07 || Kakak Terbaik

74 12 0
                                    

Nana melambaikan tangannya saat ia memasuki kafe dan melihat seorang lelaki duduk di meja pojok dekat jendela

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nana melambaikan tangannya saat ia memasuki kafe dan melihat seorang lelaki duduk di meja pojok dekat jendela. Sudah beberapa pekan ini ia tidak bertemu dengan kakaknya yang sibuk dengan pekerjaan sebagai seorang manajer bidang marketing. Biasanya, sang kakak berkunjung ke Bogor di akhir pekan bersama istri dan bayi mungilnya. Namun, akhir-akhir ini keduanya hanya bisa berkomunikasi melalui pesan singkat dan terkadang telepon.

"Nunggu lama?" tanya Nana sembari duduk di hadapan kakaknya.

Lelaki berjaket hitam itu menggeleng. "Nggak berasa. Tadi sempet ketemu temen lama juga."

"Oh, ya? Mas Farel masih punya temen?" Nana tertawa meledek.

Farel berdecak pelan. "Jadi, gimana?"

"Bentar, pesenin aku kopi dulu, dong!"

"Pesen sendiri kenapa, sih? Deket itu di situ. Ngesot juga nyampe depan barista."

Bibir Nana maju dua senti. "Gitu, ya. Udah jarang ke rumah, nggak pernah jajanin aku lagi, sekarang gini Mas Farel habis nikah?"

"Ya ampun, nikah udah lama masih aja diginiin." Farel pun berdiri dan menuju ke konter pemesanan.

Nana tersenyum melihat kakaknya yang berwajah kesal, tetapi tetap ada senyum sekilas di wajahnya. Ia tahu, kakaknya tidak bisa begitu saja menolak permintaannya. Terlebih, dulu ia cukup membantu kakaknya untuk mendekati sang istri sampai akhirnya berhasil menikahi secara resmi.

"Makasih, Mas Farel yang baik hati dan sedikit sombong. Tetap keren di mata adikmu yang lucu ini," ujar Nana saat caramel macchiato kesukaannya mendarat di depannya.

"Jadi, Ibu masih kekeuh kamu kerja di biro itu lagi?" Farel membuka obrolan setelah melihat Nana menyeruput kopinya.

Nana mengangguk lemah. "Bayangin, Mas. Mau ditaruh di mana muka aku kalo ketemu orang itu lagi?"

"Di depan, lah. Masa di pantat."

"Ih, Mas Farel! Lagi serius juga!"

Farel tertawa pelan. "Terus, besok jadi?"

Mendadak pipi Nana terasa panas. Benar, besok adalah pertemuan pertamanya dengan lelaki yang akan bertaaruf dengannya. "Kata Mbak Farah—ustazah Nana—di pertemuan besok kita bisa nanyain apa aja yang mau kita tahu dari calon. Aku lupa istilahnya apa, intinya ketemu untuk mengenal lebih dalam dan ... ya, boleh liat orangnya langsung buat meyakinkan diri."

"Meyakinkan di ganteng apa enggak?" Farel tidak berhenti mencari celah untuk meledek adik perempuannya yang menggemaskan ini. Sejak kecil, keduanya memang bisa dekat karena sering meributkan hal-hal kecil dan bisa berdamai dengan cepat.

"Iya, lah. Kalo lebih ganteng dari Mas Farel, aku gas pol!"

Farel tertawa. "Mana coba liat CV-nya. Ada fotonya, kan?"

CommuterLove ✔Where stories live. Discover now