LIMA

12.3K 1.2K 17
                                    


Theana menatap roh Melissa yang mengangguk. Seolah meyakinkan Theana.

"Apa Anda bilang saya banyak meminta permata, gaun, bahkan pemilih makanan?"

"Ya."

"Nyatanya saya tidak pernah mendapatkan semua itu. Pakaian yang saya pakai hanyalah gaun putih yang saya kenakan saat bertemu dengan Anda." Theana menunjuk Julius.

"Permat saja tidak pernah ada. Saya memakan roti keras dan sup dingin. Tapi, kadang juga saya makan makanan basi."

"Jadi, maksudmu semua itu tidak benar?" tanya Jeremy

"Jelas itu tidak benar," ujar Raniero membalas kalimat adiknya. "Para pelayan yang tidak setia. Menipu tuannya bahkan disaat anak ini tidak ada di paviliun, mereka tidak melapor atau mencari keberadaannya."

Ya, Theana pergi dari tempat itu cukup lama. Tidak ada tanda pencarian oleh tiga sampah itu.

Ketiganya menatap Theana dengan tatapan yang tahu jawaban atas keadaan Theana saat ini.

"Saya tidur di kamar pelayan. Mereka yang menikmati kemewahan atas nama saya. Sedangkan saya terluka, karena niat untuk mengungkapkan semuanya."

"Saya ingin ini selesai, Pangeran." Theana mengakhiri kalimatnya dengan permintaan tegas. Duduknya yang tegap diatas ranjang. Tatap penuh keyakinan yang membuat ketiganya ingat tentang sosok ibu mereka.

"Mungkin ini berbahaya, tetapi kita harus mencoba." Jeremy yang semula sangat ribut dan selalu mencari celah untuk menghina dan memarahi Theana, mulai memelankan suaranya. "Kau kembali, kami akan ada di sisimu. Bawa batu sihir perekam untuk merekam semuanya."

"Ya, itu ide bagus."

"Saya juga berpikir demikian. Kita harus menjebak untuk mendapatkan bukti dan menghukum mereka."

Theana mulai berdiri. Dia terlihat semangat. Mengepal tangannya. Kini tiga pangeran hendak bekerjasama dengannya untuk mengungkapkan kebenaran. Ini adalah saat terbaik.

"Tapi tidurlah dulu, kau saja masih susah berjalan." Raniero menjentikkan jari pelan di dahi Theana. Gadis itu mengusap dahinya dan menatap Raniero.

"Tapi—"

"Kakak benar. Kau bahkan bisa mati sebelum sampai ke paviliun."

"Aku tidak selemah itu!"

"Makan yang banyak. Tulangmu timbul," sarkas Jeremy.

Julius mengusap puncak kepala Theana. "Tidurlah yang cukup, agar kau bisa menjalankan misi kita."

***

Siapa yang menyangka jika dia akan mendapatkan perlakuan seperti ini? Theana sangat senang karena tidak ada kebencian. Melissa juga terlihat bahagia. Perempuan itu duduk di pagar balkon.

"Sudah aku katakan, putraku adalah putra terbaik. Mereka hebat dan memiliki hati emas."

Theana tersenyum. "Ya, Anda benar."

Namun, hingga kini. Theana masih tidak mengerti. Kenapa Melissa, sang permaisuri. Begitu baik dengan Theana yang notabene seorang anak haram suaminya? Kenapa dia begitu ingin Theana akrab dengan semua putra bahkan suaminya? Kenapa dia sampai seperti ini?

Kalau dilihat lagi, Theana mirip dengan permaisuri. Begitu mirip. Akankah Theana yang seperti ini anak haram kaisar? Padahal Theana sangat mirip dengan permaisuri.

"Yang Mulia. Kenapa Anda sangat baik kepada saya?"

Melissa yang mendapatkan pertanyaan itu dari sang putri tertegun. "Perasaan bersalahku," jawab Melissa.

"Atas dasar apa?"

"Karena aku mengabaikanmu, putriku."

Theana menatap netra Melissa. "Kenapa saya begitu mirip dengan Anda? Padahal kita tidak memiliki hubungan darah."

Melissa kembali tertegun. Perempuan itu memejamkan matanya. "Kau itu putriku Theana."

Desir angin malam mulai berembus kencang. Menerbangkan rambut Theana yang keemasan. Gaun tidurnya ikut melayang. Keberadaan Theana yang berdiri di balkon bersama roh ibunya. Sunggu diluar dugaan.

"Ja-jadi?"

Theana dibuat bingung dan tergagap. "Aku seharusnya mengatakan ini sejak awal. Tapi, aku terlalu terbawa suasana saat bersamamu, anakku."

Permaisuri menggenggam kedua tangannya di atas dada. Senyumannya sendu dan matanya sayu. "Kau putriku, tapi Ragnar sang kaisar bukan ayahmu."

Di detik yang sama. Desir angin itu, seolah membawa sosok Melissa pergi seperti butiran debu. Padahal kisah itu belum usai. Tetapi, tubuh Melissa sudah akan hilang.

Theana tertegun. Dia ingat alasan roh masih terjebak di dunia.

Mungkin alasan Melissa sang permaisuri itu terjebak di sini karena dia dan rasa bersalahnya terhadap Theana. Dan di saat semuanya usai, kesalahpahaman dan semuanya. Dia menghilang.

"Hiduplah yang baik, Theana anakku. Maaf ibu tidak bisa menemanimu."

Terlihat tubuh ibunya sudah tinggal separuh. Theana menatap sang ibu dengan air mata yang mulai luruh.

"Bisakah aku mendengar kau memanggilku ibu, Theana?"

Thenana memejamkan matanya. Dia mendekati Melissa. Mulai mengusap pipi roh tersebut yang terasa seperti desir abu. "Ibu, terima kasih."

Melissa mengecup pipi Theana. "Selamat tinggal, Nak. Hiduplah dengan baik."

TBC

LIVE AS THE EMPEROR'S DAUGHTER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang