Di Sisimu, Sudah Cukup!

6 5 2
                                    

10 Juli 2022

“Alit!”

Gadis yang sibuk membereskan buku itu menoleh ke arah pintu. Arfan menyandar di sana, sedang menunggu untuk makan siang bersama. Teman yang lain sudah lebih dulu pergi. Alit mengangguk pada lelaki yang menunggunya itu, tetapi gadis itu berlama-lama merapikan buku dalam tas.

“Jangan sengaja dilama-lamain.”

Suara santai Fajar menghentikan aktivitas Alit. Gadis tomboi itu menoleh pada lelaki berkaca mata itu. Dan lagi, lelaki ini mengetahui apa yang sedang Alit lakukan. Saat menyadari Arfan menunggunya seorang diri, Alit ingin membuat lelaki itu menunggunya lebih lama. Tidak hanya alasan khusus, hanya seperti biasa yang ia lakukan pada sahabatnya itu.

“Kayaknya kita perlu jadian, deh. Lo memahami gue banget!” Alit menyengir. Ia berkelakar untuk menutupi kegugupan, ia tidak ingin Fajar mengungkap dirinya lebih banyak.

Fajar tidak menanggapi kelakar Alit. Ia menggeleng, tidak habis pikir dengan kelakuan Alit. Apa yang sebenarnya sedang dilakukan gadis tomboi ini?

“Lit?!” Arfan kembali berseru.

Alit segera beranjak menghampiri lelaki yang sedari tadi menunggunya.

“Dah, Fajar!” Alit menyempatkan diri menoleh dan melambai pada Fajar yang masih sibuk dengan buku. “Jangan lupa nanti sore!”

Tubuh Alit dipaksa berjalan sejajar oleh Arfan. Tangan lelaki itu melingkar di pundak Alit, memaksa gadis itu untuk melangkah dengan sedikit dorongan.

“Seneng banget godain Fajar,” ucap Arfan dengan kesal.

Alit menyengir mendengar ucapan sahabatnya itu. Suasana hatinya kembali baik. Bukan karena nada suara Arfan yang terlihat ketus. Alit tidak berpikir, apalagi berharap lelaki itu cemburu padanya. Hanya berada di rangkulan Arfan adalah sesuatu yang istimewa bagi Alit. Biasanya hanya melihat Arfan tertawa, sudah membuat Alit merasa cukup. Kenapa Alit menginginkan lebih? Apakah Alit mulai serakah?

“Ngapa, sih. Lo senyum-senyum begitu?” Arfan sedari tadi memperhatikan Alit tersenyum sendiri.

“Iisshh!” Kini melihat senyuman gadis itu semakin lebar, membuat Arfan mencebik. Ia mendorong Alit dari rangkulannya.

Alit tertawa akan hal itu. Benar. Berada di sisi Arfan, membuat Alit bahagia. Suasana hati Alit menjadi lebih baik.

“Ketempelan setan di mana, lo?” ucap Arfan.

Kali ini tawa Alit semakin menjadi. Alit tidak menjawab pertanyaan dari Arfan, malah tertawa tanpa alasan yang jelas. Bahkan gadis itu  memegangi perutnya.

Arfan yang melihat itu menyipitkan mata. Ia tidak mengetahui apa yang membuat gadis tomboi itu tertawa geli, tetapi dalam hati Arfan bersyukur, Alit sudah kembali menjadi sahabatnya yang biasa. Mungkin memang menggoda Fajar bisa mengembalikan suasana hati Alit. Arfan mengangkat bahu. Ia mempercepat langkah, meninggalkan gadis tomboi yang masih terkekeh geli.

Alit meredam tawanya. Ia melebarkan langkah, mengejar lelaki yang membuat suasana hatinya menjadi baik. Langkah Alit belum sampai pada sahabat lelakinya itu, saat tiba-tiba tangannya dicekal. Alit menoleh, mendapati seorang gadis tersenyum malu padanya.

“Emmh ... Lit?”

Alit menengadah. Ia sudah paham dengan apa yang akan diucapkan oleh gadis yang malu-malu itu. Gadis yang langsung tersenyum manis itu mengulurkan paperbag pada Alit, tetapi menariknya lagi.

“Dijamin pasti sampai, kan?”

“Tergantung!” Alit bersedekap. “Ada ongkos kirimnya enggak!”

Alit melihat gadis di hadapannya ini mengembangkan senyum manis. Alit memperhatikan gadis itu, memakai gaun yang menutupi lutut. Make up yang pas, tidak berlebihan. Rambut panjang tergerai, terlihat lembut seperti model iklan sampo. Sepatu yang cantik. Terlihat sekali, penampilan yang sangat diperhatikan. Tipe gadis yang selalu dikencani oleh Arfan. Mungkin gadis ini menjadi pacar Arfan selanjutnya.

“Nih, buat lo. Yang ini untuk Arfan.” Gadis itu menyerahkan dua paperbag pada Alit sambil tersipu.

“Oke.” Alit menerima keduanya. “Beres.”

Alit berlalu meninggalkan gadis itu. Seperti biasa, meski hatinya terasa berat membawa hadiah seperti itu, tetapi ia tetap melakukannya.

Terbesit dalam pikiran Alit untuk berpenampilan seperti gadis yang baru saja ditemui. Mungkin Arfan akan melihatnya, meski sebentar. Tidak. Alit tidak ingin hanya sebentar memiliki lelaki itu. Ia ingin memiliki Arfan selama mungkin. Dengan menjadi sahabat, ia bisa bersama lebih lama dibandingkan dengan para mantan pacar lelaki itu. Ya, begitu lebih baik.

Alit berjalan menuju stan penjual minuman, ia membeli dua botol teh kemasan. Biasanya Arfan atau teman yang lain sudah memesankan makanan. Atau, jika belum, ia bisa memesan nanti.

Di meja biasa mereka menghabiskan makan siang, Alit langsung menuju samping kanan Arfan. Lelaki itu sudah sibuk memakan nasi goreng. Hanya ada Jamal dan Irwan yang bergabung bersama mereka.

Arfan menggeser piring nasi goreng lain ketika Alit duduk di sebelahnya.  Alit meletakkan dua paperbag di hadapan Arfan. Kemudian meletakkan satu botol teh di hadapan lelaki itu. Gadis tomboi itu membuka tutup botol teh kemasan untuk dirinya sendiri. Belum sempat Alit meneguk minuman itu, botolnya direbut oleh Arfan. Alit mencebik, tetapi membiarkan lelaki itu memiliki minuman yang sudah ia buka. Alit membuka yang baru.

Alit hampir menyelesaikan satu porsi nasi goreng pedas, saat yang lain bergabung bersama mereka. Rudi yang duduk di sisi kiri Arfan mengintip isi dua paperbag yang ada di meja.

“Enak bener yang dapet bingkisan terus,” komentar Rudi setelah melihat isi kantong tersebut.

“Alah! Palingan juga nomor telpon,” ucap Arfan cuek. “Si kunyuk nih, yang sering dapet makanan.” Arfan menunjuk Alit yang sedang menyuapkan nasi goreng terakhir ke mulutnya.

“Menang banyak dia,” timpal Irwan.

“Gue rasa nih, ya ....” Alit berucap setelah meneguk beberapa minuman untuk melancarkan makanan yang melewati tenggorokannya. “Mereka itu sebenernya fans gue. Karena malu mau ngasih secara langsung, jadi temen playboy kita ini jadi alasan.” Alit berucap dengan percaya diri.

“Ngadi-ngadi, lo!” Arfan mendorong kepala Alit. Lelaki itu menghela napas. “Sebenernya gue males nerima beginian. Mereka minta imbalan yang kadang gue enggak suka.”

“Enggak suka katanya?” Irwan berkata dengan nada sarkastis.

“Enggak suka, tapi mantan pacarnya berderet,” sahut Jamal.

Yang lain tertawa mendengar kalimat yang diucapkan oleh orang paling pendiam di grup itu. Dan kalimat itu benar. Mantan pacar Arfan berderet. Paling lama hubungan yang dijalani lelaki itu hanya dua bulan. Selebihnya hanya hitungan minggu. Berita tentang Arfan yang playboy  sudah tersebar seluruh kampus, tetapi tetap saja ada gadis yang mau menjadi pacarnya.

Termasuk sahabatnya sendiri. Hanya saja, Alit tidak ingin menjadi pacar yang hanya sebentar. Ia ingin bersama lelaki itu lebih lama lagi. Tidak ingin menjalin hubungan pacaran, kemudian renggang, hingga akhirnya menghilang tanpa jejak. Alit tidak mau itu terjadi. Bukankah seperti ini cukup baik. Bisa melihat senyum Arfan. Mendengar tawa renyahnya. Bisa berdebat dengannya. Bahkan bisa menyentuhnya tanpa ragu. Mendorong kepala, menyepak kaki, dan juga rangkulan seperti yang biasa mereka lakukan.

Benar. Itu sudah cukup bagi Alit.

Bersambung...
____________________
Naskah lain di Olimpus Match Battle
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
 

CRUSH : Be There for You Where stories live. Discover now