagi kita ketemu, kok!

Ntar gue sama Juan yang jemput Lo!

Lana dapat mengingat jelas rentetan kalimat pesan yang dikirimkan Barra kemarin pagi. Setelahnya, Barra tak lagi mengirimkan pesan apapun. Mungkin, Barra sedang sibuk.

Entah mengapa, air mata Lana turun begitu saja. Lana tak tahu pasti mengapa Ia menangis. Yang jelas perasaan Lana tak enak. Tapi Lana tak mengerti apa yang membuatnya merasa tak enak. Lana buru-buru menghapus air matanya. Berharap perasaan tak enaknya hilang setelah nanti Ia dapat memeluk Barra.

***

Lana berjalan menuju ruang tunggu di bandara. Netranya mengedar mencari sosok yang ia harapkan hadir. Gadis itu tersenyum ketika mendapati sosok Juan yang menantinya dengan senyuman tipis. Lana segera berlari menghampiri Juan dan memeluk temannya.

"Akhirnya kita ketemu lagi, Juanda!"

"Lana, nama gue Juandra! Pake R." koreksi Juan sambil membalas pelukan Lana. Lana kemudian mengurai pelukannya. Gadis itu celingukan mencari seseorang membuat Juan yang ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa karena ada sesuatu yang mencekat di tenggorokannya.

"Barra mana, Juan? Lagi di toilet, ya?" tanya Lana penuh harap.

"Barra minta maaf, Lan. Dia nggak bisa jemput Lo hari ini," jelas Juan hati-hati. Lana mengernyit heran. Barra tak mungkin ingkar janji, kan?

"Kenapa Juan?"

"Tadi pagi, Barra drop lagi dan kondisinya sekarang lagi gawat. Barra ada di rumah sakit sekarang," ucap Juan lirih.

Pantas saja, Barra tak mengirimkan pesan untuk Lana hari ini. Padahal Barra selalu rutin melakukannya. Pantas saja, perasaan Lana tak enak sejak tadi.

"Juan, ayo kita ke rumah sakit sekarang! Gue mau ketemu Barra," ajak Lana dengan suara bergetar. Juan hanya mengangguk mengiyakan.

***

Leon tak sanggup menahan air matanya melihat putra semata wayangnya kembali terbaring lemah di brankar rumah sakit. Tadi pagi, Barra mengeluh kesakitan sebelum akhirnya tak sadarkan diri sampai sekarang.

Revan sibuk menenangkan kakak iparnya yang sedari tadi tak berhenti terisak. Lea juga sama hancurnya. Lea sudah menganggap Barra putranya sendiri.

"Anak gue, Van!" isak Leon membuat Revan langsung memeluk sang kakak ipar.

"Bang, jangan kayak gini. Ntar kalo Mas Barra bangun dan liat Papa-nya kayak gini dia bakal sedih," bujuk Revan.

FABULA NOSTRA (✔) Where stories live. Discover now