10 - UKS

117 7 2
                                    

Eric menjadi lebih pendiam dari biasanya.

Itu adalah hal yang Asya simpulkan setelah memperhatikan Eric di kelas. Selama jam pelajaran berlangsung, Eric benar-benar tampak tenang. Kegaduhan yang biasanya berasal dari tingkah Eric sama sekali tidak terdengar. Eric adalah anak yang tidak bisa diam. Asya bahkan sudah sangat terbiasa kalau tiba-tiba Eric tidak sengaja menyenggol bangku yang Ia duduki, atau anak itu yang selalu memanggilnya untuk bertanya hingga mengajaknya bercanda. Namun hari ini, Eric terlihat berbeda.

Asya beberapa kali menengok ke Eric dan mendapati anak itu hanya sedang terdiam sambil menatap kosong ke arah papan tulis. Eric juga pasti tidak mendengarkan penjelasan guru, karena Ia terlihat seperti sedang melamun. Asya mungkin bisa bersikap biasa saja dan menganggap kalau Eric hanya sedang jenuh dengan materi pelajaran, tetapi saat melihat luka di telapak tangan kiri Eric, Asya merasa tidak bisa mengabaikan hal ini begitu saja.

Eric hanya menutupi luka itu dengan sebuah plester. Asya bisa melihat dengan jelas bahwa Eric memiliki goresan yang cukup besar. Anak itu juga tampak tidak bisa menggunakan tangan kirinya dengan normal, karena beberapa kali Asya lihat, Eric hanya menaruh tangan kirinya di atas meja tanpa menggerakannya sama sekali.

Asya baru benar-benar mengobrol dengan Eric pada saat bel istirahat berbunyi. Cowok itu mengajak Asya untuk pergi ke kantin bersama. Mereka lalu segera berjalan keluar dari ruang kelas. Ada banyak siswa yang juga ingin pergi ke kantin. Namun ketika berada di sebuah koridor, Asya tidak ikut berbelok bersama dengan siswa lain. Anak itu justru lanjut berjalan tanpa menghiraukan apa pun. Eric jelas dibuat mengernyit heran, tetapi tetap mengikuti saat Asya memintanya untuk menemaninya sebentar. Mereka berjalan menuju sebuah lorong yang lebih sepi. Eric langsung dibuat terdiam saat Asya mengajaknya ke ruang UKS.

"Lo ngajak gue ke sini?"

Saat mereka sudah tiba di dalam ruang UKS, Eric langsung bertanya begitu. Asya menjawab pertanyaan Eric dengan anggukan pelan. Cewek itu memilih untuk menuju sebuah laci tempat menyimpan P3K dan perlengkapan lainnya.

"Kita mau ngapain?"

"Menurut lo? Nggak mungkin kan gue di sini mau ajak lo untuk ikut kompetisi Dokcil?" Asya berdecak. "Kita dateng ke UKS karena lo luka dan plester pink gambar Hello Kitty nggak bisa buat sembuhin luka lo."

Eric langsung menatap telapak tangan kirinya yang terluka. Memang benar bahwa Ia menggunakan plester dengan gambar Hello Kitty untuk menutupi lukanya. Eric lalu menghela napas pelan. "Gue nggak kenapa-napa."

"Luka lo nggak nunjukin kalo lo nggak kenapa-napa." Asya membalas hingga membuat Eric kalah telak. Cewek itu berdeham. "Duduk di sini. Biar gue obatin luka lo."

"Eh, nggak perlu, Sya. Gue bisa obatin sendiri."

Asya melotot. "Lo mau duduk di sini atau di pinggir kali samping sekolah?!"

Eric cemberut. "Sya..."

"Duduk sekarang."

Eric tidak bisa membantah lagi saat Asya sudah menatapnya dengan sinis. Gadis itu bisa menjadi luar biasa galak kalau sudah mulai marah. Eric tidak mau kalau UKS sampai porak-poranda jika Asya sudah benar-benar naik pitam. Jadilah Ia menuruti kata Asya untuk duduk di pinggir kasur yang berada di ruang UKS.

Asya sempat terdiam selama sejenak saat Eric sudah duduk sambil menghadap ke arahnya. Dengan ragu-ragu Ia meraih tangan kiri Eric. Asya jelas merasa tidak karuan saat Ia menyentuh tangan itu. Entahlah. Ia hanya merasa begitu canggung dan malu. Namun Asya berusaha bersikap tenang dan tetap lanjut mengobati luka Eric.

"Ini bukan goresan biasa."

Eric terkesiap saat mendengar Asya berkata begitu, sesaat setelah melepas plester Hello Kitty dari telapak tangannya.

UnfairWhere stories live. Discover now