42. ENEMY OUTSIDE

337 34 0
                                    

BAB 42
Apa yang diharapkan dari dia? Salah aku yang percaya.

•••

Suara tepuk tangan terdengar, seseorang nampak mengekori Naya yang berjalan melewati gang sempit menuju rumah berserajah yang ia tempati.

"Udah kayak anak pejabat lo, Kak. Diantar-jemput sekolah pake mobil."

Naya menghentikan langkah, menoleh pada Anika yang entah sejak kapan ada di belakangnya? Nampaknya, gadis kecil mengesalkan itu, juga melihat Naya yang diantarkan pulang oleh Keenan.

"Hape gue mana?" Naya menyodorkan telapak tangannya pada Anika, meminta barangnya kembali.

"Nggak ada," jawab Anika sambil menggeleng.

"Jangan main-main, lo sembunyiin di mana, cepat?!"

"Ihhh, gue masih mau pinjam, Kak?!

"Balikin buruan, Anika!"

Dengan mulut manyun dan cemberut, Anika menyerahkan benda pipih itu dengan berat hati pada empunya.

Jika ujungnya begini, harusnya Anika tidak menampakkan diri di hadapan sang kakak. Penyesalan memang selalu ada di belakang.

"Nggak bisa gitu hape lo buat gue, Kak. Dan lo, tingal minta lagi sama cowok-cowok ganteng temen lo itu?"

"Cowok ganteng? Temen?"

"Lah, emang ganteng, kan, mereka?" Anika bertanya. Melihat wajah planga-plongo Naya, jelas bahwa kakak-beradik itu tidak sependapat. "Mereka bukan temen lo, Kak?"

"Bukan!" Naya menegaskan. "Asal lo tahu tabiat mereka, lo nggak akan mungkin ngomong gitu!"

Naya memang jarang bohong. Tapi, entah kenapa, ucapan sang kakak akhir-akhir ini sulit untuk ia percayai.

"Masa iya? Tapi, hape lo dari mereka, kan?"

"Ya, dari si Sapi. Udah deh, lo kebanyakan tanya! Mending kita pulang, Mama masak apa di rumah?"

"Nasi. Kenapa?"

"Maksud gue, lauknya Adikku Sayang ...."

"Kayaknya osengan kangkung sama tempe goreng, deh." Anika menebak, melihat dari bahan-bahan yang tadi disiapkan Irma. Mungkin saja tebakannya benar.

"Wow, enak, tuh. Kebetulan gue udah lapar banget."

•••

Tebakan Anika yang tidak punya darah peramal akurat seratus persen. Menu makan siang mereka, sesuai yang diprediksi sang adik.

Setelah cuci piring selesai makan siang, Naya berada di kamarnya. Merebahkan diri dengan nyaman sambil membayangkan masa depannya yang harusnya cerah karena pendidikan yang ia tempuh di Smartly. Sebaliknya, Naya malah overthiking sejak bertemu dengan tiga pria penguasa sekolah yang mengacaukan hidupnya.

Menarik napas panjang, Naya yang sedang mengisi daya ponsel menoleh saat suara notif pesan masuk terdengar.

Kei :
Gue udah keluar
dari rumah sakit, Nay.
Sampai jumpa
besok di sekolah.

PANGERAN PERMEN KARETWhere stories live. Discover now