Bab 18

358 61 19
                                    

Keesokan harinya. Senja keluar dari kamar lengkap dengan pakaian sekolahnya. Di wajah Senja masih terlihat luka lebam bekas insiden semalam.

"Senja," panggil Ayudia, membuat langkah Senja terhenti.

Senja menoleh ke belakang, mendapati Ayudia yang menatap bingung padanya.

"Muka kamu kenapa?" tanya Ayudia, dengan kerutan di keningnya.

Reflek Senja memegang area sudut bibirnya.

"Kamu berantem?" tanya Ayudia, nyaris terdengar seperti menuduh Senja.

"Engga," jawab Senja, singkat.

"Terus itu muka kamu, kenapa?" suara Ayudia yang cukup kencang mengundang perhatian Bagas yang menyantap sarapan di meja makan.

Dia menoleh kebelakang, kemudian menatap Langit yang duduk di depannya.

"Mama, kamu kenapa?"

Langit mengedikkan bahunya. "Mana aku tahu. Kan, dari tadi aku disini."

Bagas bergegas bangun dan menghampiri Ayudia. Sesampainya, dia menatap bingung pada Ayudia, kemudian tatapannya beralih pada Senja. Bagas tampak tersentak melihat luka lebam di wajah Senja.

Dia berjalan mendekati Senja dan langsung memegang dagu anaknya itu. Senja meringis merasa sakit di area rahangnya.

"Pah, sakit," ringis Senja.

Bagas menatap lekat mata Senja. "Ini apa? Kamu berantem!" sentak Bagas, mengeratkan genggamannya di dagu Senja.

Senja meringis. "Sakit, pah."

"Pinter ya kamu sekarang, udah mulai berani berantem sampe lebam gini," ucap Bagas, datar.

"Senja, ga berantem." Senja berusaha melepaskan genggaman Bagas di dagunya. Genggaman erat itu sukses menambah rasa sakit di rahang Senja.

Bagas melepas genggamannya dengan kasar. Setelah genggaman itu terlepas, Senja langsung mengelus rahangnya.

Bagas menatap Ayudia dengan tajam. Ayudia yang ditatap seperti itu langsung tersentak. "lihat? Pasti dia terpengaruh pergaulan dari Yubin!" seru Bagas.

Mendengarnya, Senja langsung menatap Bagas seketika. Sedangkan Ayudia memalingkan pandangannya. Setelah itu, Bagas kembali menatap tajam pada Senja.

"Kamu dilarang keluar rumah. Isi semua waktu kamu dengan belajar," ucap Bagas, penuh penekanan.

Bola mata Senja melebar mendengar ucapan sang ayah. Belajar sepanjang waktu? Bagaskara ini memang gila.

"Ga. Senja gamau," tolak Senja, membuat Ayudia dan Bagas menatap tidak percaya padanya.

"Kamu...

Bagas tampak tercengang sampai sulit mengutarakan ucapannya. Barusan...barusan Senja baru saja menolak perintahnya? Kemana Senja yang selalu menurutinya selama ini?

"Pah, belajar sepanjang hari itu ngebuat Senja stress. Senja juga pengen kayak anak lain. Di usianya yang saat ini mereka bisa main, menikmati masa remaja mereka."

Bagas tersenyum miring. "Kamu ngeluh cuman papa suruh belajar? Sadar, kamu enak cuman tinggal belajar. Semuanya ditanggung sama papa. Papa dulu, ingin nikmatin masa remaja papa aja ga bisa.

"Papa terus kerja keras sampai papa bisa sukses kayak sekarang. Memangnya dari mana kamu bisa hidup enak? Kamu ga ingat sebelumnya bahkan papa sulit memenuhi kebutuhan kalian."

Senja menunduk. Dia tentu masih ingat. Sebelumnya, sang ayah hanyalah karyawan biasa dengan gaji yang terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi terkadang sang ayah selalu berusaha membelikan apa yang diinginkan Senja, walau pada akhirnya harus ada satu orang yang merasa iri karena itu.

SENJA DAN LANGIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang