5

295 47 2
                                    

Jika bisa memilih, Sean rasanya ingin sekali menghapuskan hari ini dari kalender nya. Sepertinya baru pagi tadi dia tertawa-tawa dengan Jarves saat pulang dari rumah nenek nya yang ada di luar kota. Sekarang ia harus kelelahan karna tugas segunung nya. Ingin menangis rasanya.

"Muka nya jelek banget"olok Riki saat melihat Sean menopang dagu.

Kelasnya baru saja selesai tapi Sean masih betah di dalam kelas. Rasa ingin tidurnya benar-benar kuat.

"Nggak laper, Se?"tanya Riki.
"Lebih ke ngantuk sih, Ki. Pengen tidur"
"Kelas mu udah selesai kan?"
"Udah. Tapi sekarang mager"
"Duh, Se. Kamu mending nggak usah kebanyakan main sama Juan deh. Lama-lama kamu mirip dia. Pengaruh bur-"

Pletak

"Anjir!"
"Ngomong sekali lagi Lo! Pengaruh apaan gue?"todong Juan dengan tatapan murka penuh ancaman nya.
"Eh Juan, udah makan belum? Laper nggak? Makan yuk"ajak Riki dengan wajah tanpa dosa nya.
"Si anjing ini ngomong apaan, Se?"tanya Juan beralih pada Sean.
"Sean lama-lama mirip sama Juan. Eh Juan, aku pengen pulang tapi mager. Mending naik grab apa tunggu mas Jarves? Soalnya ngantuk banget ini"keluh Sean sekaligus berusaha menyelamatkan Riki dari amukan singa.
"Pulang aja, naik grab. Biar cepet ketemu kasur, istirahat"saran Juan.
"Mau gue anter?"tawar Riki.
"Emang kelas nya udah selesai?"tanya Sean balik.
"Udah dari tadi, ini gue lagi gabut karna nunggu anak club' dance belum pada kelar kelas"

Sean menatap Juan yang mengangguk mengiyakan. Juan lihat mata Sean benar-benar sudah sayu, di tiup sebentar saja pasti langsung tertidur.

"Udah sana sama Riki. Langsung pulang, tidur"
"Iya. Sean pulang dulu ya. Dah, Juan"pamit Sean yang langsung di rangkul Riki menuju tempat parkir.
"Untung gue bawa mobil, bayangin gue bawa motor terus Lo tidur di belakang gue. Apa nggak nangis gue megangin Lo?"canda Riki.

Memilih tersenyum, Sean akhirnya benar-benar tertidur di dalam mobil Riki tepat setelah mobil itu meninggalkan area universitas.

"Se, bangun. Udah sampe"Riki menepuk pipi bulat itu perlahan.
"Iya, Bun"
"Nggak ada bun. Ayo, bangun. Katanya ngantuk, ketemu kasur sana"

Tak mendapat jawaban dan pergerakan dari Sean, akhirnya Riki memilih menunggu sembari melirik ke arah si manis yang mendengkur halus. Setelah menunggu sekitar 20 menit, Sean akhirnya bangun lalu masuk ke dalam rumah karna Riki menolak mampir. Anak itu segera mengunci pintu, masuk ke dalam kamar lalu tertidur. Entah berapa lama, tapi Sean ingat ia terbangun karna dering ponsel nya yang nyaring.

"Kenapa mas?"

Itu Jarves.

"Kamu dimana?"
"Rumah, mas. Bangun tidur"
"Sekarang mandi, nanti mas telpon lagi"
"Ada apa?"
"Kamu mandi dulu aja, cepet ya"
"Iya"

Tak lama, Sean segera menelepon balik Jarves tepat setelah ia selesai mengenakan pakaian nya.

"Ada apa, mas? Sean udah selesai mandi"
"Kamu yang tenang, sekarang siapin baju sama perlengkapan buat nginep. Kamu jangan naik mobil sendiri, naik grab boleh. Atau minta tolong Riki sama Juan. Ke rumah Simbah ya, dek. Simbah nggak ada barusan aja"suara tenang Jarves tak mampu membuat Sean tenang.

Anak itu langsung menangis keras saat mendengar penuturan sang kakak. Tangan yang sejak tadi sibuk menyiapkan apa yang Jarves minta menjadi tidak fokus entah kemana.

"Sean, Sean, Sean. Dek, dengerin mas. Kamu nggak boleh panik nanti nggak bisa sampe sini. Tenang, bunda sama ibu udah disini. Sekarang rapiin keperluan kamu, kunci pintu, terus minta tolong di anter kesini ya? Kalo Riki sama Juan nggak bisa biar mas minta tolong temen mas. Denger kan, Sean? Halo? Adek?"
"Iya, denger mas"jawab Sean di sela tangis nya.
"Udah nangis nya ya, dek. Kamu hati-hati, jangan panik"

Norma - Heesun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang