3 ▪️ Anggota Baru

53.7K 6.4K 175
                                    

' Pulau-pulau ini terbentuk karena terpisahkan dari suatu lempengan yang besar. Kalau kita, adalah gabungan dari pecahan-pecahan dan membentuk sesuatu kuat yang baru '
[ North - 03 ]

✒. Happy reading!

"Lo udah nemu informasinya? Semuanya 'kan?" Sastra mendudukkan dirinya di samping Alkena yang sedang menatap layar laptop di pangkuannya. Mereka berdua kini tengah berada di sebuah ruangan dengan sekumpulan sofa, tepat di rumah berlantai dua yang biasanya mereka gunakan untuk berkumpul.

Alkena mengangguk, mengangkat jempolnya setinggi dada. "Gampang, soalnya murid sekolah kita. Dia murid biasa aja, bukan murid beprestasi."

Tepat setelah Alkena selesai menjawab, deruman mesin motor terdengar. Beberapa anggota Zwart yang ada di lantai dua langsung terbirit-birit menuruni tangga dan berburu sofa, mencari tempat yang sekiranya akan jauh dari sofa yang Zilos tempati nanti. Bukannya menghindar, tentu mereka takut jika Zilos sedang mode serius, mereka sama sekali tidak mau menatap sang Raja gara-gara kejadian di depan kantin tadi.

Pintu terbuka menampilkan Zilos yang kini melepas jaketnya. Lelaki dengan rambut putih dan iris terang itu melangkah lebar dan mendudukkan diri di dekat sofa yang ditempati Alkuna. Ia baru saja pulang dari rumah sakit, memeriksa kulit kepalanya yang terkena kuah panas.

"Gimana?" satu pertanyaan yang keluar dari Zilos membuat Alkena menegang. Zilos memang tidak membutuhkan basa-basi.

Alkena berdeham. Ia tahu, dirinya paling diandalkan dalam melacak atau mencari data seseorang hanya dengan mengingat wajahnya, dengan gerakan sedikit kaku ia menyimpan laptop di hadapan Zilos, menunjukkan foto Id card murid HZ High School.

"Lentera Matahari, kelas 11 IPS 5?"

Alkena mengangguk membenarkan gumaman dari Zilos. "Bayaran gue apa? Selain info kelas, gue dapat info keluarganya."

"Eh, bisa-bisa lo minta bayaran dulu." Alkana melotot. "Lo mau diledakin?!"

Alkena terkekeh singkat, kemudin mengangkat kedua alisnya saat sebuah kartu hitam terjulur ke hadapannya. "Wow!"

"Seminggu," ucap Zilos yang kini mengambil alih laptopnya. "Ada informasi lain?"

Terdiam sejenak, Alkena menatap Zilos sesaat sebelum akhirnya mengangguk. "Ada satu fakta yang harus lo tahu, eh menurut gue, fakta yang harus kita semua tahu tentang dia."

Suasana yang serius itu tambah berkali-kali lipat lebih serius saat Micro dan Archeology mencondongkan tubuhnya ke depan, diikuti yang lain. Mereka menumpukan sikut pada kedua lutut, pandangannya lurus menatap foto seorang gadis yang terpampang jelas di layar laptop begitu Zilos menyimpannya di meja.

"Apa?" Alkuna bertanya, tentu saja tidak sabar.

"Lentera Matahari, cewek itu bagian dari Delovis."

Delovis. Satu nama yang membuat atmosfer di ruangan langsung berbeda seketika, meraup semua kelegaan dan mengubahnya mebjadi ketegangan yang kentara. Mereka semua diam.

"Bajingan." Alkana tertawa hambar dengan sebelah tangan melempar bantalan sofa. Matanya melirik semua yang ada di sana dan tak ada yang bereaksi berlebihan. Tampaknya mereka sudah menduga ini akan terjadi. Kapanpun itu, mereka harus bersiap.

"Bercanda?" Archeology memberikan pertanyaan tanpa maksud, lantas menyandarkan pundaknya. "Mana silsilahnya? Mana buktinya? Sejarah aja ada bukti, masa yang ini nggak."

Aeste masih terbatuk-batuk karena permen yang sedang ia nikmati malah tertelan begitu saja. Padahal ukurannya masih besar, untungnya kini tenggorokannya mulai lega saat Coulo memberikannya segelas air mineral.

ZWARTWhere stories live. Discover now