Dial "C" untuk Cinta

77 16 10
                                    

Chanyeol menganggukkan kepala kearahku sambil mempekenalkanku dengan Rose. Lengannya masih memelukku, dan aku tidak keberatan sama sekali. Rose adalah perempuan yang cantik. Sangat cantik malah. Rambutnya hitam panjang, bergelombang besar. Hidungnya mungil tapi tajam. Matanya mirip buah persik, dengan bola mata serupa warna rambutnya. Bulu matanya tebal dan lentik. Tapi, aku tidak terlalu yakin apakah itu karena pengaruh bulu mata palsu atau memang begitu adanya. Senyumnya tampak tulus. Pantas chanyeol jatuh cinta padanya.

Membayangkan Rose pernah berbagi hidup dengan chanyeol, rasa sakit yang menyesakkan tiba-tiba menerpaku. Mungkin aku jahat ketika akhirnya aku besyukur Rose mengambil langkah keliru dengan berselingkuh.

Chanyeol sepertinya mengerti perasaan yang berkecamuk di benakku. Dia meremas bahuku lembut, seakan mengisyaratkan kalau aku tidak perlu mencemaskan apa pun. Kami ada di masa depan, Rose ada di masa lalu.

Tebakanku, ini kali pertama Rose bertemu lagi dengan keluarga besar Harfanza setelah dia meninggalkan rumah. Suasana begitu kaku dan tegang. Namun, diam diam aku ikut lega karena tidak melihat api kebencian di mata orang-orang. Bahkan di mata chanyeol. Semua sudah memutuskan untuk melanjutkan hidup dan berhenti menoleh ke belakang, dugaku.

"kamu melakukan hal yang tepat" desahku pada chanyeol. Dia tidak menjawab, hanya matanya yang berbinar

Aku harus berusaha keras membujuk Naeun agar mau melepaskan diri dari pelukanku. Aku tidak tahan menyaksikan sorot mata kerinduan yang berpendar di mata Rose. Chanyeol pun ikut turun tangan. Namun, mendadak naeun menjadi makhluk paling keras kepala yang pernah diciptakan tuhan.

"Naeun, ini mama"

Bahkan, aku bisa melihat Jeni menghapus air mata di pipinya. Siapa pun tidak bisa mengabaikan kerinduan yang begitu kental dalam setiap gerak gerik rose. Naeun akhirnya bisa terbujuk dan rela turun dari gendonganku. Dengan canggung, gadis cilik itu mendekat ke arah mamanya.

Aku memilih menjauh sejenak dari acara reuni keluarga itu. Tanpa kuduga, Chanyeol mengikutiku.

"kamu kenapa kesini? Seharusnya kamu menemani naeun" protesku.

Chanyeol tidak menjawab. Dia malah melingkarkan lengannya di bahuku. Memberi rasa nyaman sekaligus tenang untukku. Posisi kami memungkinkan kami melihat ke seantero ballroom yang disesaki banyak tamu itu.

"kamu tidak marah kan?"

Aku mendongak dan keheranan mendengar pertanyaan chanyeol

"marah? Kenapa?

"ada Rose"

Aku malah menyandarkan kepalaku ke bahu chanyeol "kenapa aku harus marah? Dia sudah jadi masa lalumu kan?"

Itu lebih mirip pertanyaan yang butuh penegasan.

"iya Elle. Rose adalah masa lalu. Tidak penting lagi. Dan, kamu adalah masa depan" bisiknya lembut

Chanyeol yang seperti ini sungguh tidak akan pernah mampu ku tolak. Chanyeol yang lembut dan pengertian. Tiba-tiba, aku tergelitik ingin menggodanya

"yeol... "

"iya, elle?"

"jangan terlalu banyak berharap dulu".

"apa?" kekagetannya tidak bisa ditutupi

"aku kan belum memberi jawaban pasti" gurauku. Aku sengaja memasang ekspresi serius

Aku bisa melihat wajahnya memucat

"elle?"

Astaga, aku tidak tega melihat chanyeol tampak begitu....  Putus asa

"hei, aku cuma bercanda!" balasku buru-buru. Barulah aku melihatnya bersikap santai lagi

meragu (remake novel) Onde histórias criam vida. Descubra agora