Pertemuan

299 43 4
                                    

"Disini rupanya kamu, Pit..." Terdengarlah suara dari atas Taufan dan Pit. "Lady Palutena memintaku menyusul. Kukira ada bahaya, ternyata kamu lagi main-main." Terdengar suara menyahut tidak jauh dari posisi Taufan dan Pit melayang.

Taufan yang terkejut langsung memisahkan diri dari Pit, si malaikat remaja. Serta merta si penguasa elemental angin itu menoleh celingukan mencari sumber suara.

Berbeda dengan Taufan, Pit malah terlihat santai saja. Malahan si malaikat itu tertawa gugup sambil menengok ke atas dan menggaruki bagian belakang kepalanya.

Mengikuti Pit, Taufan ikutan menengok ke atas. Dia menemukan seorang malaikat lagi sedang melayang dengan kedua tangan terlipat. Yang membuat Taufan terkejut adalah kemiripan paras malaikat yang baru dilihatnya itu dengan Pit.

Namun perbedaan tetap bisa dilihat oleh Taufan. Malaikat yang baru dilihatnya itu memiliki tatapan mata tajam dan dingin yang mengingatkan Taufan akan Halilintar.

Tidak hanya sorot mata, gaya berpakaian dan sayap malaikat itu juga berbeda dengan Pit. Kalau toga yang dikenakan Pit berwarna putih maka toga yang dikenakan malaikat yang baru tiba itu berwarna hitam. Demikian pula dengan sepasang sayap berwarna hitam legam di punggung si malaikat

"Oh, hey Pittoo!" Pit menegur malaikat bersayap hitam itu sambil melambaikan tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh, hey Pittoo!" Pit menegur malaikat bersayap hitam itu sambil melambaikan tangan.

Wajah kesal malaikat yang dipanggil Pittoo itu terlihat semakin menjadi setelah dipanggil oleh Pit. "Sudah kubilang berapa kali .... Panggil aku Dark Pit!" ketus si malaikat bersayap hitam itu.

"Blapi!" tambah Pit dengan cengiran jahil. "Black Pit 'kan?"

"Ngga makin baik!" Sebuah perempatan urat imajiner mendadak muncul di pelipis Pittoo.

Taufan sempat merasa tegang karena kedatangan malaikat bersayap hitam yang terlihat kurang ramah namun interaksi tidak formal yang terjadi antara kedua malaikat itu membuatnya lebih santai. Setidaknya malaikat yang baru tiba itu datang bukan untuk mencari perkara.

"I-itu temanmu?" tanya Taufan sembari menengok ke arah Pit.

"Teman? Bukaaan. Pitto ini bukan temanku tapi dia adalah hasil kloning dariku." Pit menjelaskan seakan apa yang baru saja dia utarakan itu adalah peristiwa biasa saja.

Tentu saja Taufan bingung dengan apa yang didengarnya. Memang Taufan tidak berotak encer seperti Solar namun dia tahu bahwa kloning manusia adalah sesuatu yang masih sangat kontroversial. Walau begitu contoh nyata sudah terlihat di depan mata Taufan dengan keberadaan Pit dan ....

"Dark Pit!" koreksi Pitto sembari melayang turun dan menghampiri Pit dan Taufan. "Dan kau ...?" Pitto melirik ke arah Taufan tanpa menolehkan kepala.

"Dia Taufan. Penguasa elemental angin dari bumi." Pit menjelaskan sebelum Taufan sempat membuka mulut.

Kedua alis mata Pitto mengangkat. "Oh? Benarkah?" Si malaikat bersayap hitam itu melirik ke arah Taufan. Dia memperhatikan remaja yang disebut penguasa elemental angin oleh Pit dengan seksama dari ujung kepala sampai ke kaki.  Sejenak Pitto ragu akan klaim Pit karena senyum pongah Taufan yang tidak kunjung sirna, namun di sisi lain Pitto juga yakin bahwa Pit tidak mungkin berbohong.

Setelah beberapa saat lamanya barulah Pitto mengulurkan tangan kepada Taufan. "Aku Dark Pit."

"Panggil saja Pitto atau Blapi, lebih singkat!" celetuk Pit tanpa dosa.

Interaksi kedua malaikat itu membuat Taufan terkekeh. "Oke ... Pitto." Taufan menimpali sembari menybut uluran tangan Pitto. "Kamu juga pelayan Lady Palutena itu kah?"

Pitto mendengkus gusar saat mendengar Taufan mengikuti saran Pit dan bertanya mengenai perihal Lady Palutena. "Hmpf. Aku bukan pelayan siapa pun," tegas Pitto. "Sebut saja aku sekutu mereka."

"Tapi ...." Taufan menatap balik ke arah Pitto. "Kamu benar-benar mirip Pit. Hebat juga proses kloningan kalian."

Pitto menghela napas panjang. Gerak-geriknya mendadak gelisah saat mulai merasa tidak nyaman. "Aku lebih suka kalau kita tidak membahas itu ...."

"Alaaah, kenapa harus begitu?" rengek Pit sembari mencolek-colek lengan Pitto. "Ngga memalukan-"

Mendadak Pitto mengibaskan tangannya. Secepat kilat sebuah busur lengkap dengan anak panahnya tercipta di kedua tangan si malaikat bersayap hitam  dan dengan kecepatan yang sama dia mengarahkan busur beserta panahnya ke kepala Pit. "Sebaiknya kita ngga membahas itu, mengerti?" desis Pitto sembari menarik anak panahnya.

"Ahahaha." Pit tertawa gugup. Dia melayang mundur sesikit sembari mengibas-ngibaskan kedua tangannya. "I-iya, terserah kamu saja."

"Bagus," ketus Pitto singkat. Busur dan anak panah yang berada dalam genggaman tangan Pitto pun lenyap saat ia menurunkan kedua tangannya.

Interaksi antara Pit dan Pitto membuat Taufan tersenyum. Baginya cara kedua teman barunya berinteraksi itu malah mengingatkan akan dirinya sendiri dan salah satu penguasa elemental lain.

"Eh? Taufan kenapa?" tanya Pit yang melihat Taufan tersenyum-senyum sendiri.

"Kalian berdua membuat aku teringat dengan Halilintar," jawab Taufan.

Serempak alis mata Pit dan Pitto mengangkat. "Siapa dia?" Pit lebih dulu bertanya.

"Halilintar? Dia salah satu pengendali elemental juga. Dia penguasa elemental listrik atau petir."

Semakin besarlah rasa penasaran Pit setelah mendengar penjelasan Taufan. "Wah? Ada berapa kalian semua sebenarnya?"

Taufan baru saja hendak membuka mulutnya untuk menjawab saat ia mendapat ide di dalam otaknya. "Daripada aku jelaskan satu per satu, bagaimana kalau aku kenalkan langsung kalian dengan penguasa elemental yang lain?"

"Aku rasa Blaze dan Duri akan sangat senang ketemu dengan kalian," lanjut Taufan dengan antusias.

"Ayo!" sorak Pit girang. Kedua kelopak mata yang membuka lebar menghias wajah si Malaikat bersayap putih itu.

Tanpa disuruh dua kali, Taufan langsung membedal hoverboard-nya menuju bumi. "Ikuti aku!" seru si penguasa elemental angin itu tanpa memperlambat kelajuannya. "Kita ke kedaiku!"

Tentu saja Pit segera mengekor. Satu kibasan sayap memecut kelajuannya mengikuti Taufan yang sudah berada agak jauh.

Pitto di sisi lain menggeram kesal melihat Pit meninggalkan dirinya begitu saja. "Astaga! Hey! Pit! Tunggu!" seru Pitto. Melihat Pit tidak memggubris panggilan, Pitto terbang mengejar sembari merutuk dalam hati.

.

.

.

Bersambung.
Maaf chapter kali ini agak pendek.

Soaring High.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang