24

29.5K 3.3K 220
                                    

Haiiiiiii
Happy reading
_____________

Sebelumnya …

"Jangan dengar Liam! Dia cuma menggertak," kata Janu sengaja memotong kata-kata Garin.

"Aku tahu," jawab Garin langsung. "Jadi, turunin aku di sini!"

Janu kembali diam, sedangkan mobil itu tetap bergerak laju. Permintaan Garin jelas ditolak oleh orang yang memegang kemudi.
_____________

Mobil Janu akhirnya berhenti beberapa menit kemudian. Kini mereka diam di dalam mobil yang terparkir di parkiran gedung apartemen Janu.

"Liam mungkin masih di rumah kamu dan menunggu, jadi jangan langsung pulang."

Garin tidak peduli dan tetap membuka pintu. Wanita itu turun dan langsung melangkah pergi. Ia tetap akan pulang kalaupun Liam masih ada di rumahnya. Itu karena Garin tahu Liam tidak benar-benar mengancamnya, tidak akan terjadi hal-hal seperti yang Janu cemaskan. Namun, baru beberapa langkah berjalan, Garin terkejut karena seseorang menahan tangannya. Garin menoleh dan segera meronta karena Janu langsung menyeretnya.

"Ikut aku sebentar! Ada yang mau aku bicarakan," kata Janu justru menguatkan pegangan.

"Kita bisa bicara di sini," jawab Garin seraya berusaha menahan langkahnya.

Akan tetapi, kekuatan Garin tidak seberapa jika dibandingkan dengan Janu yang sudah punya kemauan. Garin tetap terseret masuk ke dalam lift dan Janu tetap tidak melepaskan Garin, bahkan ketika pintu lift sudah tertutup sempurna. Garin menatap laki-laki itu dengan jengkel, sedangkan Janu mengabaikan tatapan yang mengarah padanya dengan sengaja.

Beberapa saat—yang terasa lebih lama dari yang sebenarnya—kemudian lift berhenti dan pintu terbuka. Garin agak terkejut karena Janu langsung menariknya keluar dengan sedikit memaksa, kentara Janu khawatir Garin masih akan meronta darinya. Garin tidak berani menebak apa yang ingin Janu bicarakan dengannya. Ia hanya berharap ini semua tidak akan berakhir di ranjang.

Janu membuka pintu dan membawa Garin masuk. Setelah menutup pintunya, baru Janu melepaskan tangan Garin dari cengkeramannya. Wanita itu segera mengusap pergelangan tangannya yang memerah hampir mati rasa.

Janu tidak menyuruh Garin duduk. Laki-laki itu menjatuhkan diri untuk duduk di sofa dan langsung meraup muka tampak frustrasi. Garin tidak berpindah dari tempatnya, menatapi Janu saja dari sana. Janu mungkin sudah cukup tertekan dengan masalah pernikahannya, lalu sekarang ada kerumitan ini juga yang mengusiknya.

"Aku tahu Liam gak serius," kata Garin lirih. "Jadi, jangan khawatir." Garin harap itu cukup untuk membuat Janu lebih baik, cukup untuk mengurangi beban pikiran Janu saat ini.

"Biar aku pergi ke tempat temanku kalau Liam masih di sana waktu aku sampai rumah nanti." Garin beralasan seolah membuat rencana, mengatakannya untuk berpamitan juga. Tepat setelah itu ia berjalan menghampiri pintu.

Janu menoleh menyadari langkah kaki Garin. Ia bangkit dan memanggil, "Rin!" untuk menahan wanita itu. Meski begitu, Garin tetap berjalan. Garin sudah meraih gagang pintu ketika Janu mengejar hingga sampai padanya. Janu menarik Garin, membawanya ke ruang tamu, lalu mendudukkan Garin di sofa. Janu tidak ikut duduk kali ini, justru berdiri dan bahkan membuat jarak dari Garin.

Garin menatap bingung pada laki-laki itu. Namun, sesaat kemudian teringat kata-kata Liam sebelumnya.

"Dia selalu kacau di dekat kamu. Dia yang tenang itu selalu gelisah karena menginginkan sesuatu jika di dekat kamu. Dia selalu bisa bersikap egois jika dengan kamu. Bukan karena kamu pantas, tapi karena dorongan itu terlalu kuat untuk bisa ditahan."

Filthy SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang