DELAPAN BELAS

759 57 4
                                    

Hari-hari sudah ku lewati, entah beberapa banyak hal yang membuatku terus belajar bahwa dunia ini tidaklah mudah. Aku selalu percaya bahwa diriku mampu melewatinya walau harus ada yang dikorbankan. Kini aku mengerti, mengapa beberapa orang dewasa sering mengeluh dan membenci kehidupannya.

Membicarakan dunia mungkin tidak ada habisnya seperti dua manusia yang sedang berdebat dari tadi.

"Kak Fiony! Kak Irennia! Udah stop!"

Aku sedikit membentak mereka berdua, "Kalian gak capek apa? Dari tadi ribut trus" kesal ku sambil sesekali melihat Nio anak kak Fiony yang sedang bermain di playground.

"Kamu ngapain ke sini?" tanyaku pada kak Irennia.

"Ya aku mau temanin kamu lah" balas kak Irennia santai.

"Kan aku udah bilang hari ini aku mau habiskan waktu aku sama Nio..."

"Tuh denger" potong kak Fiony.

"Kakak juga! Bukanya tadi pagi kakak bilang mau meeting ya?"

Aku menghela nafasku kasar sambil memijat dahi ku, "Seterah deh kalo kalian mau ribut lagi. Aku mau sama Nio aja" ujarku lalu berjalan ke arah Nio yang sedang bermain dengan bola-bola kecilnya.

Hari ini aku berniat untuk menepati janji ku kepada anak kecil ini, Nio. Aku ingin pergi berdua bersamanya, menghabiskan waktu. Akan tetapi belum satu jam di playground Kak Fiony datang menghampiri diikuti dengan kak Irennia.

Sampai disini pun mereka juga tidak membantu aku menjaga dan mengajak Nio bermain melainkan saling mengejek, menyindir dan beradu argumen. Sungguh, aku tidak habis pikir dengan perempuan-perempuan tua ini.

Disaat aku sedang asik bermain dengan Nio, tiba-tiba saja kak Irennia datang menghampiri dengan wajah murungnya.

Dia terus mencolek tubuh ku, "Kenapa?" tanyaku dengan fokus dengan Nio.

Kak Irennia tidak menjawab dan masih tetap seperti itu, "Kenapa si kak? Aku lagi main sama Nio. Jangan ribet deh" jawabku dengan nada sedikit naik.

Kak Irennia menatap ku lama hingga ia mulai bersuara, "Maaf aku ganggu. Aku cuma laper" jawabnya datar lalu melangkah pergi.

Dengan cepat aku bangun akan tetapi Nio menangis kencang saat aku meninggalkan dirinya.

Aku terdiam sambil melihat kepergian kak Irennia dan melihat Nio menangis kencang.

Tak tega melihat Nio yang nangis seperti itu, akhirnya aku menghampirinya lalu menggendongnya.

"Cupcucupcup jangan Nio yang jagoan. Ata ndak kemana-mana kok" tenangku.

"Nio kenapa?" Aku menoleh ke arah suara tersebut.

"Jam berapa kak sekarang?" tanyaku kepada kak Fiony.

Kak Fiony melihat jam tangannya, "Jam 3" aku menghela nafas kasar.

Aku sudah bermain bersama Nio cukup lama hingga melupakan waktu makan siang diriku dan pantas saja kak Irennia bilang lapar kepada ku.

"Kak mari kita pulang" ajakku cepat.

"Kita sekalian makan malem bersama aja ya?"

Dengan cepat aku menggeleng, "Aku baru ingat ada urusan penting. Maaf" perlahan kak Irennia mengangguk mengerti.

Aku, Kak Fiony dan Nio mulai bergegas pulang. Dari tadi aku berusaha menghubungi kak Irennia akan tetapi tidak ada jawaban darinya.

<<<•>>>

Pagi ini aku sudah berada di depan rumah kak Irennia. Sekarang pukul 07.00 pagi, akan tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan dirumahnya ini.

Hingga aku memiliki sebuah ide untuk masuk lewat pintu belakang, saat berjalan ke belakang rumah. Aku bertemu seorang ART yang membersihkan rumah kak Irennia.

Diary 18Where stories live. Discover now