[05] Day One

5.3K 491 17
                                    

-

Melan memandang Gelan yang sedang mengajarnya tanpa berkedip. Bagaimana bisa Gelan mempunyai wajah sesempurna ini, rahang yang tegas, alis yang tebal, hidung yang mancung, mata yang indah-

"Lo udah ngerti belum?" tanya Gelan risih dengan tatapan Melan padanya.

Melan mengercap. "Hah? Ngerti apaan?"

Gelan membanting bolpoin nya kencang. Seharusnya dia tak usah menerima tawaran untuk mengajari Melan. Ini namanya sial!

"Lo kok marah sih?" tanya Melan kesal. Mau ikutan ngambek pokoknya.

"Lo bisa pulang sekarang," kata Gelan. Lelaki itu kemudian berjalan cepat menuju kamarnya. Seharusnya dia tak membawa Melan kerumahnya. Gadis itu sepertinya hanya ingin main-main denganya.

"GELANN!" Melan berteriak. "Gelan, ih, gimana sih? Gue belum ngerti!" sambung Melan sambil mengejar Gelan.

Gadis itu menahan pintu kamar Gelan dengan tangannya sebelum lelaki itu menutupnya.

Gelan memandangnya tajam. Arti tatapan itu menyuruh Melan agar segera menyingkir, namun Melan memanfaatkan keadaan dengan nyelonong masuk kedalam kamar Gelan.

Kamar Gelan rapi, temboknya berwarna hitam dark. Kesan pertama yang Agatha dapatkan adalah manly namun dia suka.

"Keluar!" seru Gelan tertahan. Kepalanya pusing secepat mungkin dia akan membatalkan niatnya kepada Bu Indah soal mengajari Melan.

"Pelit!" jawab Melan. "Bentar aja kok, kamar lo keren!"

Gelan tak habis pikir dengan jalan pikiran Melan. Lelaki itu memutuskan keluar kamarnya. Namun, Melan tak peduli. Gadis itu mulai mengacak-acak kamar Gelan.

Melan menatap banyak desain grafik disana. Keren. Ternyata, Gelan begitu pintar mengambar. Melan mendekati nakas Gelan dan membukanya. Sepertinya, ada sesuatu disana.

"Lo ngapain?" sentak Gelan sambil menutup nakasnya.

Melan tersentak. "Ah, gue cuma penesaran. Lo santai dong," jawab Melan lagi yang membuat emosi Gelan naik sampai ubun-ubun.

"Lo pintar gambar, ya? Gambarin gue dong, pasti cantik," ujar Melan.

Gelan memandangnya datar. "Gue nggak biasa gambarin sembarang orang."

"Ih, tega lo!" kata Melan. "Gelan, jadi kita belajar lagi, kapan? Kayaknya gue mau pulang udah deh, udah jam lima sore, entar mami cari," cerocos Melan sambil berjalan keluar kamar Gelan.

Gelan tak menjawabnya.

Melan menghembuskan nafas panjang. "Ngomong itu ibadah loh!"

Gelan memandangnya datar. Sejak kapan ngomong itu ibadah, senyum kali yang ibadah.

Melan memutar bola matanya malas. Gelan mode silent sepertinya lagi on.

"Gue pamit! Kak Gito udah didepan! Besok kita lanjut di sekolah yaa! Bubay! I love you bertubi-tubi!" teriak Melan dengan lebay.

Gito yang sudah didepan rumah Gelan menanti kedatangan Melan dengan senyuman merekah.

Melan membalasnya, kemudian naik keatas motor Gito. Gito melajukan motornya. "Makan dulu, gimana?"

"Boleh!" sahut Melan girang. Dia meneliti penampilannya yang masih memakai seragam sekolah begitu juga Gito.

"Kak Gito belum pulang kerumah, ya?"

Gito mengangguk. "Tadi ada urusan, terus langsung kesini."

Melan merasa bersalah.

"Lo dekat sama Gelan?" tanya Gito tiba-tiba.

Melan gelagapan ingin menjawab apa. "Lumayan, mungkin, kita ada urusan sih, hehehe."

"Bukan urusan hati, kan?"

Melan tertawa. Urusan otak. "Bukan kok, kak. Emang kenapa?"

Gito tersenyum tipis dibalik helm full face nya. "Lo masih belum peka?"

Melan mengernyitkan keningnya binggung.

Gito yang melihat dari spion motor terkekeh kecil. "Omong-omongn soal Gelan, ini kali pertamanya dia punya urusan sama cewek."

Melan mengangguk membetulkan. "Siapa suruh mau jadi kanebo kering, gue dicuekin terus tahu nggak, Kak? Terus tatapannya juga menghunus gue sampai ke lubuk hati! Songong banget sih tuh es batu!"

Gito tertawa mendengar penuturan Melan. Bukankah dari ucapan Melan dapat disimpulkan bahwa dia tak menyukai Gelan?

***

Next? Jangan lupa vote dan coment ya!!

Salam sayang,

Carlin.

09 Maret 2020.

Gelan & MelanWhere stories live. Discover now