Part 01

74 2 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Neissya memarkirkan mobilnya di sebuah perusahaan bengkel yang cukup besar. Di lantai satu ada banyak karyawan bengkel yang bekerja keras.

"Jake, hari ini kau tidak perlu lembur, kau harus beristirahat sebelum operasi usus buntumu yang akan dilakukan lusa," kata Neissya tanpa menghentikan langkahnya.

"Baik, Nyonya Hadrian, terima kasih," sahut karyawan Neissya yang bernama Jake.

Neissya melihat ke arah karyawannya yang lain. "Lucas, selamat atas kelahiran putramu yang tampan. Tidak seharusnya kau bekerja hari ini."

"Ada banyak orang di rumah yang menjaga istri dan bayiku. Aku harus tetap datang untuk melakukan tugasku di sini, Nyonya," kata Lucas.

"Hmm." Neissya hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Lucas.

"Bagaimana keadaan ibumu, Dann? Apa sudah mendapatkan perawatan?" tanya Neissya.

Dann menjawab, "Puji Tuhan, keadaan ibuku sudah membaik sekarang. Dia dirawat di rumah sakit."

"Syukurlah." Neissya mengangguk. Ia beralih ke karyawan lain. "Ali, bagaimana dengan kelulusan putrimu?"

"Alhamdulillah, dia lulus dengan nilai yang cukup memuaskan." Ali terlihat senang.

"Selamat, ya, aku ikut senang untukmu," ucap Neissya.

"Terima kasih, Nyonya Hadrian."

Neissya berjalan menuju ke tangga. Ia berhenti di anak tangga ketiga dan menatap para karyawannya. "Baiklah, semuanya selamat bekerja, semangat!"

"Siap! Semangat!" sahut semua karyawan.

Neissya tersenyum sembari melanjutkan langkahnya menuju tangga. Di lantai dua, ia disambut oleh wanita berambut pendek dan berkacamata. Keduanya memasuki ruang kerja Neissya.

"Selamat pagi, Nyonya Hadrian," sapa wanita itu yang tak lain adalah sekretaris Neissya.

"Selamat pagi, Hilda. Bagaimana kabarmu hari ini?" Neissya menghempaskan bokongnya ke kursi kebesarannya.

"Kabarku baik sekali, Nyonya. Bahkan pria yang aku sukai juga menyukaiku balik," ucap Hilda yang terlihat begitu senang.

"Benarkah? Baguslah, tunggu apa lagi, kalian harus berkencan," ucap Neissya mendukung karyawannya itu.

Hilda tersipu mendengar ucapan bosnya itu. Ia menyeret kursi kemudian duduk berhadapan dengan Neissya.

"Ngomong-ngomong, bagaimana cara Nyonya Hadrian bertemu dengan Tuan Hadrian?" tanya Hilda penasaran.

Neissya tertawa mendengar pertanyaan sekretarisnya itu, tapi ia tidak keberatan untuk menjawabnya, "Saat itu hujan deras dan aku melihat ada pria yang sangat tampan di seberang jalan. Dia sangat tampan seperti seorang pangeran dari negeri dongeng. Aku menghampirinya dan meminjam ponselnya untuk menelepon temanku.

Dengan baik hati, dia meminjamkan ponselnya. Setelah berbicara dengan temanku di telepon, aku mengembalikannya dan berterimakasih pada pria itu lalu pergi. Tapi, dia menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Itulah pertemuan pertama kami yang membawa kami ke hubungan yang lebih serius, yaitu pernikahan."

"Wah, romantis sekali." Hilda melting mendengar kisah cinta antara Neissya dengan Farenza yang terbilang singkat dan langsung pergi ke pelaminan.

Neissya hanya tersenyum. "Tidak ada yang salah saat wanita lebih dulu menyukai pria."

Hilda mengangguk mengiyakan ucapan Neissya.

Neissya adalah atasan idaman bagi para karyawan. Ia tidak pernah menyembunyikan perhatiannya pada semua karyawan di perushaan bengkelnya yang sudah ia kelola sebelum menikah dengan Farenza.

Semua karyawan di perusahaan bengkel itu juga sangat menghormati Neissya. Mereka melakukan pekerjaan dengan sangat baik, karena tidak ingin mengecewakan Neissya yang memperlakukan mereka dengan sangat baik pula.

Sementara itu di tempat lain.

Pembunuh bayaran berjas hitam itu memasuki kamar mandi yang terlihat kosong itu sambil memasang alat peredam di pistolnya. Ia mengendap dan membuka satu per satu pintu bilik toilet.

Terdengar suara dari salah satu toilet. Ia pun menembaki bilik tersebut. Orang di dalam toilet pun terkulai jatuh disusul dengan darah segar yang mengalir dan menggenang di bawah pintu bilik toilet.

Pria berjas itu pun membuka pintu bilik, ternyata yang barusan ia tembak itu adalah warga biasa.

"Keluarlah, aku tahu kau di dalam sini. Kau ingin aku membunuh lebih banyak orang?" Si pembunuh bayaran mengeluarkan senapan dari kopernya. Ia menjatuhkan koper tersebut berikut dengan pistolnya yang pelurunya sudah habis ke lantai.

Tiba-tiba pintu bilik toilet di depannya terbuka dan menghantam wajahnya. Farenza keluar dari bilik tersebut dan langsung menyerang pria berjas. Perkelahian pun tak dapat terelakkan lagi.

Si pembunuh bayaran mengarahkan moncong senapannya yang sudah dipasangi silencer ke wajah Farenza. Dengan cepat, Farenza memiringkan kepalanya lalu ia menghantam perut si pembunuh bayaran itu dengan pangkal senapannya sendiri.

Farenza melepaskan silencer di senapan tersebut lalu menggunakannya untuk memukul tiga titik di bahu, leher, dan ketiak pria berjas itu hingga terpundur sambil meringis.

Farenza melemparkan kaleng bekas minuman bersoda ke wajah pembunuh bayaran.

Pria berjas itu kembali menembak ke arah Farenza. Dengan cepat, Farenza menyelinap masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi.

Dengan membabi buta, si pembunuh bayaran berjas itu menembaki bilik tersebut.

Cairan kental berwarna merah mengalir keluar dari bawah pintu bilik toilet.

Pembunuh bayaran berjas itu tersenyum penuh kemenangan. Ia pun membuka pintu bilik toilet. Namun, ternyata tidak ada siapa pun di dalam bilik toilet.

Cairan merah di lantai itu bukanlah darah, melainkan minuman bersoda yang berwarna merah. Bahkan kalengnya masih ada di atas toilet duduk dengan keadaan bolong-bolong karena tertembak oleh senapannya.

Tiba-tiba Farenza muncul di belakang si pembunuh bayaran dan langsung menusuk lehernya dengan sumpit makanan.

"Bagaimana mungkin...." Pembunuh bayaran itu tidak melanjutkan kata-katanya, karena Farenza mencabut sumpit tersebut lalu kembali menusukkan sumpit tersebut di beberapa titik di tubuhnya hingga si pembunuh bayaran itu pun terkulai di lantai. Darah segar terus mengalir dari luka tusukan sumpit di tubuhnya.

Sementara itu di luar, polisi baru tiba di lokasi. Mereka mengamankan TKP yang mana si pedagang asongan sudah tewas terkapar di jalanan.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan dari toilet umum yang dekat dengan lokasi tersebut. Perhatian semua orang di sana terpusat ke sana, termasuk juga polisi yang sebagian langsung memeriksanya.

Farenza berjalan gontai di dalam mall. Ia mencium bau tidak dari kaos yang dipakaianya. Ternyata saat ia menyelinap masuk ke dalam bilik tadi, Farenza bertiarap dan merangkak di bawah toilet untuk menghindari tembakan si pembunuh bayaran. Itulah sebabnya ia bisa keluar dari bilik lain dan tiba-tiba berada di belakang si pembunuh bayaran.

Saat membunuh si pedagang asongan __yang sebenarnya adalah pembunuh bayaran juga__, Farenza mengambil minuman bersoda dan sumpit makanan dari kotak dagangannya. Ia tahu ada pembunuh bayaran lain yang mengincarnya. Oleh karena itu, ia memasuki toilet umum yang sepi untuk meminimalisir jumlah korban yang bisa saja tewas terkena tembakan si pembunuh bayaran yang hanya memikirkan misi, tanpa memikirkan korban tak bersalah di lapangan.

Farenza membeli salah satu kaos dan langsung memakainya di sana. Para gadis menjerit kala melihat Farenza yang membuka baju di depan umum. 

Setelah membayar, Farenza pun berlalu pergi.

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

16.17 | 1 Desember 2021
By Ucu Irna Marhamah

AMOREVOLOUSWhere stories live. Discover now