Chapter 12

2.7K 432 0
                                    

pagi menyambut. y/n sedang berada di ruang kerjanya nya di Engrasia walaupun jabatan panglima militer kini dimiliki oleh Liam. Gadis itu tetap memiliki ruang kerja khusus untuk nya.

Sesaat setelah y/n menyesap teh nya. Seorang pelayan datang dengan membawa surat dengan logo Obelia.

Tanpa basa basj lagi. Tepat ketika pelayan yang tadi membawakan surat nya keluar ruangan. Y/n langsung membaca isinya.

Inti dari surat itu adalah. Claude meminta y/n kembali ke Obelia sesegera mungkin karena sebentar lagi akan ada perjamuan formal antar para bangsawan dan keluarga kerajaan.

Begitu menyadari kalau isi surat nya tidak penting. Y/n memilih tidak menjawab surat itu. Toh dia juga akan kembali ke Obelia dalam waktu dekat ini.

Y/n bangkit dari duduk nya. Berniat mencari udara segar sekaligus ketenangan yang selama di Obelia tidak berhasil ia dapat kan karena Diana dan Claude.

Dan disinilah wanita itu berakhir. Duduk di tepi danau. Sesekali memasukkan tangan nya ke danau. Menghibur diri.

Karena sejujurnya. Ia malas menghadapi kenyataan bahwa kini ia adalah seorang permaisuri dari kerajaan tetangga nya.

Bahkan beberapa kali terdengar omongan rakyat Engrasia yang melihat nya tidak. Didampingi suaminya bahkan ketika ayah meninggal. Itu adalah hal baru baru y/n yang selama ini belum pernah jadi bahan perbincangan publik selain karena ia yang bisa membunuh orang tanpa pandang bulu atau y/n yang seperti monster tak berperasaan ketika dalam medan perang.

"Ada masalah dengan mu dan suami mu?" Suara laki laki terdengar. Y/n melirik sedikit. Melihat kakak nya yang kini berdiri di belakang nya.

"Tidak ada. Kita menikah hanya karena kewajiban kenegaraan. Tentu saja aku harus memperingati mu untuk tidak berharap dia akan datang." Y/n menjelaskan dengan tenang. Caius terdiem. Dia juga pada akhirnya ikut duduk di sebelah y/n main air bareng.

"Apa kata orang kalau liat Raja Engrasia main air di danau." Y/n terkekeh kecil. Melihat kelakuan kakak nya. Caius justru tertawa.

"Justru orang akan lebih mempertanyakan kenapa panglima perang mereka kini terlihat seperti anak kecil." Balas Caius menggoda adiknya. Y/n hanya tersenyum. Mereka berdua akhirnya menatap bayangan mereka di air danau.

Tanpa mengetahui masa depan apa yang menunggu nya. Setidaknya bagi y/n ia menikmati saat saat bersama kakak nya. Waktu dimana y/n tidak perlu berlaku dewasa dan bisa tetap berlagak seperti seorang adik.

"Kapan kau kembali ke Obelia?" Caius kembali membuka pembicaraan.

"Mungkin besok. Atau nanti malam." jawab y/n menjelaskan.

"Kau rindu suami mu?" Ucap Caius jahil.

"Memenuhi kewajiban sebagai seorang istri mendampingi suami nya memenuhi tanggung jawab kenegaraan." Y/n menjawab asal.

"Semua nya saja kau atas namanya tanggung jawab." Nyinyir Caius.

.
.
.

Malam hari nya ternyata y/n memilih untuk kembali. Sudah 4 hari ia tinggal di Engrasia. Setidaknya ia sudah lebih merasa nyaman ketimbang saat baru datang ke Engrasia kemarin.

"Katakan padaku jika kau butuh sesuatu." Caius berucap sebelum y/n naik kereta kuda. Adiknya hanya mengangguk. Menatap kakaknya yang kini melambaikan tangan sembari tersenyum tenang menatap kepergian sang adik.

'Aku akan merindukan mu y/n.' Caius kembali berbicara dalam hati. Entah kenapa kepergian y/n kali ini lebih berhasil membuat nya sedih ketimbang saat melepaskan y/n pertama kali.

"Aku juga akan merindukan mu kak." Y/n berucap pelan dalam perjalanan. Seakan bisa membaca isi hati kakaknya.

Ibu suri tidak mengantarkan y/n pergi kali ini. Beliau masih dalam keadaan berkabung. Bisa tidur dengan nyaman pun sudah baik berhasil membuat y/n dan Caius bernapas lega.

Gladiolus || Claude x Reader [Suddenly, I Became a Princess]Where stories live. Discover now