15. Isi hati

133 36 211
                                    

Kini di dalam toilet laki-laki, terdapat Lingga yang tengah memutar otaknya sedemikian rupa, merutuki kebodohannya. Lingga menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin. "Apa yang gue lakuin?" gumamnya pelan. Lingga bodoh, bagaimana bisa dirinya terjebak diantara kisah percintaan rumit Sean dan Evan?

"Gue, awalnya cuma ngerasa kasihan." Tangannya terulur menyentuh dimana jantungnya berada, lalu meremat erat, hingga membuat seragam sekolahnya terlihat kusut. "Bukan ini yang gue mau, bukan respon mendebarkan yang gue mau kalau deket cewe bodoh itu!" Lingga mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Udah cantik."

"Udah cantik."

"Udah cantik."

Perkataan dirinya tadi, terus terputar jelas bagaikan kaset rusak di ingatannya. "Ughh, jijik banget." Memijat pelapisnya pening. Kini pipi dan daun telinga Lingga merona, entah apa yang kini dirinya rasakan, rasanya semua ini bercampur aduk di dalam hatinya. "Gila," gumamnya pelan. Lingga membasuh wajahnya, dirinya berharap akan jauh lebih menyegarkan dan bisa berpikir jernih jika sudah merasakan segarnya air.

Setelah dirasa sudah lebih baik, Lingga berjalan mendekati pintu, berniat untuk keluar dari toilet. Di saat Lingga membuka pintu, dirinya mendapati Evan yang tengah berdiri mematung tepat di depan pintu, seakan-akan memang dirinya menunggu kedatangan Lingga.

Beberapa detik, mereka saling melempar tatapan tajam nan menusuk, sebelum akhirnya Lingga memutuskan untuk berjalan melewati Evan. "Hei!" teriak Evan ketika melihat Lingga yang melangkah pergi meninggalkannya. Melihat Lingga menghentikan langkahnya, Evan kembali membuka suara. "Kenapa sekarang lo begini?"

Lingga menaikkan sebelah alisnya tanda tak paham. Evan menghela nafas kasar, kemudian melanjutkan perkataannya. "Kenapa lo bersikap, seakan-akan marah sama gue? Seharusnya, gue yang lebih marah, kan?" ujarnya.

Memutar bola matanya malas. Lingga membalas pertanyaan Evan dengan nada datar. "Ngomong apa sih, kenapa gue harus marah sama lo?" Lingga berjalan mendekati Evan, mengikis jarak diantara mereka berdua. "Gue bukannya marah, tapi gue benci banget sama lo."

Seketika rasa permusuhan semakin jelas terasa diantara keduanya. Rasa saling menyayangi sebagai sahabat sedari awal sekolah, seakan sirna begitu saja. Lingga dan Evan adalah teman dekat, mereka saling mengerti satu sama lain. Tapi ... satu hal yang Lingga benci dari sahabatnya itu, Evan berselingkuh. Demi apapun, Lingga sangat benci dengan suatu hal yang berbau selingkuh. Mungkin jika keburukan Evan yang lain masih bisa Lingga toleransi, tapi untuk hal ini? Tidak akan pernah.

Mengepalkan kedua tangannya di samping sangat kuat, saking kuatnya urat nadi Evan tercetak jelas disana. "Jangan bikin gue salah paham!" ucapnya.

"Silahkan aja lo salah paham," ujar Lingga yang membuat Evan semakin mengepalkan kedua tangannya.

"Lo tau? Gue jadi merasa wajar marah kayak gini." Evan menatap tajam manik mata Lingga. "Apa bener, ada sesuatu diantara lo sama Sean?" tanyanya.

Lingga berdecak pelan. "Kalau emang iya, masalahnya sama lo apa?" Lingga menunjuk tempat di dada Evan. "Sadar diri. Lo ... cuma ... mantan."

•••

Kringggg! Kringggg!

Bel tanda istirahat berbunyi dengan nyaringnya, hingga terdengar di setiap penjuru bangunan sekolah. Kebanyakan siswa berhamburan menyerbu kantin untuk membeli makanan, namun ada juga yang malah tidur, bergegas mengeluarkan buku tugas atau menggunakan jam istirahat untuk belajar. 

Di saat Anda sibuk belajar, berbanding terbalik dengan Sean dan Verie yang kini tengah saling sikut menyikut. "Lo aja sana yang bilang," ucap Verie.

"Kenapa gue, kan ini ide lo!"

Sean's True LoveWhere stories live. Discover now