Dua: Tentang Harap dan Sesal

9 0 0
                                    

Nyatanya, hidup memang berjalan ke depan bukan ke belakang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nyatanya, hidup memang berjalan ke depan bukan ke belakang

Hidup realistis bukan melankolis

Dalam hidup ada yang namanya harap dan sesal. Itu lumrah ketika kau merasa ada keinginan yang hadir tentang masa depan. Begitu pun ungkapan-ungkapan "seandainya" atau "jika saja" yang kau pasang untuk masa lalu.

Harap selalu menjadi kata yang kau pandang secara baik, sementara sesal adalah representasi kecewa yang tak jarang membuat perasaanmu menjadi suram.

Soal harap, kau berharap akan ada hari di mana semua hal berat yang kau lalui usai. Kau berharap kehidupanmu nanti akan menjadi lebih baik. Dikelilingi segala hal yang kau ingini, dijauhi dari persoalan pelik yang membelit. Harap-harap beragam yang tak pernah usai. Harap-harap yang terdengar masuk akal hingga di luar nalar.

Tentang sesal, kau menyesal karena tidak melakukan hal yang baik di masa lalu. Kau menyesal karena melewatkan kesempatan yang pernah ada, atau sekedar sesal karena ucapan-ucapanmu yang kau rasa berlebihan.

Harap memang punya kesan semenyenangkan itu, sementara sesal teramat menjengkelkan.

Tidak seperti harap yang selalu hadir di awal cerita, sesal senantiasa datang di akhir kisah. Membawa rasa bersalah yang tak terdefenisikan. Menyertai diri dengan segala emosi negatif yang hanya membuatmu semakin terperosok dalam jurang ketidakberdayaan.

Karena sesal kau menjadi kesal.

Karena sesal kau menjadi berhenti di tempat.

Karena sesal, kau menghambat langkahmu sendiri. Menyalahi diri dengan terus terkungkung dalam masa lalu yang seharusnya bisa membuatmu bangkit. Itu memang menyakitkan. Siapapun akan mengakui bahwa menerima luka masa lalu dan benar-benar berhenti menyesalinya adalah sebuah hal yang berat untuk dilakukan.

Tapi, bukan berarti tidak bisa.

Siapapun bisa melakukannya. Siapapun berhak untuk melakukannya.

Termasuk dirimu.

Karena itu, berhenti mengubur harap yang kau miliki hanya karena sesal yang tak jua sudah. 

Kau boleh berdamai dengan rasa tak terimamu melalui sesal. Mungkin dengan begitu, hatimu sedikit menjadi lebih baik. Namun, bukan berarti kau bisa terus melakukannya hingga hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bahkan bulan berganti tahun. 

Sesal tak butuh waktu selama itu untuk benar-benar hilang. Karena semakin kau memikirkannya, sesal itu justru semakin ada. Kau hanya membuang waktu dan kesempatan yang barangkali akan membuatmu kembali menuai sesal di kemudian hari.

Lantas, bagaimana kalau mengganti waktu tersia-siakan itu dengan menanam harap?

Harap-harap tentang masa depan.

Harap-harap yang masih abu-abu, tapi itu masih lebih baik dibanding sesal yang sepenuhnya kelabu.

Toh nyatanya... hidup memang berjalan ke depan bukan ke belakang.

Hidup itu realistis, bukan melankolis.

****

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 27, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pesan Untuk Diri SendiriWhere stories live. Discover now