出会い

204 35 6
                                    

"S-Sensei... Apa... yang baru saja saya lakukan...??"

Normalnya orang akan takut dan menjauh ketika dihadapkan dengan pelaku pembantaian yang masih bersimbah darah macam itu. Namun, saat melihat punggung gemetar yang terisak milik pemuda albino, Lon sama sekali tak gentar.

Guru BK yang masih sangat muda itu menyeret diri merengkuh anak didiknya. Mafumafu masih terisak, meratapi apa yang baru saja ia perbuat.

"Saya pembunuh... saya seorang pembunuh..."

Mendengar rangkaian kalimat ini membuat Lon mencelos. Wanita itu sangat tahu, apa yang terjadi pada anak muridnya ini sepenuhnya ledakan. Bagaimanapun, tumpukan jelaga itu pasti telah lama mengendap dalam kalbu. Tanpa ada media pembersih, tanpa adanya sosok penyokong. Apalagi sifat tertutup yang telah mendarah daging dalam pribadi. Meski Lon telah berulang kali meminta Mafu untuk menumpahkan segala unek-unek padanya, hingga saat ini hal itu tak kunjung terlaksana.

Wajar saja kalau dirinya meledak setelah mencapai batas.

Mengelus punggung lebar si albino, Lon memberi penghiburan lembut, "Sensei tahu ini bukan sepenuhnya salahmu. Sosok pembantai itu bukan kau. Kamu hanya lepas kendali karena tumpukan amarah yang selama ini kau simpan jebol tak terbendung."

"Itu aku, Sensei!" Sedikit meninggi nada bicara si albino, "Wujud itu adalah diriku, bukan orang lain! Aku masih merasakan dengan jelas. Aku mendengar sayatan daging dan tulang yang terpotong. Aku mendengar cipratan darah dan putusnya pembuluh mereka. Aku menikmati jerit sekarat orang-orang yang kutebas. Aku pelakunya, Sensei! Aku benar-benar melakukannya!!"

"Sshh.... sshh..." elusan punggung sedikit dipercepat. Lon kembali menenangkan, "Percayalah padaku, Mafu-kun... Kau tidak pantas menyalahkan dirimu sendiri. Bukan keinginanmu berbuat begitu, kan?"

Samar-samar, keduanya mendengar sayup sirine dari kejauhan. Tampaknya orang yang berhasil kabur, pada akhirnya menuju kantor pihak berwajib.

"Polisi..." desis Lon, "kau harus kabur segera, Mafu-kun! Larilah! Sensei akan membantumu."

"T-tapi Sensei... saya merasa harus bertanggung jawab..."

"Kau akan mati!" Sang guru memotong setengah berteriak, "Dengan keadaan yurisdiksi yang sekarang, kau pasti akan dijatuhi hukuman mati. Sensei tidak mau itu terjadi! Kau tidak bersalah... Mafu-kun tidak sepenuhnya bersalah..."

Ah, sudut netra biru sang guru digantungi titik airmata. Agaknya Mafu bisa menebak jalan pikiran guru muda ini. Ia tengah dirundung kabut penyesalan. Mafu tahu, Lon selalu berusaha membantunya. Namun, dialah yang tak membukakan pintu. Dialah yang menarik diri dari ulur tangan. Ini semua, murni salahnya sendiri.

Meski begitu, Lon pasti merasa bertanggung jawab atas dirinya. Titel "Guru BK" adalah jabatan yang tak pernah dipandang remeh oleh sang empunya gelar. Lon pasti menganggap apa yang dilakukan Mafu adalah buah kegagalannya sebagai konsultan bagi siswa.

Maka, Mafumafu merasa ia tak boleh lagi membebani sang guru.

"Baiklah, Sensei," putus Mafu akhirnya dengan wajah serius, "saya akan kabur."

Lon mengarahkan Mafu agar dapat menyusup keluar area sekolah. Selagi albino itu kabur, ia akan mengalihkan perhatian polisi sebagai korban selamat yang berhasil melarikan diri dari sang pembantai.

Maka keduanya melakoni peran mereka masing-masing. Mafu berlari ke ujung koridor, kemudian perlahan turun lewat jendela lalu melompat ke halaman belakang sekolah yang masih sepi. Pemuda itu mengendap diantara belukar, sebelum kemudian berhasil menemukan lubang besar pada pagar teralis yang telah dibicarakan Lon sebelumnya.

Di halaman belakang sekolah memang terhampar padang ilalang cukup luas yang tingginya melebihi orang dewasa. Sungguh tempat yang tepat untuk sembunyi, tapi bukan tempat bagus untuk menetap. Mafumafu harus terus bergerak maju. Cepat atau lambat anjing-anjing pelacak pasti dikerahkan menyisir kawasan ini. Ia harus terus berpindah.

HiraethWhere stories live. Discover now