39. Tak Terduga

805 63 0
                                    

"Gimana? Mau kan nikah dengan aku?"

"Ehm ... itu ...."

"Kenapa? Kamu butuh waktu buat mikir?"

"Aku ... aku ...."

"Aku maklum kalau kamu syok dengan semua ini. Jadi, kalau kamu emang butuh waktu, aku bakal nunggu."

"I-i-iya."

"Sekarang ... kamu mau ngapain? Kita---"

"Tidur. Boleh aku tidur?"

"Ti-ti-tidur?"

"Iya. Aku mau tidur."

Dan di saat itu, Elai mengerutkan dahinya. Rasa sakit mendadak menghampiri kepalanya ketika kesadarannya datang kembali bersama dengan bayangan menakutkan itu. Membuat ia tanpa sadar meringis seraya memejamkan matanya, merasa belum sanggup untuk membuka mata.

"Astaga, Tuhan," lirih Elai kemudian seraya memijat dahinya. "Kenapa bisa aku mimpi semenakutkan itu?"

Pelan-pelan, Elai lantas membuka matanya. Seraya mengambuskan napas panjang, ia berusaha menyesuaikan retina matanya dengan keadaan sekitarnya.

Pertama, adalah langit-langit kamarnya yang ia lihat. Mengerjapkan matanya sebanyak dua kali, lantas cewek itu mengerang seraya mengangkat kedua tangannya. Merenggangkan sejenak tubuhnya yang terasa kaku di beberapa tempat. Dan ketika itulah tanpa sadar pandangan turun. Melihat pada tepian bed cover yang menyelimuti tubuhnya hingga ke dada. Sesuatu membuat ia mengerutkan dahinya. Hingga satu tangannya beranjak. Menyentuh pada satu anak kancing yang keluar dari lubangnya.

Elai membeku. Mendadak saja rasa nyaman yang didapatkan lantaran baru bangun tidur, lenyap. Menguap seketika dalam hitungan detik yang teramat singkat. Lantas tergantikan oleh sensasi yang tak mampu ia ungkapkan dengan kata-kata.

"Ja-jangan bilang ...."

Bahkan saking kelunya lidah Elai, ditambah lagi dengan kengerian yang langsung memenuhi benaknya. Membuat ia mau tak mau, dengan tubuh gemetaran, pelan-pelan berpaling ke sebelah. Lantas, matanya terbelalak ketika melihat wajah itu.

"Pagi, Elai."

Horor, tapi Elai tetap bisa melirihkan nama itu. "Ma-Ma-Marcel?" Lalu matanya mengerjap. "A-atau ... Ares?"

Marcel, bertopang pada satu siku di wajahnya, dengan posisi berbaring menyamping itu, tersenyum pada sang gadis yang tampak syok. Memakluminya dengan lapang dada.

"Terserah kamu mau manggil apa. Aku tetap bakal nyahut."

Dan jawaban itu, jelas sekali membuat ekspresi horor di wajah Elai semakin menjadi-jadi. Maka ia pun buru-buru menutup mulutnya yang sontak menganga dengan kedua tangannya. Pemikiran menakutkan itu pun mendapat konfirmasinya.

Tadi, ketika Elai menanyakan dua pilihan nama itu, jelas sekali bermaksud untuk memancing. Mengira bahwa semua yang melintas di benaknya adalah mimpi. Ternyata ....

"I-i-itu ... bukan mimpi?"

Marcel tak menjawab, alih-alih hanya memulas satu senyuman yang membuat Elai merasakan tubuhnya dingin seketika. Dan ia layaknya manusia yang tak bisa bergerak, hanya bisa terdiam membeku dalam posisinya ketika Marcel beringsut. Menuju pada dirinya hingga membuat Elai memasang sikap antisipasi.

Memejamkan mata, merasa tubuhnya tak mampu mengelak untuk semua kemungkinan yang bisa saja terjadi, Elai justru dibuat terperangah saat mendapati satu kecupan lembut jatuh di dahinya. Sontak membuat ia membuka mata. Tepat ketika ia mendengar Marcel berkata.

"Tentu saja bukan."

Ya Tuhan!

Jawaban itu seketika membuat Elai seperti kehilangan nyawanya. Seolah dirinya adalah asap pembakaran sampah yang pelan-pelan lenyap lantaran ditiup angin sepoi-sepoi. Elai benar-benar dibuat tak bisa berkata apa-apa lagi.

LOVEGUARD 🔞 "FIN"Where stories live. Discover now