02. Dia yang Hilang

8.6K 863 19
                                    

Selamat membaca!
-
-
-
-
-
-
-

Arsha berbaring di tempat tidur sambil memainkan ponselnya, anak itu terkekeh kecil saat melihat pesan di group kelasnya. Dia senang teman-teman barunya begitu menghargainya, karena temannya yang di sekolah dulu hanya memanfaatkan Arsha sebagai kredit berjalan.

Sekarang Arsha tidak merasa sendirian dan kesepian lagi.

Memiliki teman ternyata tidaklah seburuk yang dia bayangkan.

Ini sudah jam delapan malam, Arsha merasa bingung. Tumben tidak terdengar suara tawa yang membuat hatinya terluka, karena biasanya di waktu-waktu seperti ini tawa bahagia dari keluarganya akan sangat terdengar keras di gendang telinganya.

Ceklek

"Dimana Rasen, kenapa dia belum pulang?"

Arsha terkejut melihat Mamanya datang dengan tatapan khawatir yang tentunya bukan untuknya.

"Kenapa harus selalu bang Rasen."

"Arsha gak tahu." Arsha berbicara tanpa menatap Aeera, karena jika dia menatap sang Mama maka hatinya akan sakit.

"Tidak mungkin kamu tidak tahu! Bukannya kalian satu sekolah."

Arsha menggelengkan kepalanya.

"Kita satu sekolah tapi beda kelas jadi Arsha gak tahu." Arsha lebih memilih melihat keluar jendela daripada melihat Aeera.

Beberapa menit kemudian Aeera pergi, dan Arsha langsung berlari mengunci pintu kamarnya. Tubuhnya meluruh ke lantai dengan punggung yang bersandar ke pintu.

"Udah gue bilang jangan cengeng, kenapa lo malah nangis sha!"

"Lo laki-laki sha, lo kuat jangan hiks nangis. Arshandra!" Arsha menaikkan nada suaranya saat menyebut nama sendiri.

"Inget misi lo sha, percuma walaupun Lo nangis darah gak akan ada yang peduli."

Arsha menghela nafasnya sabar, ingatan masa lalu tiba-tiba terbayang.

"Mama kenapa gak datang ke acara pentas Arsha di sekolah?" Arsha terlihat sedih saat melihat Mamanya, dia kecewa.

"Sibuk."

"Papa lihat Arsha dapat juara umum lagi." Namun Papa tidak menanggapi, bahkan tidak melirik sedikitpun Papa benar-benar tidak peduli.

"Abang ajari Arsha naik sepeda." Abang pertamanya bahkan enggan berada di sekitarnya.

"Kakak Arsha punya temen cewek dia ulang tahun, Arsha harus kasih apa?"

"Ganggu! Pergi sana!"

Semua itu hanya sebagian kecil dari kehidupannya yang menyedihkan.

Esok paginya Arsha sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, hari ini cuaca terlihat cerah. Begitupun dengan wajah Arsha, setelah menangis tadi malam dia kembali ke ekspresi bahagianya. Dia tidak boleh terlihat murung atau misi menata kehidupan baru untuknya gagal.

"Pagi bestie! Bang Juan, siap untuk sekolah?"

Juan tersenyum, seharusnya dia yang mengucapkan kalimat tersebut. Dia yang sudah berkepala empat ini kembali ke sekolah, jangan bercanda karena Juan sama sekali tidak minat.

Arsha menuruni tangga dengan ekspresi cerah, hari ini dia sudah ada janji untuk bermain ke mall bersama dengan Vino, Atlas dan Biru. Apakah dia harus meminta ijin, tetapi untuk apa. Lagipula tidak akan ada yang peduli, meskipun dia menghilang selamanya.

"Arshandra."

"Hm."

Selina Alisha Alastair.

Dear ArshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang