17. Kelemahan Dewa

51 5 33
                                    

“Lo disiram teh susu sama Veronica di depan umum?” tanya Clara dan Maudy bersamaan. Kemudian, dua gadis itu tertawa terbahak-bahak. Rendra kembali menyedot jus jambu dengan ekspresi kesal. Bukannya menghibur, dua sahabatnya tersebut malah menertawakannya. Padahal, selama ini Rendra tak pernah pacaran. Tapi, ia sudah dicap sebagai laki-laki berengsek oleh segelintir orang.

“Nyesel gue nyeritain ini sama kalian berdua,” gerutu Rendra.

Maudy menghentikan acara tertawanya dengan menutup mulut. Sementara Clara masih lanjut tertawa, seolah tak peduli jika Rendra mengamuk nantinya.

“Puasin ketawanya, Ra! Karena besok lusa, lo udah harus nyiapin duit buat nraktir makan gue selama sebulan.” Rendra mendadak ingat pada taruhannya.

“Ren, jangan seneng dulu! Gue udah ngatur rencana bagus buat dapetin Dewa. Lo liat aja! Besok, Dewa pasti jatuh ke pelukan gue!” balas Clara percaya diri.

Rendra kini terkikih. Rasa percaya diri Clara memang tak pernah memudar sekalipun sudah berada di ujung tanduk. Ya, sikap gigih gadis itu memang patut diacungi jempol dalam hal mendapatkan pacar. Sayangnya, sikap gigih tadi tak digunakan dalam belajar.

Tak lama berselang, segerombol anak-anak OSIS memasuki kafetaria. Beberapa orang yang ada di sana mengalihkan perhatian pada mereka. Rendra dan Maudy melirik Clara yang sibuk memerhatikan Gavin. Ya, lagi-lagi Clara terhipnotis oleh sang mantan sekaligus kakak tiri.

Rendra menyenggol siku Maudy dan berkedip pada gadis itu, seolah memberi kode. Maudy yang paham maksud Rendra langsung mengangguk.

“Ra, temenin gue ke toilet, yuk!” ajak Maudy.

“Ah, iya. Yuk!” Clara langsung setuju dan bangkit dari zona nyamannya.

Rendra ikut berdiri. Rasanya masih canggung saat melihat Clara mulai terbawa perasaan pada masa lalunya bersama Gavin. Selain itu, Rendra juga ingin ke perpustakaan untuk mengulas beberapa materi pelajaran.

“Lo mau ikut kita ke toilet juga?” tanya Clara pada Rendra.

“Gila aja gue ikut kalian ke toilet! Gue mau ke perpustakaan, tahu!” Rendra menyanggah dengan ekspresi ngegas.

“Santai dong, Ren! Nggak usah ngegas!” timpal Maudy terkikih.

Tiga sahabat tersebut berjalan keluar kafetaria bersama. Dari tempat duduknya, Gavin diam-diam memerhatikan Clara, Rendra dan Maudy. Sebenarnya, Gavin sangat merindukan kebersamaan mereka dulu. Selalu melakukan banyak hal bersama. Tapi, kini semua sudah berubah. Gavin harus mencari sirkel pertemanan sendiri.

Sesampainya di koridor, Rendra berpisah dengan Clara dan Maudy. Rendra dengan tujuan utamanya, yaitu ke perpustakaan. Sedangkan Clara dan Maudy berjalan menuju toilet. Dalam perjalanan, Clara dan Maudy dibuat penasaran oleh kerumunan para murid di papan pengumuman. Tujuan utama kini ditunda karena rasa penasaran keduanya. Ya, Clara dan Maudy sekarang melangkah ke kerumunan tersebut.

“Ada pengumuman apaan, sih?” tanya Maudy pada Erlina yang sudah selesai melihat papan pengumuman.

“Itu, anak-anak OSIS bikin acara buat ngerayain ultah sekolah yang ke 50. Terus, mereka minta setiap kelas ngasih satu penampilan buat ikut ngeramein acara. Terserah mau nampilin apa. Katanya, disuruh diskusi dulu sama wali kelas. Kalo udah fix, bisa langsung daftar ke panitia acara,” jelas Erlina.

Clara dan Maudy mengangguk paham. Setiap tahun, acara peringatan ulang tahun sekolah selalu dirayakan dengan cara berbeda. Tahun lalu dirayakan dengan menggelar bakti sosial di beberapa panti asuhan. Kini, acaranya cukup membuat para murid antusias.

“Kelas kita mau nampilin apa, ya?” Clara mulai penasaran.

“Eh, kita usul buat bikin drama aja, gimana?” saran Erlina.

Rahasia Kita [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora