[36] Confused

191 23 5
                                    

-

Seharusnya Gibran tidak usah mengajak Gelan battle matematika. Seharusnya tidak usah. Melan sudah menduga akan berakhir seperti apa. Jadi disini dia sekarang duduk didepan Gelan yang tampak serius dengan kertas cakarnya. Sedangkan Melan? Duduk dengan sangat amat kesal.

Gibran benar 0 dari 10 soal yang diberikan. Sangat diluar dugaan bukan? Melan tidak tahu bahwa Gibran setolol dirinya. Sedangkan Gelan? Benar semua.

Melan lagi-lagi mendengus. Dia sangat kesal, Gibran malah membuatnya lebih dekat dengan Gelan.

"Udah ngerti belum?"

"APA!" balas seseorang di seberang Melan dengan kencang. Melan berbalik menatap Gibran.

Gibran terkekeh kecil melihat delikan Melan. Itu hanya triknya saja, Gibran tahu dia tidak bisa mengalahkan Gelan, dia cuma pintar tapi laki-laki itu genius-sekaligus mantan juara olimpiade matematika. Sudah pasti dia kalah. Jadi Gibran memutar otak dan mendapatkan ide. Jika dia membuat battle matematiknya mendapatkan nilai 0, dia akan memohon Bu Indah untuk diizinkan les juga pada Gelan agar nilainya semakin bagus. And guess what? Bu Indah mengizinkan dengan senang hati.

"Lo ngapain ikut-ikutan sih!?" Melan berbisik ke telinga Gibran.

"Biar lo nggak berduan sama dia lah!" balas Gibran berbisik ke telinga Melan. Tingkah keduanya membuat Gelan menaikan kacamatanya dan menatap mereka datar.

Melan langsung diam ditatap lekat oleh Gelan, apalagi saat ini laki-laki itu sedang menggunakan kacamata yang kalau Melan masih seperti dulu sudah dipastikan dia akan menjerit kencang. Gelan ganteng banget.

"Udah selesai punya lo?"

Melan menenguk ludahnya sendiri, menatap kertas didepannya yang masih kosong tak tersentuh sama sekali.

Gibran mendengus. "Lo nggak nanya sama gue?"

"Lo nggak penting." Gelan membalas dingin.

"Dih sih monyet," balas Gibran sambil memberikan lembaran kertasnya kedepan Gelan dengan keras.

Gelan memeriksanya dengan malas, namun kemudian dia mengerutkan keningnya dan menatap Gibran dengan pandangan menyelidik; menyadari satu hal bahwa Gibran sebenarnya juga pintar.

***

Melan berbaring diatas kasurnya dengan nyaman, ditangannya terdapat snack dan didepan laptopnya menyala menampilkan kdrama-business proposal yang sedang di tontonnya.

"Pengen punya pacar kayak kang taemoo ahhh!" pekik gadis itu keras.

Ponselnya berbunyi, Melan meraihnya dengan malas dan menaruhnya di telinganya.

"GIMANA LES MATEMATIKA ELO?" suara Jihan memekik nyaring disana. "SUMPAH, SUMPAH GUE GAPERCAYA, MASA GELAN MAU?! TERUS GIBRAN JUGA IKUT-IKUTAN?" lanjut gadis itu tetap dengan suara nyaringnya yang membuat Melan menjauhkan ponselnya dari telinganya.

"GIMANA MELAAN? KOK KESANNYA KAYAK LO DI PEREBUTKAN AWWW! GUE JUGAAA MAAAAUUUUU!"

"Gue bilangin abang gue–"

Jihan memotongnya. "Jangan dong! Ish, bisa barabe. Gimana les lo tadi?"

"Nggak ada yang menarik selain soal-soal matematika yang lihatnya aja buat gue pusing."

"ADUH DUH KACIAAN BANGET TEMEN GUEE–Eh btw Mel," ujar Jihan, nada suaranya berubah total. "Suruh abang lo balas chat gue, urgent!"

"Palingan dia lagi tidur Jihaan!" balas Melan kesal, dia sudah terlalu nyaman dengan posisi berbaringnya, sangat malas beranjak darisana.

"Iya yah? yaudah deh, dia pasti capek biarin dia istirahat–" Melan mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Kemudian melanjutkan kdrama-nya yang sempat terpause. Dia butuh hiburan untuk menjalani harinya yang terlalu pelik.

***

A/n: 2:00 am.

Gelan & MelanWhere stories live. Discover now