3. Terlambat

153 18 0
                                    


-Happy Reading-






























Sepanjang jalan pulang dari rumah sakit malam ini, Sekala dibuat terus berpikir tentang kejadian yang menimpa Bima.

Jalanan yang lumayan ramai biarpun malam yang sudah semakin larut beradu dengan hawa dingin sesudah hujan.

Angkasa sana yang sepi tidak ada bintang karena masih mendung menjadi perjalanan paling menenangkan bagi Sekala.

Ribut serta bising yang selalu jadi temannya semenjak insiden di masa lalu selalu terobati oleh alam.

Sekala Abimanyu, seorang remaja usia 16 tahun pencinta senja dan segala tentang nikmat sore.

Di balik helm yang ia gunakan hembusan nafas panjang terus berhembus, malam sudah semakin larut pasti Bapak sudah pulang.

Hingga bermenit-menit berkendara, roda-roda motor miliknya berhenti dengan tegas di halaman rumah kediaman Bapak Abimanyu.

Ceklek

Suara pintu yang dibuka mengudara bersama bau yang selalu menyambut saat Sekala pulang malam.

Tampak laki-laki yang Ibunya elu-elukan sebagai kepala keluarga yang harus senantiasa dihormati, tengah meneguk beberapa alkohol.

Sekala sendiri bingung bagaimana bisa seorang wanita seperti Ibu nya bisa bersanding dengan laki-laki seperti ini.

Kerjaan nya hanya mabuk-mabukkan, main judi pulang selalu larut. Dan yang paling Sekala benci dari Bapak adalah ringan tangan.

Jika meminta uang kepada Ibu tidak diberikan, pasti selalu ada luka lebam yang menghias kulit putih itu.

"Kala pulang". Ujar Sekala, hendak melangkah masuk ke dalam kamar tapi suara berat milik Bapak lebih dulu membuat langkahnya terhenti.

"Dari mana saja kamu?". Pertanyaan yang disambung dengan tegukan alkohol lagi. Berapa banyak botol pun yang diminum, tapi tetap dahaga tidak akan pernah merasa puas.

"Rumah sakit". Jawab Sekala sekadarnya.

"Ngapain, ngemis?". Ucapan yang langsung disambut tawa oleh Bapak. Sekala tau Bapaknya ini pasti sudah benar-benar mabuk sampai meracau tidak jelas.

Tapi, kalau boleh jujur hati anak mana yang tidak sakit saat ucapan itu dilayangkan untuk diri sendiri.

"Jenguk Bima Pak, dia kecelakaan".

"Masih peduli kamu sama anak berandal itu?".

"Bima bukan anak beran--".

"Tau apa kamu?!". Bentakan yang langsung memotong ucapan Sekala.

Mengepalkan tangan erat, berusaha meredam emosi agar tidak kelepasan. Malam ini Ibu tidak pulang karena lembur kerja, jadi sebisa mungkin Sekala redam amarah nya. Takut tidak bisa mengendalikan.

Sisa alkohol yang sudah tinggal setengah itu menjadi saksi bisu perlakuan selanjutnya oleh Bapak pada Sekala.

"Keluar kamu, beliin Bapak rokok". Perintah yang mutlak harus dilakukan.

SENJA TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang