34.

886 95 5
                                    

Bruk!

"Ah? Sorry, gue gak sengaja"

Jeno buru buru meminta maaf karna sudah menabrak bahu orang lain, dia terlalu larut dalam fikirannya sendiri hingga tanpa sadar menabrak seseorang di lobby hotel.

"Gue gapa- Loh?! Jeno?!"

"Ha?" Jeno mendongak ketika mendengar namanya di sebut dan langsung terkejut melihat siapa sosok yang tengah di tabraknya.

"Jisung?" Dahi Jeno mengernyit heran melihat Jisung berada di hotel ini. Mengapa dirinya merasa jika sosok tinggi ini selalu berada di mana mana? Di taman, di jalan, di pinggir jalan, di warung, dimana mana intinya!

"Astaga, kenapa tiap gue ketemu lo, lo selalu aja kena musibah?" Jisung berjalan mendekati Jeno yang basah kuyup dengan wajah tanpa daya. Tangannya terulur, hendak menyentuh bahu Jeno, namun dengan sigap Jeno menghindarinya.

"Gue buru buru" ucap Jeno acuh, tanpa melihat Jisung dia langsung berbalik pergi begitu saja.

"Jen! Lo mau kemana hujan deras gini?!" Teriak Jisung menatap punggung tegap Jeno yang semakin menghilang dengan khawatir.

.

"DUNIA EMANG UDAH GILA!" teriak Jeno di sepanjang jalan, untung saja sedang hujan, jika tidak, di pastikan suaranya akan mengganggu orang orang dari tidur nyenyak mereka. Motor sportnya melaju kencang tanpa memperdulikan jalanan yang kabur.

Hingga akhirnya berhenti di sebuah warung pinggir jalan yang sepertinya sudah mau tutup, wajar saja, sekarang sudah hampir jam 12 malam. Jeno turun dari motornya, menatap spanduk di bagian depan warung tersebut.

"? Ternyata Kolak abah Taeil" gumam Jeno berjalan masuk.

"Yo! Ini Jeno ya?? Wah udah lama gak liat!" Seruan antusias menyambut kedatangan Jeno, sosok Doyoung berjalan menghampirinya dengan senyum lebar.

"Iya" Jeno mengangguk kecil dengan senyum tipis di bibirnya.

"Basah itu, suruh dia ganti baju" ucap Taeil ketika melihat sosok yang akhir akhir ini sering sekali di sebut sebut oleh Istrinya tengah basah kuyup.

"Eh?! Masuk Jen, mau mandi? Ganti baju dulu, basah gitu!" Doyoung buru buru mengajak Jeno untuk masuk ke dalam rumahnya. Jeno terlihat berfikir sejenak, akhirnya dia menggeleng.

"Enggak usah Kak, makasih banyak. Cuma mau numpang berteduh sebentar aja" Jeno berkata dengan tak enak.

"Ntar sakit kalo kaya gitu" alis Doyoung berkerut, menatap Jeno dengan wajah tak setuju.

"Kalo gitu gue balik aja Kak, daripada ngerepotin di sini" Jeno hendak berbalik.

"Eh! Ya jangan dong! Yaudah, duduk sini duduk dulu, biar Kakak ambilin kolak buat angetin badan!" Seru Doyoung buru buru menahan Jeno untuk tidak pergi.

"Um"

.

"Ukhuk"

Jeno buru buru berlari ke kamar mandi, dia tertegun cukup lama, sudah hampir satu bulan sejak kejadian itu, dan sekarang dia merasa mual, bukan kah ini tanda tanda?!

"Gak mungkin kan..." Gumam Jeno meremas rambutnya, namun perasaan mual itu kembali lagi, lagi lagi tak ada yang di muntahkan.

"GAK MUNGKIN!" teriak Jeno terduduk di lantai kamar mandi yang basah, dia dengan brutal memukul mukul perutnya, sekuat tenaga, walau terasa menyakitkan, mengandung anak yang tidak di inginkannya bahkan lebih menyakitkan.

"Gue gak mau! Gak mau! Gak akan pernah mau hamil anak bajingan itu!!!"

"Akh!"

Kegiatan Jeno terhenti kala merasakan sakit hebat di perutnya, bahkan dia merasa sesuatu yang hangat mengalir di kakinya, Jeno dengan keras kepala bangkit, berjalan menuju kamarnya walau tertatih tatih, jejak darah mengikuti setiap langkah yang dia ambil. Tangannya meraih benda pipih di atas meja dengan sedikit bergetar.

Buru buru Mendial nomor milik siapapun yang sekiranya dapat dia hubungi, namun tiba tiba perasaan nyeri membuat tangannya tergelincir, akhirnya panggilan yang dia buat menjadi nomor milik orang lain.

Jeno "..." F*ck!

Dia buru buru meraih ponselnya kembali, sebelum sempat memutuskan panggilan, suara di sebrang membuatnya ragu sejenak.

"Iya? Jeno? Tumben nelfon Kakak? Kenapa?"

"K-kak... Bisa bantu J-jeno? Nanti Jeno kirim lokasinya..." Jeno sedikit kesulitan berbicara, mencoba menahan sakit tajam di perutnya.

"Hah? Kamu gapapa kan? Yaudah, kirim aja lokasinya, nanti kakak ke sana!"

"Oke"

Setelah memutuskan sambungan, Jeno terduduk di lantai, mencoba menahan rasa sakit di bagian perut, dia tak tau apakah akan lama menunggu sosok yang baru saja dia telfon, lagipula dulu jarak rumah mereka sangat jauh, tetapi mungkin saja sekarang sudah lumayan dekat ketika dia pindah ke kontrakan ini. Intinya tahan sampai datang bantuan!

Benar saja, butuh waktu hampir 30 menita hingga akhirnya sosok yang di tunggu oleh Jeno muncul, ketika sosok tersebut melihat wajah pucat milik Jeno, dia buru buru menghampirinya.

"Kamu kenapa?!" Serunya cemas, mengangkat tubuh Jeno yang sudah tak memiliki tenaga lagi. Melihat sosok yang sudah lama tak di lihatnya, Jeno memberikan senyuman tipis.

"Rumah sakit Kak..." Lirih Jeno hampir tak terdengar, namun untungnya sosok tersebut segera mengerti arti dari gerak bibirnya. Secepat kilat, dia menggendong Jeno oe mobilnya, melaju menuju Rumah Sakit terdekat. Sesekali dia mengintip melalui kaca spion untuk melihat keadaan Jeno di kursi belakang yang tengah berbaring.

Jeno yang sudah tak memiliki tenaga hanya memejamkan matanya dengan kening berkerut erat, apakah calon anaknya mati? Jika iya, dirinya akan sangat bersyukur, walau calon anak di perutnya tak berdosa, dia tidak ingin memilikinya, karna itu semua sama saja membawa masalah baginya dan bahkan akan membuatnya terus berhubungan dengan orang gila itu, dia tak ingin memiliki hubungan apapun dengan orang itu lagi.

Cairan hangat mengalir dalam diam dari sudut mata Jeno yang terpejam, dirinya tengah berfikir, mengapa bisa jadi seperti ini dalam sekejap kehidupannya? Dia merasa tak pernah mengusik kehidupan siapapun, hanya sibuk dengan hidupnya sendiri, tetapi mengapa dia selalu terkena masalah dari orang lain? Ingin mengatakan bahwa dunia tidak adil, tetapi pada kenyataannya dirinyalah yang tidak mampu menghadapi dunia, baginya dunia sangat buruk, dia tak ingin berpijak di tanah lagi, dia sudah lelah menjalani kehidupan monoton yang tidak memiliki rasa sama sekali seperti ini.

Harapannya sebenarnya sangat kecil, hidup tenang dalam kecukupan tanpa kelelahan, tetapi hal itu pastinya tak akan dapat dia raih tanpa adanya usaha, hanya saja dia sangat tidak ingin berusaha, manusia terlalu buruk, dia tidak ingin mengenal siapapun lagi, dia tak mau bertemu orang asing ataupun orang baru, dia sudah terlalu nyaman pada lingkaran sosialnya yang sekarang.

Tanpa di sadari, mobil telah berhenti di halaman Rumah Sakit Umum, Jaehyun, yaitu sosok yang membawa Jeno segera menggendong Jeno masuk ke bangunan bernuansa putih tersebut.

"Suster!"




























































Hello

Hayooo Jaehyunnn

See u~

My Life Is Hurt ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang