2

721 53 2
                                    


Prangg

Bunyi pecahan beling menyambut kehadiran Pete di Mansionnya.Pete menghela nafas berat.Lagi? Batinnya. Sudah cukup sering dia melihat pemandangan itu,dan dia sudah muak.

"Memang benar keputusanku untuk bercerai denganmu.Kau tidak tahu diri.Sudah tau memiliki suami,kau malah bersetubuh dengan orang lain di mobil didepan kantorku.Kau memang ingin merusak reputasiku kan?"

"Memangnya aku peduli?!" Teriak Mama Pete.

Papa Pete yang sudah muak,melayangkan tamparan di pipi Mama Pete "Kau-"

"Bagus. Baguslah jika kalian bercerai" suara Pete menginterupsi pertengkaran keduanya.Keduanya pun menoleh.

"Enyah kalian berdua dari hidupku" kalimat terakhir yang Pete ucapkan sebelum berbalik arah dan pergi dari Mansionnya.Niat hati pulang kerumahnya untuk beristirahat,tpi nyatanya dia bahkan tidak menemukan ketenangan apapun disana.Orangtuanya memang selalu seperti itu sejak dulu.Bertengkar, menghancurkan barang, memukul.Pete tidak pernah melihat adanya keharmonisan barang sekali.Pete tahu bahwa orangtuanya tidak saling mencintai.Mereka menikah karena terpaksa.Sungguh sialan sekali hidupnya harus lahir dalam keluarga yang kacau seperti ini.Orangtuanya mana pernah memikirkan perasaan Pete.Yang mereka tahu hanya bertengkar, bertengkar dan bertengkar.

Pete muak.



<><><><><>




Dan disinilah Pete berada. Disebuah stasiun lama yang sudah tak terpakai.Ada 1 kereta api yang sudah tidak berfungsi.Pete biasa menghabiskan hari disini jika sedang stress.Tidur di rumput dekat stasiun,Pete tidak takut akan disengat serangga atau digigit ular beracun, karena sekalipun dia mati pun tak masalah. Tidak ada yang akan menangisinya. Dia bahkan bingung, dia ini hidup untuk apa?

Memejamkan matanya sambil menikmati angin adalah opsi terbaik saat ini.




<><><><><>





"Pete" suara Porsche,rekan kerja Pete menyapa telinga.

Pete yang sedang mengaduk kopi hitam buatannya,akhirnya menoleh."Hm?"

"Kau tidak pulang?" Tanya Porsche sambil menenteng tasnya,akan pulang.

Pete mendudukkan dirinya di kursi lalu menyesap kopi buatannya "Ya, sebentar lagi"

"Kalau begitu jangan lupa kunci Kafe nya ya, aku akan pulang dulu.Aku sudah sangat lelah.Kau juga istirahatlah setelah ini" Porsche sudah sangat paham dengan kebiasaan Pete yang tidak langsung pulang setelah selesai bekerja.Dia akan meminum kopi dan stay di Kafe selama 1 atau 2 jam.Porsche juga cukup percaya dengan Pete itulah sebabnya dia memberikan kunci Kafe nya pada Pete.Pete itu anak baik,kata Porsche.

Ya,Pete sudah lama bekerja di sebuah Kafe milik Porsche,kakak kelasnya semasa SMA dulu. Semua itu Pete lakukan karena dia tidak ingin menggunakan uang orangtuanya.Rasanya dia sudah tidak sudi menerima apapun dari orangtuanya-kecuali rumah-. Meski terkadang dia kesulitan mengumpulkan uang,Pete tetap tidak akan memakai uang orangtuanya. Dia lebih memilih lelah bekerja dobel untuk mendapatkan uang sendiri. Entah sudah berapa banyak sebenarnya uang yang Pete punya karena setiap bulan baik Papa maupun Mamanya masing-masing tetap mengirimkan uang padanya dengan jumlah yang cukup besar,tapi uang itu tidak terpakai sama sekali.

Persetan dengan uang. Pete ingin waktu dan kasih sayang orangtuanya.








"COPEEEETTTTT"

Sebuah teriakan yang sangat kencang membuat Pete yang baru saja menutup Kafe,menoleh.Dia melihat seorang pria sedang berlari mengerjar pria lainnya yang tampak lebih muda.

"Ah sial" entah angin apa yang membuat Pete ikut berlari mengejar si pencopet.

"Aarrgghhh" si pencopet terjatuh ke depan setelah Pete menendang punggungnya.

"Bajingan kecil" Pete dengan cepat mengambil dompet yang dibawa si pencopet. Berniat melayangkan tinjunya, sebelum sebuah suara menginterupsinya.

"Jangan!" Pria itu tiba dengan nafas yang ngos-ngos an. "Biarkan aku yang mengurusnya"

Pete melemparkan dompet itu ke pemiliknya "Milikmu".

"Terimakasih"

"Hei,tunggu!" Pria itu menahan tangan Pete yang ingin pergi."Karena kau sudah menolongku,jadi biarkan aku membalas budi"

Pete menaikkan aliskan.Dia membantu karena ingin saja.Tidak mengharapkan imbalan apapun.

"Seperti.....memuaskanmu di ranjang?"

Sial, sial, sial. Pete menghempaskan tangan pria itu kasar.Apa-apaan pria ini?

"Fuck yourself" Pete memberikan jari tengahnya dan pergi dengan kesal.Seketika Pete menyesal telah menolong pria cabul.






<><><><><>





"Bagaimana? Makanannya enak?" Pria bersurai kecoklatan menatap penuh harap pada pria tiang di depannya.

"Enak.Kau sudah sangat pintar memasak,hm?"

"Ish, Job ! Rambutku jadi berantakan" pria berambut kecoklatan mempoutkan bibir,protes atas tindakan pria tiang yang mengusak-usak rambutnya. Sedangkan si pria tiang-Job- hanya terkekeh.

"Aku belajar memasak untukmu.Agar setelah kita menikah nanti, aku bisa menyiapkan semuanya untukmu.Aku tidak ingin kau memakan masakan ART"

"Bagus sekali,Bas.Terimakasih" Job mengambil tangan Bas untuk digenggam dan dia usap menggunakan ibu jari.Dan Bas tidak bisa tidak tersipu karenanya.

"Oh iya, teman-temanku akan pergi berlibur bersama kekasihnya weekend ini.Aku juga ingin. Bagaimana jika kita berlibur bersama? Bukankah itu ide bagus? Aku ingin ke pantai"

"Tidak bisa"

"Kenapa?"

"Aku harus menemani Pete"

"Dia lagi?" Bas melepaskan tangannya yang digenggam Job,dengan kasar.

"Bisa tidak jangan ada Pete saat kita bersama?"

"Bas,kita sudah membicarakan ini."

"Tidak.Kau selalu seperti ini.Kau selalu mengutamakan Pete daripada aku.Sebenarnya yang kekasihmu aku atau dia?"

"Bas, orangtuanya akan bercerai.Dia butuh seseorang untuk ada disampingnya, untuk menguatkannya. Dia tidak punya siapa-siapa. Dia sangat terluka. Bagaimana bisa aku meninggalkannya sendirian hanya untuk berlibur yang bisa lain waktu aku lakukan?" Job mencoba memberi Bas pengertian. Job benar-benar tidak bisa meninggalkan Pete.

"Kau selalu peduli dengan perasaannya,lalu bagaimana dengan perasaanku? Aku juga sedih karena kekasihku lebih memilih memprioritaskan orang lain daripada aku"

"Bas,aku tidak ingin kita bertengkar karena masalah ini"

"Aku juga tidak ingin bertengkar,tapi kau yang memulai duluan" Bas meninggikan suaranya.

"Bas" Job mencoba menyentuh Bas tapi segera ditepis kasar.Tapi Job tidak menyerah,sampai Bas ada dipelukannya.

"Aku minta maaf.Aku mencintaimu" Job mengecup pucuk kepala Bas.Jujur saja,Job merasa bersalah pada Bas karena tidak bisa memberikan apa yang kekasihnya inginkan.Jika saja keadaannya tidak seburuk ini,Job pasti akan mengiyakan ide berlibur ini.

Bas yang gampang luluh dengan permintaan maaf dan ucapan cinta Job itu,mulai melingkarkan tangannya untuk memeluk Job.

"Aku lebih mencintaimu,Job.Aku ingin perhatian dan waktumu hanya untukku" Bas mendongak menatap Job dengan tatapan harap.Bas sangat tau bahwa nomor 1 bagi Job adalah Pete.Tapi apa Bas tidak boleh berharap jika suatu saat Bas yang akan menduduki nomor 1? Rasanya sangat sakit dan tidak adil bagi Bas.Disini Bas lah yang kekasih Job.Tapi Pete mencuri semuanya dari Bas.

Bas benci Pete.Tapi tidak benar-benar benci karena Bas juga masih mempunyai hati untuk mengerti keadaannya.

Bas berharap semua akan membaik dengan cepat.

All The Wounds (VegasPete-Complete)Where stories live. Discover now