Meet Him

7 2 0
                                    

Hari ini, seperti kebiasaannya di pagi hari, Havana berjalan cepat sambil mencari kunci motornya di tas. Ia berhenti sejenak, lalu membuka pintu rumah tanpa pamit pada siapapun karena memang tidak ada keluarganya di dalam. Gigi Havana masih menggigit roti isi ham buatan bi Asih tadi, tanpa berniat berhenti sejenak untuk sekedar menghabiskannya. Setelah menemukan kunci motor dan memakai helm yang telah tergantung di stang, Havana naik lalu menghabiskan roti isinya kemudian melenggang pergi dari pekarangan rumah.

Paginya memang selalu di awali dengan kerusuhan. Gadis itu tidak pernah sekalipun bangun lebih awal untuk mempersiapkan kelas paginya di kampus. Satu jam sebelum jam masuk, Havana baru bangun lalu mandi dan bersiap-siap secepat kilat. Sepertinya Havana satu-satunya gadis yang tidak pernah tahu bagaimana cara menggunakan riasan di pagi hari.

"Lauren! Tungguin gue elah!" Havana memakirkan motor di parkiran kampus, lalu berlari ke arah gadis dengan rambut hitam pendek sebahu yang baru saja lewat parkiran tadi.

Lauren Hanindya menghentikan langkahnya dan berdecak saat melihat rambut kusut sahabatnya. Ia merogoh saku jas almamater, kemudian memberikan sebuah sisir berwarna merah muda pada Havana.

"Ah, thanks," ujar gadis itu lalu menyisir rambutnya sambil berjalan memasuki pelataran kampus.

"Lu bebal banget deh jadi perempuan. Udah dibilang dari kapan tau, kalo hari Senin lu ada kelas pagi, malah tetep bangun jam 7," omel Lauren sebal. Havana cuek saja dan tetap merapikan rambutnya yang berantakkan akibat perjalanannya dari rumah ke kampus. Meskipun menggunakan helm, saat benda itu terlepas dari kepalanya, rambutnya otomatis akan teracak.

"Yaelah ..." Havana memberikan sisir pada Lauren setelah dirasa selesai, "Lu kayak yang belum kenal gue aja, anjir," lanjutnya.

Lauren menerima sisir itu dan memasukkannya kembali ke saku jasnya.

"Lu udah siapin materi teori komunikasi di otak lo, kan? Bu Mirna suka ngasih kuis dadakan," tanya Lauren. Keduanya saat ini sedang berjalan cepat di lorong kampus untuk menuju ruangan kelas, karena sebentar lagi dosen akan segera datang.

"Udah kok, meski cuma sekilas doang sih. Eh, lu kok bisa bareng sama gue datengnya? Lu sengaja telat juga?"

"Kagaklah! Emangnya sejak kapan gue sengaja telat? Dua tahun sahabatan sama lu, gue gapernah sekalipun ketularan rebel kayak lu,"

"Argh!" Havana menyentuh dadanya dengan gaya berlebihan, "Kalimatnya tajem banget tante."

Lauren tertawa melihat itu. Keduanya sampai di depan pintu kelas lalu memasukinya. Suasana ruangan sudah ramai karena semua orang memang sudah datang sejak pagi untuk mempersiapkan materi di kepala. Kuis yang mendadak dengan hukuman yang tidak ringan, cukup membuat para mahasiswa dan mahasiswi tidak ingin cari gara-gara, kecuali Havana tentunya.

Lauren duduk di kursi yang terletak di tengah ruangan diikuti Havana yang duduk di sebelahnya. Tidak biasanya, posisi tengah tersisa dua bangku. Padahal, jika materi bu MIrna, hanya posisi kursi paling depan yang tersisa.

"By the way, gue telat karena abang gue harus nganterin pacarnya dulu ke kerjaan. Sebel gak, sih lu jadi gue?"

Havana tertawa mendengar itu. Sudah bukan rahasia lagi diantara keduanya, jika kekasih kakak laki-laki Lauren sangat menyebalkan.

"Kapan putusan, sih? Kakak lu ganteng soalnya, pengen gue embat. Apalagi dia juga paham banget kota Bandung, kan? Bisalah gue dikenalin klub yang hits,"

Lauren menoyor dahi Havana dengan telunjuknya, "Gausah ngada-ngada deh! Yang ada kakak gue makin gila."

Havana tertawa saja, lalu obrolan keduanya terhenti otomatis saat bu Mirna datang. Keriuhan yang terjadi, pun mendadak senyap dan secara resmi kelas hari itu di mulai. Havana mengikat rambu panjangnya dengan ikat rambut berwarna abu. Gerakkan sederhana ini, tanpa dirinya sadari mengalihkan perhatian seseorang yang duduk di kursi paling belakang dekat dengan pintu ruangan kelas.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 07, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Library LoveWhere stories live. Discover now