Blue and White

149 43 1
                                    














" Kak Zen, tunggu! "

Zen berhenti, dia baru saja hendak berbalik tapi kemudian meringis kala tidak jadi harus pergi.

Sabri datang menghampirinya, lalu tersenyum lebar memperlihatkan gigi kelinci nya yang mirip dengan.......

" Kak Zen mau jenguk Kak Sean, ya? Kalo begitu langsung masuk aja kak! Sekelian jagain ya kak, soalnya Sabri mau balik lagi ke lapangan. "

" T-tapi..... "

Tangan Zen berhenti di udara, baru saja hendak menggapai Sabri tapi anak itu sudah lebih dulu kabur dari hadapannya dengan lambaian tangan.

Zen melirik ke arah pintu, agak ragu jelas terlihat di matanya, tapi kemudian dia mau tak mau harus menghela nafas, sudah terlanjur ya sudahlah!

Cklek

Dengan langkah pelan dia masuk, lalu menutup kembali pintunya baru menuju ke arah bilik yang masih tertutup tirai berwarna hijau toska.

Untuk sesaat Zen terpaku di tempat kala melihat sosok Sean yang tengah berbaring dengan sebelah tangannya terus menyumpal tisu ke arah hidungnya kemudian membuangnya ke tong sampah di sudut, masuk!

Merasa sedang di perhatikan, Sean pun menoleh ke arah tirai-

" Zen? "

Zen berdeham, lalu melangkah masuk dan duduk di kursi kosong dekat brankar.

" Bagaimana keadaan mu? "

" Yeah, seperti yang kamu lihat. "

" Ekhem! Maaf. "

" ..........hm? "

" Aku minta maaf. "

" Untuk? "

" Untuk yang di lapangan tadi. "
Zen segera memalingkan mukanya ke samping, terlalu malu ketika harus berhadapan Sean yang terus menatap ke arahnya.

Sean sendiri berkedip lalu tersenyum tipis, dia bangkit lalu duduk di tepian brankar, masih dengan tisu yang menyumpal di sebelah lubang hidungnya.

" Tidak masalah, lagipula itu hanya kecelakaan? "

Zen menunduk, dia semakin merasa bersalah akan tindakan nya tadi. Dia hanya merasa agak kesal saja ketika setiap kali Sean mencetak ataupun mengoper bola, suara pekikan dari siswa perempuan semakin bersorak keras.

Entah jengkel karena berisik atau yang lain tapi saat itu Zen hanya sudah merasa sangat kesal. Dan sangat kebetulan sekali bola baru saja jatuh ke arah kakinya, jadi secara refleks dia melampiaskan semua rasa kesalnya pada bola tersebut. Tapi dia juga tidak menyangka bahwa bola itu memang mengarah pada Sean.

" Zen, aku...... ada yang ingin ku katakan pada-

" Maaf, tapi sepertinya aku harus pergi sekarang-

" Tunggu! "

"..............."

" Zen, tunggu sebentar Zen! "

" Lepas! "

" Tidak! Tidak sebelum aku mengatakan semua apa yang ingin ku katakan padamu! "

Sean terus menggenggam pergelangan tangan Zen, mencegah pria Kim itu untuk keluar dari ruangan tersebut. Zen sendiri menggeram rendah, dia benar benar merasa tidak nyaman sekarang. Dadanya terlalu sesak untuk sekedar bertahan lama di ruangan tersebut apalagi harus berdua dengan Sean.

Zen memilih untuk bungkam, menolak untuk membalikkan badan dan memunggungi Sean yang menatap punggung itu sendu.

" Zen.... Aku minta maaf. "

Blue and White Where stories live. Discover now