13. Rival

1.3K 87 6
                                    

Membiarkan Elai untuk berjalan di depannya, Ares mengulum senyum seraya memuar-mutar kunci mobil di tangannya itu. Mengamati dan mengakui bagaimana kepangan seribu di rambut Elai membuat gadis itu terlihat manis. Bahkan tanpa melihat sekalipun, Ares seolah bisa membayangkan wajah Elai.

Kira-kira satu meter sebelum mereka mencapai lift, Ares mempercepat langkah kakinya. Mengulurkan tangannya, bertepatan dengan Elai yang juga mengangkat tangannya. Dua jari bersentuhan dalam tujuan akan menekan tombol lift.

Elai tergugu. Dahinya tampak berkerut dan refleks menoleh ke samping. Tatapannya beradu pada mata Ares yang berkilat-kilat. Di wajah tampan itu lantas tersungging satu senyuman. Tak mengatakan apa-apa, hanya menaikkan satu alisnya dengan penuh irama.

Mengerjapkan matanya, Elai menahan napas dan lantas menarik tangannya. Membiarkan Ares untuk mengambil alih tombol itu. Menekannya dan lantas mereka menunggu untuk beberapa saat.

Tak butuh waktu lama, pintu lift membuka. Ares menunggu hingga Elai masuk terlebih dahulu, barulah dirinya menyusul. Dan ketika pintu lift menutup, Ares menatap lurus pada pantulan samar dinding lift yang bewarna keperakan itu. Tampak Elai yang berulang kali menarik napas dalam-dalam. Kedua tangannya meremas tas tangannya.

Astaga, Lai ....

Jangan norak ah.

Kayak yang baru kali ini aja kamu ngeliat cowok.

Kembali menarik napas sedalam mungkin, Elai justru merasakan bagaimana udara di sekeliling dirinya terasa memanas.

Tapi, gimana aku nggak norak kalau dia dari kemaren kayak yang lagi ngegoda aku terus?

Mata Elai melirik. Melalui ekor matanya, berusaha untuk melihat pada Ares. Tapi, tak bisa. Hingga pada akhirnya, Elai kembali mengembuskan napas panjangnya dan berusaha untuk mengosongkan pikirannya dari hal-hal yang tak penting. Pisang, contohnya.

Sementara itu, di tempatnya berdiri, Ares justru dengan puas mengamati tingkah laku Elai. Dan hal itu ... jelas saja membuat Ares merasa geli. Hingga timbul niat usilnya untuk menggoda Elai.

"Ehm ...."

Deheman Ares membuat Elai tersentak. Refleks membuat ia menoleh ke belakang. Tatapan mereka bertemu dan Ares langsung mengambil kesempatan itu.

"Nona yakin kita harus ke supermarket sekarang?" tanya Ares seraya mengamati wajah Elai yang cantik. Tampak di kedua pipinya ada dua semburat bewarna merah muda.

Mata Elai mengerjap-ngerjap. Bingung. "I-iya," jawabnya terbata. "Emangnya kenapa?"

Tak langsung menjawab, Ares justru cenderung sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Elai. Sontak membuat gadis itu sedikit menarik diri.

"Alih-alih ke supermarket," kata Ares dengan penuh irama sementara matanya semakin lekat menatap Elai. "Saya pikir harusnya kita ke rumah sakit."

Dahi Elai berkerut. "Rumah sakit?" tanya gadis itu semakin bingung. "Siapa yang sakit? Kamu?"

"Kok saya sih yang sakit?" tanya balik Ares. "Bukannya Nona yang lagi sakit?"

"Eh?"

"Saya pikir Nona demam," kata Ares seraya mengangkat tangannya. Jari telunjuknya menunjuk pada pipi Elai. Dan wajahnya menampilkan ekspresi polos. "Soalnya pipi Nona dari tadi merah banget."

Oh-My-God!

Elai langsung melongo. Buru-buru langsung menarik diri dan mengalihkan wajahnya ke arah yang berlawanan.

"O-oh. Ng-ng-nggak kok," kata Elai terbata.

Ares beringsut sedikit. Berusaha melihat wajah Elai. "Nona demam deh kayaknya. Pipi Nona merah banget."

LOVEGUARD 🔞 "FIN"Where stories live. Discover now