[8] Doki-Doki

3.5K 499 121
                                    

doki-doki - どき-どき
berdebar-debar, berdetak

***

Isi kepala Kio sedari tiga hari yang lalu masih sama. Orin. Ia benar-benar merasa bersalah walaupun ia belum mengetahui kebenarannya.

Mengenai kabar Orin, Kio mendapatkannya. Yah, walaupu melalui keempat bocah itu. Orin ternyata rutin melakukan panggilan video melalui ponsel milik keempat bocah itu yang selalu dipegang oleh Kak Yuli. Jadwal rutinnya adalah ketika Kio sedang sekolah. Ia selalu menjadi orang terakhir yang menerima kabar.

'Bunda aneh deh, Yah, masa udah gede pipinya bisa kepentok meja?'

Itulah alasan Orin tentang alasan kepergiannya. Kio penasaran separah apa mahakarya keji dari mantan geng motor Orin. Tapi ia tidak berani menghubungi Orin. Padahal Kio bisa saja menelepon Orin melalui ponsel Ine Bersaudara. Tapi, yah, lagi-lagi Kio takut melakukan kesalahan yang sama.

Kio ingat satu hal, ia sama sekali belum mengucapkan maaf pada Orin.

"Yah, Chio pengen es krim."

Pikiran Kio buyar. Kio yang sedang duduk di meja belajarnya didatangi oleh Chio dari belakangnya. Yah, Kio mengerjakan tugasnya sementara Ine bersaudara menonton di atas tempat tidur Kio. Keempat anak itu sengaja ia kumpulkan seruangan dengannya agar tetap bisa dipantau. Karena jika Kio yang ke ruang tengah untuk belajar, rasanya sulit. Ia tidak terbiasa belajar tanpa meja dan kursi yang nyaman.

"Jerry juga mau, Yah!"

Kio kembali mendengar permintaan yang sama dari arah belakang yang lebih jauh karena Jerry masih berbaring di tempat tidur.

"Udah malem, Bang. Gak bagus makan es krim. Bunda juga, 'kan, udah bilang. Selama Bunda gak di sini kalian gak boleh makan es krim," jelas Kio menghadap belakang, karena posisi kursi Kio kini membelakangi ranjang tempat Ine bersaudara. Ah, mengenai es krim, Kak Yuli yang meneruskan pesan Orin pada Kio. Agar tidak sembarangan mengabulkan permintaan keempat anak itu.

"Bunda, 'kan, gak di sini. Bunda gak bakal tahu, Yah," ucap Chio dengan wajah memelas.

"Ayah laporin," balas Kio.

"Ya, jangan dilaporin dong. Ntar Ayah juga boleh makan es krim Chio. Gak bakal Chio laporin ke Bunda." Anak itu berkata sambil tersenyum lebar. "Tapi dikiiiit!"

Kio tersenyum, "Wahh seru tuh!"

Raut wajah Ine bersaudara lantas sumringah. Uki yang awalnya sibuk menahan kantuk, juga mendadak segar ketika mendengar es krim.

"Tapi tetep no, ya!" Senyum Kio luntur, berubah tegas. "Es krim itu gak bagus buat kesehatan. Jadi gak boleh makan es krim sering-sering. Nanti sakit perut."

"'Kan, ada Ayah, ada Bunda, ada Kak Yuli yang rawat kita nanti," balas Jerry.

"Ohh, jadi Jerry beneran pengen sakit, ya? Senang lihat Ayah, Bunda Orin, sama Kak Yuli khawatir karena kalian sakit?" Kio bangkit dari duduknya, berjalan ke arah ranjang dan duduk dipinggirnya.

Jerry menghela napasnya. Rasanya terlalu sulit untuk berdebat dengan Kio.

"Emang kalian masih lapar? Mau makan pisang aja? Atau roti?" Kio memberi opsi lain.

"Uki enggak, Yah, mau tidur," Uki bergerak mendekati Kio dan membaringkan kepalanya pada paha kanan Kio. Yang lebih tua membalasnya dengan usapan kepala pada yang lebih muda.

"Uta juga udah ngantuk." Mata anak itu juga sudah terlihat memerah. Pantas saja sedari tadi ia tidak berbicara.

"Jer? Chi?" Kio memastikan kedua anak lagi yang terlihat masih berharap pada es krim.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 12, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bad Girl Is A Good MamaWhere stories live. Discover now