Part. 01

79 17 51
                                    

Dering bunyi alarm menyadarkan Reyhan dari alam mimpi. Dengan kelopak mata yang sulit terbuka, dia meraih ponselnya di atas meja guna mematikan alarm yang menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Dalam kondisi setengah sadar, Reyhan duduk di pinggir kasur sembari mengusap kedua matanya. Di tengah keheningan pagi, tiba-tiba Reyhan mendengar suara gemerincing tak asing dari bawah kamar tidurnya. Seolah tak ada yang terjadi, Reyhan sama sekali tidak memberikan respons.

Reyhan menggunakan tepian kasur untuk membantunya berdiri, lalu berjalan pincang menuju kamar mandi. Usai membersihkan sekujur tubuh, Reyhan membuka lemari pakaiannya. Dia mengambil setelah jas dan kemeja yang sepenuhnya berwarna hitam, lantas mengenakannya tanpa pikir panjang. Reyhan menyimpan ponselnya dalam saku celana, sebelum meninggalkan kamar dia sempat memandangi sebuah foto yang terpajang di dinding kamar. Foto seorang wanita cantik menggunakan seragam dari kampus terbaik yang sedang memamerkan senyum manisnya di samping sebuah piala penghargaan.

Mencapai area dapur, Reyhan memasak sepiring nasi goreng dan telur mata sapi untuk sarapan. Di suapan kesepuluh entah mengapa Reyhan sudah merasa kenyang. Alhasil Reyhan beranjak dari meja makan, hendak membuang sisa nasi gorengnya. Namun, Reyhan seketika berubah pikiran tepat setelah dia membuka tutup kotak sampah. Kini Reyhan membawa piring berisi makanan sisa ke ruang tamu yang bersebelahan dengan kamarnya.

Perhatian Reyhan segera tertuju pada karpet merah yang terbentang di tengah ruangan. Begitu santai, dia menggulung karpet merah tersebut, menampakkan sebuah pintu rahasia yang terhubung dengan ruang bawah tanah. Reyhan membuka pintu itu menggunakan sebuah kunci yang hanya dimiliki oleh dirinya. Seketika ruangan remang-remang dengan tangga menuju ke bawah muncul di hadapan Reyhan.

Melangkah pelan sembari memperhatikan tiap pijakan anak tangga, akhirnya Reyhan mencapai ruang bawah tanah. Dia disambut oleh bau busuk yang berasal dari seorang pria yang kini tergeletak di atas lantai dengan tangan kanan yang dirantai ke tembok. Pria itu terbaring tanpa busana, bekas luka dan memar menghiasi sekujur tubuh. Kulitnya pucat, rambut hitam pendeknya amat berantakan. Bau badan dan kubangan pesing menjadi sumber aroma tak sedap yang mengganggu hidung Reyhan sejak pertama kali turun.

Reyhan meletakkan piring di atas lantai. Mendapati pria itu masih terlelap, tanpa rasa dosa Reyhan menendangnya tepat di bagian wajah. "Hei, Andra! Bangunlah!"

Pria yang dipanggil Andra sontak membuka matanya, diiringi oleh rasa nyeri di sekujur tubuh. Andra memperhatikan penampilan Reyhan dari ujung kaki hingga ujung kepala, kemudian bertanya, "Kamu mau menjenguknya lagi?"

Reyhan hanya membalas dengan satu anggukan, dia lantas berbalik dan hendak meninggalkan Andra.

"Te-terima kasih atas makanannya!" Andra berupaya menarik perhatian Reyhan.

Tidak menggubris perkataan Andra, Reyhan mulai menaiki anak tangga tanpa memalingkan wajah.

"Kumohon! Tunggulah sebentar saja ...." Andra berterus terang dengan suara isak tangis di ujung kalimatnya.

Reyhan akhirnya luluh, dia menghentikan langkah, lalu melirik ke arah Andra.

"Ka-kalau boleh tahu ... sekarang tanggal berapa?" Andra memandang Reyhan dengan tubuh yang gemetaran.

Menghela napas berat, Reyhan mengambil ponselnya dari dalam saku celana untuk mengecek tanggal. "27 Juli."

"Ini hari ulang tahunku. Aku minta maaf kalau sudah membuatmu kesal, tapi apa aku boleh meminta hadiah kecil? Kumuhon ... untuk kali ini saja." Mata Andra sedikit berkaca-kaca, terlihat seakan dia nyaris menangis.

"Ya sudah, apa maumu?" Andra beruntung karena suasana hati Rayhan sedang baik.

"Benarkah? Terima kasih! Aku mau cupcake cokelat dengan topping rasberi dengan taburan meses warna-warni dari toko kue Orchi. Toko itu harusnya satu arah 'kan?"

Sedikit merepotkan, tetapi Rayhan tetap mengiyakan. Menaiki anak tangga sambil berusaha memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Sungguh ide yang buruk, tanpa sepengetahuan Reyhan, ponselnya justru jatuh ke lantai. Sialnya, dia tidak menyadari hal tersebut. Reyhan segera keluar dari ruang bawah tanah, lantas mengunci pintu tanpa mengetahui apa yang baru saja dia tinggalkan.

Menatap ke arah ponsel Reyhan yang tertinggal, Andra tersenyum puas. Andra menunggu beberapa menit berlalu, memastikan Reyhan sudah pergi sebelum dia bergerak untuk mengambil ponsel. Karena tangan kanan Andra dirantai, jarak jangkauannya menjadi pendek. Sulit baginya untuk menggapai ponsel. Namun, dengan sedikit paksaan yang melukai pergelangan tangannya, Andra berhasil meraih ponsel dengan bantuan kaki kirinya.

Andra buru-buru menggunakan ponsel itu untuk menelepon nomor yang dia kenal guna meminta bantuan. Dia senang bukan kepalang kala melihat status berdering berubah menjadi menyambungkan.

"Halo, dengan ...."

Andra memotong kalimat seseorang di ujung telepon. "Aku tidak datang untuk manisan! Ini aku Andra!"

"Andra? Astaga, sudah lama sekali kamu menghilang. Aku sampai mengira kamu sudah meninggal."

"Dengar, aku sedang diculik. Aku benar-benar butuh bantuanmu sekarang!"

"Tentu, apa yang bisa kulakukan?"

"Baiklah, biar aku jelaskan dulu situasinya ...."

***

Reyhan memarkirkan mobilnya di depan sebuah toko bunga yang sudah sering dia kunjungi. Lonceng kecil berbunyi saat dia melangkah masuk. Pandangannya langsung tertuju pada seorang wanita yang duduk di balik meja kasir. Reyhan bergumam dalam hatinya. Ada pegawai baru rupanya.

"Selamat datang! Ada yang bisa dibantu?" sapa wanita itu.

"Aku mau beli bunga mawar. Terserah mau warna apa saja."

"Mawar? Apa ini untuk pacar Anda?" tanya wanita penasaran.

Reyhan terdiam sejenak, kemudian membalas, "Iya ... untuk pacar saya."

Wanita itu segera mengambil bunga mawar merah dari dalam etalase. "Warna merah yang paling cocok untuk pasangan!"

Reyhan melirik label harga yang terikat di tangkai bunga, dia dengan cepat setuju dan segera meraih dompet. Saat hendak memberikan uang, Reyhan menyadari bahwa wanita itu terus memperhatikan kaki kirinya yang pincang.

"Saya mantan tentara." Reyhan berusaha memberikan penjelasan atas cedera yang dia miliki.

"Oh, maaf! Saya tidak bermaksud menyinggung tentang kondisi Anda." Wanita itu sedikit tersenyum canggung.

Setelah melakukan pembayaran, Reyhan langsung meninggalkan toko bunga. Memasuki mobil pribadinya, dia mengemudi selama beberapa menit, sebelum akhirnya menepi ke parkiran disebuah pemakaman umum. Melalui jalan setapak, dia menghampiri batu nisan bertuliskan nama Lauren dengan foto seorang wanita yang persis sama dengan yang ada di dinding kamarnya. Reyhan membersihkan makam itu, lalu menitipkan bunga mawar di atasnya.

Cupcake CokelatWhere stories live. Discover now