[1/10]

458 66 21
                                    

Hari yang cukup melelahkan itu ternyata...

===

"Cepatlah pulang! Bang Hali hampir menghancurkan kamarku agar aku mau menjemputmu, tau! Kak Taufan juga sedang kencan dengan pacarnya! Mengapa harus aku yang terkena musibah ini..?"

"Ahahah.. Maaf. Aku masih ada kerjaan--"

"Huh! Kau ini, memangnya anggotamu yang lain tidak membantumu?"

"Kamu sendiri?"

"... Oh, iya, ya? Aku juga anggota OSIS, heheh."

Suara tawa canggung terdengar dari benda persegi panjang yang ia taruh di atas meja. Ia menghela napas mendengarnya.

"Aku janji tidak akan pulang malam lagi, katakan pada Bang Hali, ya, Solar?"

"Baiklah, hati-hati dan semangat."

"Iya. Assalamualaikum."

Tutt--

Hembusan napas panjang terdengar. Lelaki bersurai coklat dengan beberapa helai putih itu menaruh berkas-berkas yang sudah selesai ia baca ke atas meja. Lalu ia menundukkan kepalanya dan memijat pelan keningnya.

Kepalanya berdenyut, ia merasa bahwa ia terlalu lama membaca tugas-tugasnya sampai lupa untuk mengisi perutnya sendiri. Hari pun semakin gelap, mungkin saat sampai rumah nanti, ia akan diomel habis-habisan oleh Kakak pertama serta Kakeknya.

Tok, tok, tok

"Ah?" Lelaki itu tersentak kala mendengar suara ketukan pintu. Ia memicingkan matanya ke arah pintu dan mengizinkan siapapun yang mengetuk untuk masuk.

Saat pintu terbuka, ia tidak melihat siapa pelakunya terlebih dahulu, melainkan kakinya.

Ya.. siapa tahu?

Ia menghela napas lega ketika mengetahui kaki orang tersebut menyentuh lantai.

"Em.. Gempa?"

Lelaki itu, Gempa, menoleh. Matanya sedikit terbelalak saat mengetahui bahwa yang mendatanginya adalah gadis yang selama ini selalu ia perhatikan sedari jauh.

Ah, gadis yang sempurna di mata Gempa.

"Kau-- Kau tidak pulang?"

Gadis bersurai [H/C] itu tersenyum manis hingga menutup kedua matanya. Ia berjalan mendekati Gempa tanpa menutup pintu terlebih dahulu, karena ia tahu, berduaan dengan laki-laki di ruangan tertutup tidaklah baik.

"Aku baru selesai membantu Pak Zola mengoreksi kertas ujian mingguan kemarin. Pak Zola memberitahuku bahwa kau masih di sini, lalu aku berinisiatif untuk mendatangimu, siapa tahu kau butuh bantuan." jelas gadis itu dengan panjang lebar untuk menjawab pertanyaan Gempa.

Gempa membalas senyumannya, "Duduklah."

"Kau sedang mengerjakan apa?"

"Beberapa formulir pendaftaran ulang murid baru tahun ini. Pak Koci memintaku untuk membaca dan menyeleksi yang menurutku layak masuk ke SMA ini."

"Wah, tak kusangka, guru cebol itu menyerahkan tugasnya padamu."

"Hahaha, begitulah. Lagipun, aku tidak keberatan."

"Heee? Gempa sangat baik, ya?"

Gempa terkekeh mendengar pujian yang diucapkan oleh gadis pujaannya. Tanpa sadar, sedikit rona merah kini menghiasi wajahnya.

"Oh, aku juga membawa roti untukmu! Aku mempunyai firasat kalau kau belum makan!" ujar gadis itu sambil mengeluarkan beberapa bungkus roti yang menyerahkannya pada Gempa.

"Eh? A-aku memang belum makan, sih. Makasih, ya, maaf merepotkanmu."

"Tidak, 'kok! Tidak apa-apa! Roti ini diberikan oleh Mama Zila, segitu banyaknya karena perutku tak sengaja berbunyi tadi.. jadi, aku membaginya denganmu!"

Gempa semakin menarik sudut bibirnya karena melihat ekspresi gemas yang timbul di wajah gadis itu. Tak dapat dipungkiri, bahwa degup jantungnya kini sedang tidak dalam ritme normal.

"[Name] juga baik sekali, ya? Terima kasih." kata Gempa sembari membuka bungkus roti dengan perasa coklat, lalu menyantapnya dengan perlahan.

"Hmmm.. enak sekali."

"Iya, 'kan?? Mama Zila membelinya dari toko Pak Kumar di depan sekolah, roti buatan Ayah Gopal memang terbaik!"

Gempa mengangguk menyetujui ucapan [Name].

Gadis itu pun mencoba membuka satu berkas yang ada di depan Gempa. Ia membacanya dengan teliti sambil sesekali berdecak kagum dengan kemampuan pendaftar itu.

"Wah, hebat sekali! Dia mendapat medali emas dalam pertandingan bulutangkis pertamanya!" puji [Name] dengan antusias.

"Benarkah? Aku rasa, ia pantas masuk ke sekolah ini."

[Name] mengangguk-angguk, "Aku akan memperkenalkannya pada semua ekstrakurikuler di bidang olahraga jika ia dapat masuk ke sekolah ini!"

"Kau antusias sekali."

"Tentu saja! Aku ingin mengadakan sekumpulan perempuan yang hebat dalam bidang olahraga, aku ingin kami menunjukkan bahwa perempuan juga mampu seperti laki-laki!"

Lagi-lagi Gempa terkekeh karena melihat ekspresi imut gadis itu. Sungguh, ia ingin mengurung gadis itu di dalam dekapannya.

"Impian yang hebat, kau pasti dapat mewujudkannya."

"Ah! Aku jadi semakin bersemangat jika Gempa yang menyemangatiku."

"Kenapa seperti itu?"

"Memangnya, gadis mana yang tidak akan semakin bersemangat jika lelaki yang ia sukai mendukung impiannya?"

"..."

"..."

"EHHHH?!?! ASTAGA! AKU KECEPLOSAN!"

>|< BONUS >|<

"[Name], buka wajahmu. Aku tidak akan menertawakanmu, 'kok."

"B-buktinya kau masih tertawa, bodoh!"

"Hei, mengumpati lelaki yang kau sukai itu tidak baik, lho. Aku bisa saja memberi pelajaran pada mulutmu agar tidak mengucapkan kata kasar lagi~"

"G-gempa! Sejak kapan kau jadi seperti Kakakmu si setan biru itu?!?!"

"Hmm.. entahlah? Mungkin, sejak kau mengatakan bahwa kau menyukaiku?"

"A-AKU TIDAK MENGATAKAN ITU, BODOH!"

===

... ada nikmatnya juga, ya?

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Jul 16, 2022 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

Mine [Gempa]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt