°•Bagian pertama•°

453 72 2
                                    

Debu berterbangan dengan cahaya senja yang menyorot tajam pada darah dan tubuh manusia yang berserakan di medan perang. Angin menderu keras membawa kabar duka pada keluarga yang melepaskan orang tersayang untuk menghantarkan nyawa mereka di tempat ini demi memuaskan kesombongan para penguasa yang tak pernah puas.

Setiap jengkal tanah yang dipijak ternoda oleh darah para prajurit yang telah gugur. Erangan kematian yang memekakkan telinganya serta desingan pedang yang beradu tajam terdengar di mana-mana, akan membawa trauma bagi siapapun yang mendengarnya.

Mereka bertarung membabi buta, tanpa peduli pada jasad rekan mereka yang mengundang para pemangsa untuk mendekat dan mencuri seonggok daging dari setiap tubuh. Pikiran mereka terkunci pada satu kata, 'menang atau mati'. Ketika sebuah kemenangan berbuah kematian lebih baik daripada kekalahan berbuah keselamatan.

Dua sosok tegap saling berhadapan dengan ujung pedang di leher masing-masing. Salah sedikit saja, hujan darah akan kembali menodai bumi.

Keduanya saling menyerang, menghindar, dan membalas. Tak memberikan celah sedikit pun pada lawan mereka mengambil kesempatan.

Yoo Joonghyuk menegang menemukan dirinya berada di tanah antah berantam dengan tangan menggenggam sebilah pedang penuh darah. Namun yang lebih lebih mengejutkan, ujung tajam pedangnya menembus zirah besi seorang pejuang.

Nafasnya tercekat, satu kalimat pun tak mampu terucap dari bibirnya. Matanya menatap kosong ketika sosok itu melemah dan tersungkur di atas medan pertempuran, tak sempat bereaksi cepat setidaknya untuk menahan tubuh itu sebelum jatuh.

Benar, ia baru saja membunuh seseorang.

"Yoo...Joonghyuk.." Sosok di bawah kakinya meringis lemah. Anehnya bibir pucat itu masih mampu mengukir senyuman di tengah rasa sakit yang mengoyak hingga ulu hati.

Hal yang terlambat ia sadari adalah tubuhnya tidak berada di bawah kendalinya. Layaknya karakter yang telah diberi peran dan adegan tertentu oleh sang penulis, tubuhnya bergerak tanpa perintah dan berlutut di samping sosok yang tergolek lemah. Ada rasa perih di sudut terkecil hatinya melihat luka yang menganga dengan darah merah segar sebagai penghias, tapi tak ada yang mampu ia lakukan mengingat kebingungannya dengan segala skenario asing dihadapannya.

Siapa sosok ini? Kenapa ia merasa sakit melihatnya sekarat? Tempat apa ini? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang hanya mampu tertelan kembali tanpa bisa terucap.

Lalu adegan berpindah, dimana terlihat seorang wanita memangku sosok yang baru saja dibunuhnya. Dia memakai baju zirah dengan lambang sama di dada kirinya seperti sosok dalam pangkuannya. Bibirnya tak henti gemetar, darah dan air mata di wajahnya bercampur, memandang ke arah Yoo Joonghyuk sarat akan dendam dan amarah yang meluap. Tubuh dalam dekapannya sudah tak bergerak, nafasnya telah menghilang, bersiap menjadi jasad yang dingin. Meski begitu, tak terlihat kebencian atau kesakitan disana, melainkan ketenangan. Kenapa bisa begitu?

Bibir wanita itu mulai bergerak, mengeluarkan sumpah serapah yang sayangnya tak mampu Yoo Joonghyuk dengar. Ia kebingungan. Kehampaan dan penyesalan mulai mengakar di dada, mengoyak jantungnya hingga untuk menarik nafas pun terasa menyakitkan.

Yoo Joonghyuk membeku, menyaksikan dengan jelas kala wanita itu dengan sengaja menusukkan perang ke jantungnya sendiri lalu menariknya keluar dengan paksa, menciptakan luka menganga yang menembus hingga punggungnya. Tangannya menyusup melalui luka, menarik keluar segenggam darah dari jantungnya, lalu kata itu terdengar.

"Aku mengutukmu, yang mulia Duke Yoo!"

"Dosamu di kehidupan ini akan selalu kau ingat sampai di kehidupanmu yang selanjutnya. Di setiap kehidupan, kau akan terus jatuh cinta pada putraku dan kau akan terus merasakan rasa sakit kehilangan dirinya."

Cursed Love (Yoo Joonghyuk X Kim Dokja) Where stories live. Discover now