°•Bagian ketiga•°

307 55 5
                                    

Lorong demi lorong ia lalui dengan wajah penuh kekhawatiran. Baru saja beberapa menit setelah meninggalkan ArchUri Group, Yoo Joonghyuk mendapat kabar jika Yoo Mia pingsan.

Tanpa menunggu lagi, ia segera menuju Rumah Sakit dimana adiknya dirujuk. Sedikit yang ia ketahui melalui wali kelas, Yoo Mia sempat mengikuti pelajaran olahraga dengan tenang sebelum sebuah bola voli tanpa peringatan melesat dan menghantam kepalanya, seketika membuat Yoo Mia pingsan di tempat dan dilarikan ke rumah sakit.

Amarah langsung membuncah dalam dadanya mendengar penjelasan itu, meski ia tahu anak yang melempar bola mungkin juga tak memprediksi hal semacam ini akan terjadi.

Di depan sebuah ruangan, tampak wali kelas Yoo Mia bersama dua orang anak lelaki dengan wajah sama tengah duduk kaku. Kepala yang menunduk itu segera mendongak ketika mendengar langkah berat Yoo Joonghyuk, mau tak mau ketakutan menyerang keduanya begitu bertemu pandang dengan wajah sangar kakak teman mereka.

"Tuan Yoo, maaf—"

"Bagaimana keadaan adikku?" Tanpa peduli, Yoo Joonghyuk memotong ucapan sang wali kelas.

"Dokter masih belum keluar. Belum ada kabar sama sekali." Sang wali kelas menghela nafasnya berat, merasakan aura menyeramkan yang menekannya.

"A-Ahjussi, kami—"

"Jangan bicara apapun sebelum aku mendengar kabar Mia, atau aku mungkin takkan mampu menahan amarahku!"

Nyali kedua anak itu ciut seketika. Sang wali kelas, Park Eunra, tak bisa berkata-kata. Ia sudah tahu bagaimana keadaan keluarga Yoo Mia, itulah kenapa ia memaklumi sebesar apa kekhawatiran Yoo Joonghyuk pada adiknya itu.

Jika itu dirinya, mungkin tanpa memandang gender ia pasti akan menuntut balas. Membayangkan bagaimana orang terkasih kita, satu-satunya keluarga yang kita punya berada di balik pintu putih, tanpa ada kabar baik maupun buruk, itu benar-benar sangat menyiksa batin.

Sudah hampir 30 menit berlalu, tapi masih belum ada satupun kabar dari Dokter. Orangtua kedua anak kembar itu juga sudah datang sejak tadi, tapi mereka ragu untuk langsung bicara pada Yoo Joonghyuk setelah apa yang dikatakan Bu Park, sang wali kelas, sebelumnya.

Ketika pintu berayun terbuka, Yoo Joonghyuk segera menyerbu.

"Bagaimana keadaan Mia?"

"Keadaannya stabil. Bola itu memang nyaris mengenai titik tumor sebelumnya, tapi syukurlah ia hanya mengalami gegar otak ringan. Namun, ia masih perlu penanganan lebih lanjut dan kemungkinan harus menetap beberapa hari disini."

"Apa aku boleh melihatnya?"

"Untuk saat ini dia tak bisa ditemui. Mengingat bagaimana kondisi fisiknya, kami masih harus mengawasi perubahannya."

Yoo Joonghyuk tak tahu ia harus menerima itu sebagai kabar baik atau buruk. Lututnya lemas dan ia jatuh terduduk di kursi.

Inilah yang sangat ia takutkan. Tumor yang dulu bersarang di tubuh Yoo Mia memang sudah diangkat, tapi itu hanya sebagian. Jika pengangkatan tumor dilakukan seluruh, kemungkinan akan merusak jaringan penting di otak Yoo Mia yang bisa saja membuatnya cacat atau bahkan meninggal. Ia juga masih menjalani kemoterapi dan prosedur pengobatan lainnya yang tentu biayanya tak sedikit.

Kadang ada kalanya Yoo Joonghyuk merasa takdir begitu tak adil memberikan seluruh rasa sakit itu pada mereka. Orangtua yang tak peduli lalu meninggalkan anaknya tanpa rasa bersalah, lalu sang adik yang harus berjuang melawan penyakit hingga rela menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit, dirinya yang kehilangan masa muda dan membentuk hatinya menjadi beku.

Entah berapa kali Yoo Joonghyuk berusaha membunuh dirinya karena rasa frustasi yang begitu besar, tapi semua itu gagal. Dari lubuk hati terdalam, ia mengutuk dirinya. Jika ia pergi, siapa yang akan menjaga dan menopang adiknya?

Cursed Love (Yoo Joonghyuk X Kim Dokja) Where stories live. Discover now