19. Mertua

4 1 0
                                    

Sudah seminggu aku berhijab, awalnya terasa canggung, apalagi harus menyingkirkan baju-baju koleksi kesayanganku. Hampir tiap gajian aku selalu membeli baju baru untuk kupakai ke kantor, maklum aku harus selalu tampil menarik sebagai seorang sekertaris, namun kali ini aku harus mengikhlaskan mereka semua.

"Loh kesambet setan apaan tiba-tiba berhijab!"

Kalimat pertama yang Syanas lontarkan padaku. Perasaan kesal, bete, tercampur menjadi satu, bukannya di support malah ngomong ngaur. Aku bukannya nggak mau berhijab selama ini, cuman belum dapat hidayah mungkin.

Tidak hanya Syanas, yang lain pun ikut berkomentar dengan perubahan penampilanku yang tiba-tiba, ada yang sedikit menyindir juga mensupport.

"Itu seriusan Wulan! Wahh.. sekarang sudah lebih alim."

"Jangan-jangan caper lagi, soalnya pak Kahfi kan orangnya lebih alim."

"MaasyaaAllaah, cantik banget. Cocok dek kamu pakai hijab."

Komentar demi komentar terdengar selama seminggu, tidak sedikit yang berkomentar pedis, namun untung saja kak Kahfi selalu mendukung dan memberi semangat. Tidak masalah beberapa orang menyindirku, toh aku berhijab bukan karena ingin dipuji atau dinilai baik oleh orang lain, intinya jalani saja karena ini hidupku.

"Bii ayah udah nelfon." Kak Kahfi yang sudah siap sejak lima belas menit yang lalu menunggu di ruang tengah.

"Iya kak udah kok."

Semenjak berhijab, aku berdandan lebih lama dari biasanya.

"Selalu cantik." Ia tersenyum setelah melihatku keluar dari kamar,

Aku balas tersenyum, aku tidak salah memilih suami. Setiap hari aku selalu takjub dengan semua tingkahnya, seperti selalu penuh kejutan.

**
Mungkin aku sering melihat rumah-rumah mewah di televisi atau hanya melihatnya saat sedang bepergian, tapi kali ini, seperti mimpi, aku berdiri di sini, di rumah kak Kahfi yang baru pertama kali kukunjungi. Mataku terpesona, hatiku tak berhenti takjub dibuatnya. Mulai dari halaman depan rumah yang begitu luas, dengan rumput hijau yang tertata rapi di lengkapi kolam renang yang hampir seluas ukuran rumah di kampung. Pagar yang menjulang tinggi serta pohon rindang yang begitu menyejukkan hati. Rumah mewah modern yang bernuansa rumah kaca bertingkat dua. Pintu dan jendela yang besar itu terlihat sangat mewah. Ruang tamu, ruang tengah, ruang makan bahkan dapur masing-masing dirancang sedemikian rupa dengan luas yang aku sendiri tak bisa berkata apa-apa.

"Ini rumah mertuaku?" Aku membatin menatap sekitar. Bola mataku tak bisa berhenti memperhatikan setiap barang dan dinding-dinding yang dihiasi oleh lukisan dan bingkai foto keluarga.

Itu kak Kahfi saat ia masih kecil hingga dewasa, semua ada di sana. Aku terpaku, entah perasaan apa yang sedang aku rasakan, takjub.

"Cantik." Suara lelaki paruh baya menyadarkanku dari keindahan setiap sudut rumah.

Aku berbalik memandangnya lalu tersenyum, itu ayah mertuaku. Aku bisa langsung mengenalinya dari foto yang sempat kak Kahfi perlihatkan padaku. Meski perasaan canggung menyelimuti hatiku, aku dengan sigap menghampiri dan mencium tangannya, seperti terdorong oleh sesuatu untuk menjadi menantu baik.

"Kahfi banyak cerita tentang nak Wulan." Ayah mertuaku menepuk-nepuk punggung tanganku dengan senyum yang tak kalah mempesonanya dengan kak Kahfi. Aku bisa langsung tahu kalau senyuman itu ternyata turunan dari ayahnya.

Banyak cerita tentangku? Rasa penasaran tiba-tiba menyeruak. Cerita apa yang ia bicarakan dengan ayahnya tentang diriku. Rasanya seperti benar-benar menjadi orang yang spesial.

"Ayah.." kak Kahfi mencoba mengalihkan "Duduk dulu deh, makanannya keburu dingin loh." Seolah sedang berusaha agar pembahasan tentangku tidak menjadi topik pembicaraan.

"Tenang aja Lan, Kahfi tuh kalau cerita kamu, seperti cerita bidadari." Ayah mertuaku tersenyum.

Aku yang tadinya sangat penasaran, kini mulai bisa menebak arah pembicaraan mereka tentangku. Ayah mertua yang awalnya kupikir menakutkan dan akan menjadi canggung ternyata begitu ramah.

"Ihh ayah apaan sih." Wajahnya cemberut, ekspresi wajah baru yang baru ia perlihatkan, lucu dan menggemaskan. Ingin rasanya aku mencubit pipinya.

Kami duduk bersama, menikmati makan siang yang begitu banyak tersaji di atas meja makan. Bukan hanya ayah mertuaku, tapi kak Syahrul bersama istri dan dua anaknya juga hadir, serta kak Dewi yang baru kulihat bersama suami dan juga anak tunggalnya ikut hadir duduk bercengkrama dan tertawa bersama saling mengakrabkan diri.

Aku bisa melihat keakraban dan keharmonisan keluarga ini. Menjadi bagian dari keluaga ini, seperti suatu kehormatan yang tak bisa kuungkapkan dengan kata.

***

Rumah yang benar-benar menjadi impian setiap orang.  ^^

Ya ampun, Istri Pak Kahfi cantik banget

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ya ampun, Istri Pak Kahfi cantik banget. Bikin kesemsem ^^

 Bikin kesemsem ^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
I'm Gonna Love YouWhere stories live. Discover now