Part. 02

62 13 65
                                    

Langit yang semula biru mulai dihiasi semburat oranye. Reyhan sedang dalam perjalanan menuju rumah, tetapi dia tiba-tiba teringat akan sesuatu. Melirik ke sisi kanan jalan, toko kua Orchi ternyata masih buka. Alhasil Reyhan memutuskan untuk berhenti sejenak.

Di dalam toko, aroma khas kue hangat yang baru keluar dari pemanggang menyapa indra penciuman Reyhan. Toko itu sepi, stok kue di etalase juga tampak hampir habis. Reyhan memandang sekitar, ini pertama kalinya dia memasuki toko kue Orchi.

Seorang pria tua dengan apron kotor berjalan mendekati Reyhan. "Kami hampir tutup. Mau beli apa?"

"Satu cupcake cokelat, itu saja."

"Kamu mau cupcake cokelat dengan topping rasberi dan taburan meses warna-warni?" Pria itu kembali bertanya.

Tak pikir panjang, Reyhan segera mengangguk.

Mendadak pintu toko terbuka. Seorang wanita dengan jaket hitam panjang melangkah masuk. "Permisi! Aku tidak datang untuk manisan."

"Tunggulah sebentar, Nona," ucap Pria tua sebelum memasuki pintu bertuliskan staff only.

Tak lama kemudian, Pria tua kembali dengan sebuah kotak berisi cupcake cokelat yang dipesan Reyhan. Harga cupcake itu terbilang sangat murah, Reyhan hanya menduga mungkin karena sebentar lagi tokonya akan tutup dan kue-kue yang tersisa tidak bisa dijual lagi untuk besok.

Usai melalui hari yang panjang, Reyhan mencapai rumah. Memasuki ruang bawah tanah, Reyhan menemui Andra yang buru-buru bangkit dari posisi berbaring. Mendapati sekotak cupcake di tangan Reyhan, Andra lantas tersenyum.

"Aku sudah lama menunggumu pulang!" seru Andra.

Reyhan melempar kotak cupcake ke arah Andra. "Makanlah."

"Akan kumakan nanti."

Ekspresi Reyhan tiba-tiba berubah kesal. "Aku sudah repot-repot membelikanmu! Makan sekarang!"

Andra terbungkam, dia mengeluarkan cupcake dari dalam kotak, sekilas dia tampak sedikit ragu untuk memakannya. Meski begitu, Andra melepaskan kertas yang menempel dibagian bawah cupcake. Tanpa menggigit, Andra seketika memasukkan seluruh cupcake ke dalam mulutnya. Hanya dengan dua kali kunyah, dia langsung menelan cupcake secara keseluruhan.

Reyhan memandang Andra dengan tatapan heran. Untuk beberapa saat, muncul keheningan yang terasa tidak nyaman di antara keduanya. Hingga Reyhan memutuskan untuk meninggalkan Andra. Dia selalu memastikan bahwa pintu ruang bawah tanah terkunci, sebelum beranjak menuju kamar. Setelah mengganti pakaian, Reyhan berbaring di atas kasur, bersiap untuk terlelap.

Andra menunggu dalam diam, memastikan waktu yang tepat agar bisa melancarkan rencananya. Suara dengkuran samar terdengar dari lantai atas, kini Andra yakin bahwa Reyhan sudah tertidur pulas.

Andra memasukkan jadi telunjuknya ke dalam mulut sendiri, begitu dalam hingga menyentuh bagian belakang lidah. Seisi perut Andra tiba-tiba bergejolak, meronta-ronta ingin keluar. Rasa mual tak terelakkan. Makanan yang tengah dicerna merangkak naik ke kerongkongan.

Memuntahkan isi perutnya, kini Andra menatap genangan cair kecoklatan, dengan beberapa butir nasi yang belum hancur sempurna, dan mengeluarkan bau tidak sedap. Di dalam muntahan itu, Andra bisa mengenali keberadaan benda tak asing yang tertutup cairan berwarna keruh.

Tanpa rasa jijik, Andra mengambil sebuah kantung hitam yang ada dalam muntahannya. Membuka kantung itu, Andra tertawa kecil mendapati lock pick yang telah dia nanti-nanti. Andra yakin, semua mimpi buruk yang dia alami di ruang bawah tanah akan segera berakhir.

Menggunakan lock pick untuk membuka rantai di tangan kanan, Andra satu langkah lebih dekat menuju kebebasan. Dia mulai menginjak satu per satu anak tangga, hendak meninggalkan ruang bawah tanah. Membuka pintu menggunakan lock pick yang sama, lalu menggeser karpet merah yang ada di atasnya.

Setelah sekian lama mendekam di ruang bawah tanah, akhirnya Andra bisa menginjakkan kaki di ruang tamu tanpa terbelenggu. Andra bisa mendengar dengan jelas suara dengkuran Reyhan dari kamar di sebelahnya. Berjalan melalui Reyhan yang tengah tertidur lelap, Andra melangkah menuju dapur. Tanpa keraguan sedikitpun, dia mengambil sebilah pisau dapur. Bersiap membalaskan dendam kesumat.

***

Kantung kemih yang terisi penuh menyadarkan Reyhan dari dalam mimpi, dia harus segera buang air kecil. Dengan nyawa yang belum terkumpul sempurna, dia berjalan lunglai menuju kamar mandi. Berdiri di depan toilet, Reyhan hendak menurunkan ritsleting celananya. Namun, tiba-tiba terdengar bisikan dari suara tak asing yang menggetarkan jiwanya.

"Instingmu melemah." Nada suaranya berat, terasa amat mengintimidasi.

Reyhan ingin memalingkan kepala, menatap Sang pemilik suara yang berdiri tepat di belakangnya. Belum sempat dia berbalik, sebilah pisau lebih dulu menyayat kulit lehernya. Cukup dalam, hingga darah tampak mengucur keluar.

Rasa sakit dan ketakutan atas ajal merangkaki sekujur tubuh Reyhan. Kedua kakinya mendadak lemas, dia sontak jatuh membentur lantai kamar mandi. Reyhan terus memegangi bagian lehernya yang bersimbah darah, sambil berharap penderitaan ini akan segera berakhir, tetapi tentu saja mustahil.

Dengan padangan yang buram, Reyhan bisa melihat sosok Andra berdiri tegap di hadapannya, sembari menggenggam pisau dapur berlumuran darah. Reyhan hendak menjerit meminta pertolongan, tetapi makin dia mencoba untuk bersuara, makin menggila rasa sakit yang harus dia tanggung.

Reyhan mulai kesulitan bernapas, dia terus-terusan batuk dan mengeluarkan darah dari dalam mulutnya. Membiarkan Reyhan tersedak dengan darahnya sendiri, benar-benar cara yang tak bermoral untuk membunuh seseorang.

Merasa belum cukup, Andra menduduki perut Reyhan. Dia mengangkat pisau tinggi-tinggi, lalu menghujamkannya tepat dia bagian wajah. Pisau itu menusuk mata kanan Reyhan, alhasil bola matanya terbelah menjadi dua. Darah segar mengalir deras bak air mata. Tanpa rasa bersalah, Andra mendorong pisaunya lebih dalam lagi, hingga menancap di bagian otak. Kucuran darah kian menjadi-jadi, lantas ikut mengotori tangan Andra yang tengah menggenggam erat pisau.

Sudah jelas, saat itu jantung Reyhan telah berhenti berdetak. Namun, Andra masih menikam tubuh Reyhan tanpa henti. Menyalurkan dendam pribadi dengan menusuk bertubi-tubi. Andra baru mengakhiri aksinya setalah tubuh Reyhan seolah tercabik-cabik dan wajahnya tak dapat dikenali.

Berjalan melalui genangan darah, Andra keluar dari kamar mandi, dan mencapai kamar tidur Reyhan. Dia mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur, sebab dia sempat membawa benda itu keluar bersama dari ruang bawah tanah.

Menggunakan ponsel tersebut, Andra menelepon sebuah nomor. Panggilan akhirnya diangkat setelah beberapa detik hanya terdengar bunyi sebuah nada panjang.

"Aku senang kamu bisa meneleponku lagi. Jadi, rencanamu berhasil 'kan?"

"Tentu saja. Kurasa dia jadi jauh lebih lemah karena cedera, wajar saja pensiun dini."

"Kamu bisa langsung menemuiku, kalau urusanmu di sana sudah selesai. Aku akan menunggu kedatanganmu."

"Tidak perlu ditunggu. Aku membuat TKP-nya berantakan, butuh waktu cukup lama untukku membersihkannya." Andra memandang kamar mandi yang dihiasi warna merah tak beraturan.

"Tumben, biasanya pekerjaanmu selalu rapi."

"Aku sedang terbawa emosi." Andra melirik ke arah jasad Reyhan dan foto wanita yang tergantung di dinding secara bergantian. "Dia pasti benar-benar mencintai pacarnya."

***

Hullo~! Readers!
Cerpen Cupcake Cokelat udah tamat (*´ω`*)

Author ga nunjukin secara jelas tentang apa yang terjadi di cerita ini. Biar readers yang menebak-nebak alurnya (≧▽≦)

Kalo ada yang merasa kepikirin tentang alurnya, boleh tulis di komen~! Boleh juga tulis krisar atau pendapat soal cerita ini biar author bisa nulis dengan lebih baik lagi (。•̀ᴗ-)✧

Makasih udah mampir. Sampai jumpa di cerita yang lainnya.
Bye-bye ❤️✨

Cupcake CokelatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang