☆ 14 ☆

17.5K 1.6K 145
                                    

🍬 Happy reading 🍬

.

.

"Ada apa?"

   Allan menerima sodoran ponsel dari abangnya, mengangkat panggilan dari sekretaris sang ayah di kantor yang memang mereka sedikit dekat.

Kata pertama yang di keluarkan oleh sekretaris Arthur tak lain adalah sapaan dengan suara gugup, membuat Allan menyerngitkan dahinya.

"..."

"Ini bukan april mop, kan?"

Manik tajamnya bertubrukan dengan si obsidian, saling mengirim sinyal jika terjadi sesuatu yang pasti tidak mengenakkan untuk di dengar.

"..."

"Baik, terimakasih."

Aaron sedikit mengubah gaya pangkuannya perlahan, agar tak membangunkan si bayi tupai yang sudah terlelap nyaman.

"Kenapa, Lan?"

Allan memeluk leher abangnya, wajah pemuda itu berubah kusut dan tak bertenaga. Yang bisa Aaron lalukan hanya mengeluarkan suara 'sst' untuk menenangkan.

Karena dua tangannya di pakai untuk menyangka bokong dan belakang kepala Angkasa.

"Daddy .. kecelakaan."

Aaron menegang, badan tegapnya bangkit setelah memberikan tubuh adik bungsunya ke pangkuan Allan lebih dulu.

"Tunggu sini, abang ambil keperluan dan tanya lokasi."

Allan mengangguk, menempelkan kedua kening mereka dengan hati yang resah, satu tangannya meremat ponsel.

Allam takut Daddynya kenapa napa, karena hujan masih deras walau tak di sertai petir.

Tak sadar air mata jatuh membasahi bawah mata Angkasa, manik elangnya terbuka lalu kembali memejam saat sedang menjilat air mata yang membasahi wajah adiknya.

Ia tak yakin jika Angkasa mungkin 'tak' akan menangis jika melihat Arthur nanti, bagaimanapun keadaannya Allan berjanji harus lebih kuat di banding Angkasa.

Karena sejatinya Allan sangat menyayangi sang Daddy, karena pria itu yang sudah mengurus mereka mati matian.

"Ayo berangkat, gendong adek."


🍬🍬🍬

"Huks .."

   Kedua tangan halus itu menepuk punggung lebar Allan dengan sedikit kata penenang, Aaron yang melihatnya terkekeh gemas akan kelakuan kedua adiknya.

Allan memang lemah jika di kaitkan dengan Arthur yang terluka bahkan ia akan menangis jika sang Daddy hanya terpeleset di kamar mandi, pemuda itu selalu berpikir Arthur sudah mulai menua walau wajahnya tak terlihat keriput.

Allan belum punya waktu untuk menyenangkan Daddynya dan belum siap di tinggalkan lagi.

Tapi kelemahan terbesar mereka tetap bersarang pada diri pemuda mungil yang kini sibuk mengelus punggung Allan, pipinya mengembung memerah sempurna dengan maniknya yang mulai di genangi air.

Angkasa ✔Where stories live. Discover now