01. Awal

606 270 649
                                    

Seorang gadis yang tengah mengulum permennya kini termenung seorang diri sembari duduk memandangi pemandangan sekolahnya dari atas rooftop. Semilir angin berembus dengan begitu kencang, sehingga membuat rambut miliknya terlihat begitu berantakan.

Manik matanya sendiri sedari tadi tengah memperhatikan seorang pria yang sedang bermain basket di bawah sana. Pikirannya berkelana ke mana-mana, dirinya terus memikirkan Evan—kekasihnya—yang akhir-akhir ini berubah. Manik matanya beralih menatap pantulan dirinya melalui kamera ponsel, setelah itu membandingkannya dengan sekumpulan perempuan cantik di bawah sana. "Masa iya gara-gara gue enggak secantik mereka? Tapi kalau emang iya, seharusnya dari awal Evan bertingkah aneh kaya gini." Sean membuang nafas kasar.

Sebenarnya, cantik itu di definisikan seperti apa, sih? Indah dan menarik? Lalu, seperti apa kriteria supaya bisa mencapai hal itu? Apakah seorang wanita bertubuh ideal? Berkulit putih, berambut lurus, hitam, serta panjang? Jika memang iya, tandanya Sean tidak masuk dalam kriteria tersebut.

Arseanna Lorakeyra, gadis dengan tubuh semampai itu menggaruk kepalanya pusing, sampai-sampai membuat rambut pendeknya semakin berantakan. Tanpa gadis itu sadari, perbuatannya kini membuat seorang pria harus mendongakkan kepalanya hanya untuk memperhatikannya, dengan pancaran mata yang menyiratkan kekhawatiran. "Tolong..., jangan," batinnya sembari menggelengkan kepala pelan.

Ketika gadis itu sibuk melamun, bertengkar dengan pemikirannya sendiri, tiba-tiba dirinya di kagetkan oleh getaran ponsel yang berada di dalam saku seragam sekolahnya. Tanpa berpikir panjang, Sean mengangkat panggil telepon itu, kemudian menempelkannya tepat di telinganya. "Halo? Kenapa El, kangen gue ya lo?" Sean membuka percakapan.

"Iya deh, lo di mana sekarang?" tanya seorang gadis di seberang sana.

"Rooftop, kenapa?"

"Ngapain di sana?"

"Kepo amat, ada apa?"

"Gapapa, jangan sendiri mulu lo, nanti kesurupan. Mending sini turun kelapangan, liat anak-anak yang lagi pada main basket."

"Iya-iya, tunggu di sana." Setelah memutuskan sambungan telepon, Sean memasukkan kembali ponselnya, kemudian pergi dari rooftop untuk menemui Ella—temannya.

Tak perlu sesulit itu mencarinya, karena sesampainya Sean di lapangan, Ella sudah lebih dulu memanggilnya. "Sean!!" teriak Ella sembari melambaikan lengannya ke arah Sean yang tengah mengatur nafas akibat berlari.

"Sini duduk, liat tuh pacar lo, ganteng banget," ucap Ella yang membuka topik.

Sempat Sean tertegun sejenak ketika melihat Evan begitu tampan ketika sedang mendribel bola. Rambutnya yang sedikit lepek, keringat yang membuat kulitnya terlihat mengkilap. Sial, Sean bahkan menganga tak percaya ketika memikirkan mengapa Evan memilih dirinya untuk menjadi kekasihnya.

"Evan semangat!" teriak Sean secara tiba-tiba tanpa sadar.

Evander Anderson, pria yang memiliki paras menawan serta friendly kepada semua orang. Tak jarang, banyak sekali gadis di luar sana tersipu akan sikap manisnya. Padahal nyatanya, dia begitu terhadap semua orang. Oh tidak! Sepertinya Sean harus lebih waspada menjaga kekasihnya itu. Tetapi, di banding panjangnya antrean gadis-gadis di luar sana, dan sikap manis kekasihnya terhadap mereka. Entah mengapa, Sean lebih mengkhawatirkan ... Ella.

Menoleh ke arah Ella yang berada tepat di sampingnya, Sean meneguk ludahnya kasar. Yah, memang tak dapat dimungkiri, kecantikan Ella tiada tara. Terutama bola matanya yang sebiru laut itu, bahkan Sean yang jelas-jelas wanita saja hampir jatuh hati, apalagi ... Kekasihnya? Benar, jika di pikir-pikir juga sikap Evan terlihat begitu berbeda hanya dengan Ella. Ini ..., Tidak mungkin, kan?

Sean's True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang